JAKARTA, GRESNEWS.COM - Penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta kembali menetapkan lima tersangka baru dalam kasus pembangunan gardu induk pembangkit jaringan Jawa, Bali dan Nusa Tenggara. Kelima tersangka baru itu berasal dari pegawai PLN.

Kepala Kejati DKI Jakarta Adi Toegarisman mengatakan, tersangka baru merupakan hasil pengembangan keterangan saksi dan bukti penyidikan terhadap sembilan tersangka. Kelima tersangka berinisial AYS sebagai Sekretaris Penerima barang, WAY, ASH, EP dan WF sebagai anggota penerima barang. "Kasus ini kita sikapi profesional, hasilnya penyidik menemukan fakta keterlibatan orang lain," kata Adi ditemui di Kantornya, Rabu (29/10).

Dalam kasus ini, penyidik telah memeriksa 20 saksi, di antaranya mantan Dirjen ESDM
Heru Purnomo dan Sekjen ESDM Wayan Kuna. Adi menegaskan akan memeriksa semua pihak yang diduga memiliki keterkaitan, termasuk Dirut PLN Nur Pamundji.

Dalam perkara ini, Kejati DKI juga telah berkirim surat ke BPKP untuk meminta bantuan perhitungan kerugian negara. Sebab dalam proyek itu telah dibayarkan termin pertamanya. Apalagi setelah tim penyidik turun ke dua titik proyek pembangunan gardu ternyata tidak ada. "Hasilnya nihil, proyeknya bodong," kata Adi.

Mantan Kapuspenkum Kejagung ini menegaskan akan menuntaskan kasus ini setuntas-tuntasnya. Selain menyisir semua pihak terkait, penyidik sedang menyusun strategi penyitaan sejumlah aset.

Dirut PLN Nur Pamudji belum bisa dihubungi untuk dikonfirmasi sejumlah kasus korupsi di PLN, termasuk kasus korupsi pembangunan gardu induk unit Jawa Bali Nusa Tenggara. Namun sebelumnya, Senior Manager Komunikasi Korporat Bambang Dwiyanto mengatakan telah menyerahkan kasus ini kepada penegak hukum.

Bambang mengatakan, PLN akan kooperatif dalam rangka pemberantasan korupsi. Sebab hal itu sesuai semangat PLN yang menggagendakan progam PLN Bersih. "Tak ada upaya menghalangi pemberantasan korupsi, kita serahkan pada proses hukum," jelas Bambang.

Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman mendesak Kejati DKI untuk mengungkapnya sampai tuntas. Bukan hanya panitia pengadaan, tetapi pejabat strategis di PLN dan Kementerian ESDM. "Ya harus dituntaskan, yang terlibat harus diproses hukum," kata Boyamin.

Seperti diketahui, dalam kasus ini Kejati sudah menetapkan 9 orang tersangka. Para tersangka tersebut diantaranya Yusuf Mirand selaku General Manager Ikitring Jawa Bali Nusa Tenggara Selaku  Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Ia dijadikan tersangka dengan Surat  Perintah Penyidikan Kepala Kejati DKI Jakarta Nomor : Print- 913/0.1/Fd.1/06/2014, tertanggal 19 Juni 2014.

Lalu, Direktur PT Hyfemerrindo Yakin Mandiri Ferdinand Rambing Dien ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor : Print- 912/0.1/Fd.1/06/2014, tanggal 19 Juni 2014. Ferdinand selaku Penyedia Barang dan Jasa.

Sementara 7 tersangka lainnya, Totot Fregatanto selaku ketua merangkap anggota Panitia Pemeriksa  Hasil Pekerjaan (PPHP) untuk Gardu  Induk Jatiluhur dan Jatirangon II, Fauzan Yunas selaku Manajer Unit Pelaksana Kontruksi (UPK) Jaringan Jawa Bali ( JJB)  IV Region Jawa Barat, Syaifoel Arief selaku Manajer Unit Pelaksana Kontruksi (UPK) Jaringan Jawa Bali( JJB)  IV  Region DKI Jakarta  dan Banten.

Kemudian I Nyoman Sardjana selaku Manajer Kontruksi dan Operasional Ikitring Jawa Bali, Nusa Tenggara, Egon selaku Dirut PT  Arya Sada Perkasa  yang menjadi pelaksanaan untuk pembangunan Gardu Induk New Sanur, Tanggul Priamandaru selaku kuasa Direksi  PT Arya Sada Perkasa  yang melakukan pekerjaan untuk Gardu Induk New Sanur Bali, dan Wiratmoko Setiadji selaku  Kuasa Direksi PT ABB Sakti Industri yang melakukan pembangunan untuk Gardu Induk Kadipaten, Cirebon Jawa Barat.

Para tersangka dijerat dengan pasal 2, pasal 3 jo pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-undang Nomor  31 Tahun 1999 jo Undang-undng Nomor : 20  Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi Jo pasal 55 ayat  (1) ke- 1 KUHP.

Kasus ini bermula saat PT PLN (Persero) melakukan kegiatan pembangunan sebanyak 21 Gardu Induk pada unit pembangkit dan Jaringan Jawa Bali dan Nusa Tenggara yang dananya bersumber dari APBN senilai Rp 1 triliun untuk anggaran tahun 2011 sampai dengan 2013.

Sementara waktu pelaksanaan kontrak dilaksanakan pada bulan Desember 2011 hingga Juni 2013 dengan lingkup pekerjan pengadaan pemasangan dan transfortasi pekerjaan elektromekanikal dan pengadaan pemasangan dan transfortasi pekerjaan sipil.

Pada saat pelaksanaan penandatangan kontrak terhadap Kegiatan Pembangunan Gardu  Induk tersebut. Ternyata belum ada penyelesaian pembebasan tanah yang akan digunakankan untuk Pembangunan Gardu  Induk tersebut  oleh Unit Induk Pembangunan V Gandul.

Kemudian, setelah dilakukan pembayaran pencairan uang muka dan termin satu, ternyata mereka tidak melaksanakan pekerjaan sesuai progres fisik yang dilaporkan alias fiktif. Misalnya untuk kegiatan pembangunan gardu induk 150 KV Jati Rangon 2 dan Jati Luhur sebesar Rp 36,5 miliar juga tidak dilaksanakan.

BACA JUGA: