JAKARTA, GRESNEWS.COM - Perseteruan antara taksi Blue Bird dengan angkutan umum berbasis aplikasi online masih menyisakan persoalan hukum yang membelit salah seorang mantan sopir taksi, Feriyanto. Namun pengacara Fery, Riesqi Rachmadiansyah menilai kliennya tidak bersalah dan menjadi korban kriminalisasi.

Feriyanto yang kerap dipanggil Fery ditangkap polisi setelah dianggap jadi provokator dalam aksi demonstrasi sopir taksi yang berujung ricuh pada 22 Maret 2016 lalu. "Aksi tersebut (22 Maret 2016) tidak ada kaitannya dengan ajakan Fery di dalam facebooknya. Bahkan tidak ada kericuhan di depan Istana. Kericuhan ditempat lain hari itu karena aksi spontanitas saja," kata Riesqi kepada gresnews.com saat ditemui di PN Jakarta Selatan, Jalan Ampera Raya, Selasa (28/6).

Riesqi mengemukakan beberapa kejanggalan dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) pada sidang Kamis, (23/6) pekan lalu. Riesqi menyatakan kejanggalan tersebut berupa munculnya laporan kepolisian tertanggal 18 Oktober 2015 sedangkan kericuhan yang dituduh kepada Feri terjadi pada 22 Maret 2016.

"Bagaimana mungkin laporan polisi tanggal 18 Oktober 2015 itu dibuktikan 22 Maret 2016. Enam bulan sebelum kejadian sudah ada laporan polisi itu," terang Riesqi.

Sebelumnya dalam sidang pembacaan dakwaan oleh jaksa penuntut umum (JPU), Ibnu Suud menilai Feriyanto telah melakukan tindak pidana provokasi. Feriyanto, telah mengajak sopir taksi se-Jabodetabek agar ikut berunjuk rasa menentang keberadaan taksi berbasis online.

Ia juga menyatakan, saat ditangkap Subdit Cyber Crime Polda Metro Jaya, Feriyanto membenarkan membuat tulisan dan gambar melalui akun Facebook dengan bunyi bernada provokasi. Ajakan itu dia tujukan pada para sopir taksi Se-Jabodetabek untuk hadir di Istana Negara melakukan aksi unjuk rasa besar-besaran pada Selasa, 22 Maret 2016.

"Dan menganjurkan agar jangan lupa membawa benda-benda tumpul dan tajam, kalau perlu bawa bom molotov, antisipasi kalau Uber dan Grab lewat maka langsung dibantai," kata Ibnu.

Postingan Feriyanto dinilai jaksa telah menimbulkan demo besar-besaran di depan Istana Negara yang berujung kerusuhan. Selain itu, seruan Feriyanto menyebabkan adanya aksi pencegatan dan penghadangan, serta pemukulan oleh sopir taksi terhadap sopir taksi berbasis aplikasi.

Dampaknya menimbulkan kerusuhan dan ketakutan di tengah masyarakat pada umumnya, dan pada khususnya kelompok masyarakat para sopir atau pengemudi Grab dan Uber yang berbasis online. Atas perbuatannya, jaksa penuntut umum mendakwa Feriyanto melanggar Pasal 28 ayat (2) jo 45 ayat (2) Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Fery juga didakwa melanggar Pasal 160 KUHP tentang Penghasutan.

KRIMINALISASI DAN POLITISASI - Kasus yang menimpa Fery menurut Riesqi terlalu dipaksakan. Dia menuding kliennya ini hanya sebagai tumbal dari dua institusi yang berbeda pandangan terhadap angkutan umum berbasis online.

"Perkara yang dipaksakan. Kami ingin pengadilan lebih progresif karena UU ITE ini banyak digunakan penguasa untuk membungkam orang," ujarnya.

Apa yang menimpa Fery, imbuh Riesqi, hanya tumbal dari kepentingan Kementerian Perhubungan dan Kementerian Komunikasi dan Informasi. Penangkapan ini dijadikan pembenaran bagi pendukung transportasi online.

"Ini over-kriminalisasi. Siapa sih Fery? Dia cuma sopir taksi bukan petinggi, bukan ketua serikat yang memiliki massa dan bisa mengarahkan massanya," ungkap mantan pengacara LBH ini.

Kasus itu berawal saat Feriyanto (31), seorang sopir taksi Bluebird, memposting status di akun facebooknya. Dalam status yang ditulisnya itu, menurut Jaksa Penuntut Umum (JPU) memprovokasi sopir taksi lainnya untuk bertindak anarkis pada aksi 22 Maret 2016 .

Ada pun status yang dipostingnya itu berbunyi : "Saya mengajak rekan rekan pool ME, MT, MJ,JE, JE, BDE, BDU, LL, LR, YD, OE, TJ, TT, GDD, MWK, dan semua pool se-Jabodetabek untuk menghadiri demo besar-besaran pada Selasa tanggal 22 Maret 2016 di depan istana negara. Jangan lupa bawa benda tumpul dan tajam kalau perlu bom molotov. Antisipasi kalau uber sama grab lewat langsung bantai," tulis Feri dalam akun facebooknya.

Karena dinilai memicu kericuhan, maka Fery ditangkap oleh Subdit Cyber Crime Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya pada Selasa 22 Maret 2016.

BACA JUGA: