JAKARTA, GRESNEWS.COM - Melakukan terobosan memang diperlukan untuk mencapai kemajuan. Namun jangan pernah melakukan terobosan tanpa ada landasan aturan dan hukum sebab bakal berujung di dalam bui.  

Misalnya, terobosan yang dilakukan saat Dahlan Iskan menjadi Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) adalah menjalankan program cetak sawah 100 ribu hektare. Selama menjadi menteri BUMN, Dahlan memang banyak membuat terobosan baru untuk memecah kebuntuan birokrasi.

Program yang dicanangkan pada pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono sebagai program food estate untuk mencapai swasembada pangan hingga 2014 itu tentu bagus. Namun cara pendanaannya yang menggunakan dana dari sejumlah BUMN menjadi masalah. Ditambah lagi proyek prestisius ini belakangan terindikasi ada pidana korupsi.

Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri pun turun tangan menyidik dugaan korupsi dalam proyek ini. Sejumlah Direktur Utama BUMN yang mendanai proyek tersebut telah diperiksa untuk mendalami kasus ini. Termasuk memeriksa Dahlan.

Dahlan mengakui realisasi program ini tak berjalan baik. Dari 100 ribu hektare yang dicanangkan hanya 5 ribu hektare yang benar-benar terealisasi. Selebihnya tak terealisasi. Inilah yang membuat Bareskrim turun tangan menyelidikinya. Hasilnya ditemukan indikasi pidana korupsi.

Apalagi hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap program BUMN Peduli tahun 2012-2014 ditemukan banyak penyimpangan yang merugikan keuangan negara. Untuk program cetak sawah kerugian negaranya mencapai Rp208 miliar.

"Ternyata kegiatan ini diduga fiktif,  secara fisik tidak ada," kata Kepala Bareskrim Polri Komjen Budi Waseso di Mabes Polri beberapa waktu lalu.

PENYIMPANGAN DANA PKBL BUMN - Menteri BUMN saat itu Dahlan Iskan menunjuk PT Sang Hyang Seri untuk mengerjakannya. Dana untuk menggarap proyek prestisius ini diambil dari dana Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) atau dikenal dengan corporate social responsibility (CSR) sejumlah BUMN.

Selama kurun 2012-2014, terkumpul dana sebesar Rp 317 miliar dari BNI, BRI, PT Askes, PT Pertamina, PT Pelabuhan Indonesia II, PT Hutama Karya, dan PT Perusahaan Gas Negara.

Masalahnya penggunaan program cetak sawah dari PKBL ini diduga melanggar ketentuan Pasal 88 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN (UU BUMN). Pada Pasal 88 UU BUMN menyebutkan bahwa BUMN dapat menyisihkan sebagian laba bersihnya untuk keperluan pembinaan usaha kecil/koperasi serta pembinaan masyarakat sekitar BUMN. Hal ini diperkuat oleh Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara No. Per-05/MBU/2007 tentang PKBL. Namun PKBL ini digunakan untuk mencetak sawah yang merupakan program pemerintah saat itu.

Komisi VI DPR RI bereaksi atas kasus ini. DPR kemudian membentuk Panitia Kerja (Panja) untuk mengusut dugaan penyimpangan dana PKBL BUMN tersebut. Tidak hanya kasus cetak sawah, namun sejumlah kasus lain yang dinilai menyimpang.

Peneliti pada Indonesia Corruption Watch (ICW) Firdaus Ilyas mengatakan kasus cetak sawah fiktif oleh BUMN jelas terjadi korupsi. Telah ditemukan indikasi kerugian negaranya seperti disampaikan BPK. Karenanya Bareskrim harus mengusut kasus ini hingga tuntas.

"Meskipun menggunakan dana CSR, untuk kasus cetak sawah sudah jelas ada korupsi," kata Firdaus kepada gresnews.com, Minggu (5/7).

Selain program fiktif, titik kerawanan bisa bermacam-macam. Misalnya bantuan yang disalurkan kecil, selebihnya untuk kepentingan direksi atau pihak tertentu. Lalu, tata cara penyalurannya pun kerap dimanipulasi. Keterangan Dahlan Iskan jelas sangat diperlukan dalam perkara ini.

PENGAKUAN DAHLAN ISKAN - Namun usai pemeriksaan oleh penyidik Bareskrim Polri, Dahlan Iskan membantah bila ia melakukan proyek fiktif cetak sawah di Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat. Proyek tersebut jalan meskipun tak 100 persen tuntas.

Dahlan berdalih bahwa dasar pencetakan sawah baru itu karena dianggap untuk mengganti sawah lama yang selalu berkurang tiap tahunnya akibat banyaknya bermunculan rumah dan industri. Karena hasilnya dianggap kurang memuaskan, Dahlan pun mengalihkan proyek ini dari PT Sang Hyang Seri ke PT Pupuk Indonesia.

"Yang dilaporkan ke saya sudah empat ribu hektare yang tanahnya sudah di-land clearing dan sudah pernah ditanami sampai 1.000 hektare tapi hasilnya belum memuaskan karena sawah baru itu menurut teori baru akan berhasil setelah empat tahun," aku Dahlan di Bareskrim Mabes Polri, Jakarta, Selasa (30/6).

Dahlan mengakui dialihkannya proyek ini dari PT Sang Hyang Seri ke PT Pupuk Indonesia karena perusahaan itu terlalu kecil untuk mengurusi proyek cetak sawah ini.

"Karena penggunaan terbesar nanti pupuk, PT Pupuk Indonesia sudah memulai dengan 100 hektare, dimulai lagi 100 hektare dengan harapan kalau 100 hektare ini sudah baik baru diperluas menjadi yang tadi," jelas Dahlan.

Meski menganggap proyek ini tak berhasil, Dahlan bersikukuh untuk meneruskan proyek cetak sawah yang didanai patungan sejumlah perusahaan BUMN seperti Bank Negara Indonesia, Askes, Pertamina, Pelabuhan Indonesia, Hutama Karya, Bank Rakyat Indonesia, dan Perusahaan Gas Negara dengan nilai Rp317 miliar itu.

Proyek cetak dilanjutkan karena ada 4 ribu yang telah dibuka. Dahlan pun berkeyakinan program ini akan dijalankan dengan baik oleh Pupuk Indonesia.

TEMUAN BPK TEGASKAN DAHLAN HARUS TANGGUNG JAWAB - Meskipun Dahlan mengelak terjadi penyimpangan, namun temuan BPK berkata lain. Secara keseluruhan program BUMN Peduli di saat Dahlan menjabat Menteri BUMN bermasalah. Temuan tersebut diperoleh berdasarkan hasil pemeriksaan sejak 2012-2014.

"Kita temukan dugaan penyimpangan program BUMN Peduli 2012-2014," kata anggota BPK Achsanul Qosasih kepada gresnews.com, Minggu (5/7).

Penanggung jawab utama kegiatan adalah Kementerian BUMN. Achsanul tak menyebut peran Dahlan secara langsung. Namun pastinya saat itu Menteri BUMN-nya adalah Dahlan Iskan.

Temuan BPK juga telah disampaikan ke DPR. Ketua BPK Harry Azhar Azis menjelaskan pemeriksaan tersebut dilakukan atas dana Bina Lingkungan BUMN Peduli Kementerian BUMN dan BUMN-BUMN Pelaksana pada Provinsi DKI Jakarta, Banten, Kalimantan Barat, Maluku Utara, Aceh, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur.

Sampai dengan dengan berakhirnya pemeriksaan Desember 2014, dana Bina Lingkungan BUMN Peduli yang berhasil dihimpun sebesar Rp1,4 triliun dan yang masih tersisa sebesar Rp193 miliar.

Harry menjelaskan pemeriksaan dilakukan dengan cara uji petik terhadap 6 dari 23 program kegiatan BL BUMN Peduli. Hasilnya menunjukkan secara umum pengelolaan dana BL BUMN Peduli tidak memenuhi asas pengelolaan keuangan negara yang memadai terutama pada aspek perencanaan anggaran dan kegiatan, pelaksana kegiatan, dan aspek monitor dan evaluasi yang secara garis besar.

Ia merinci indikasi kerugian negara tersebut berupa program cetak sawah sebesar Rp 208,68 miliar, program pembibitan sapi Rp 1,45 miliar, program pengembangan sorgum Rp 1,68 miliar. Selain itu, BPK juga menemukan potensi kerugian negara dalam program pengembangan sorgum sebesar Rp 9,97 miliar dan program pembangunan rusun Rp 4,22 miliar.

Harry menjelaskan pihaknya merekomendasikan kepada Kementerian BUMN menyusun peraturan setingkat Permen BUMN yang mewajibkan pembukuan secara intrakomptabel terhadap seluruh pengelolaan dana PKBL. "Jadi Program CSR dimasukkan sebagai bagian dari biaya dan dibukukan secara tertib, dan menjadi unsur pengurang pajak," kata Harry.

BACA JUGA: