JAKARTA, GRESNEWS.COM - Jelang bergulirnya pelaksanaan eksekusi mati, Indonesia kembali mendapat sorotan dan kritik dari dunia internasional diantaranya Australia, Prancis bahkan PBB. Namun, disatu sisi publik tanah air mendesak pemerintah segera melakukan eksekusi dan tidak terpengaruh ancaman dari pihak luar.

Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana mengatakan, pemerintah perlu tegas menegakkan aturan agar tidak terkesan membuka lobi politik bagi pihak asing. Terkait ancaman internasional, lanjut Hikmahanto, Pemerintah Indonesia tidak perlu gentar dan khawatir.

"Pemerintah harus tetap jalankan aturan nasional. Tak perlu gentar hadapi ancaman negara lain," kata Hikmahanto kepada Gresnews.com, Senin (27/4).

Hikmahanto menegaskan, tekanan dari Perancis, Australia bahkan Sekjen PBB Ban Ki Moon tidak seharusnya mengendurkan kebijakan untuk merealisasikan putusan hukuman mati. Menurutnya, sikap protes dari pihak-pihak tersebut hanya mencerminkan sikap negara yang tidak paham dan mengenal hukum.

Pembelaan dan protes untuk menyelamatkan warga negaranya memang merupakan tanggungjawab dan mandat masing-masing negara. Bahkan, hingga berujung pada ancaman penarikan Dubes dan kerjasama diplomasi antarnegara.

"Negara-negara tersebut tentu tidak dapat dicegah bila melayangkan protes terhadap kebijakan pemerintah Indonesia," kata Hikmahanto.

Namun, Hikmahanto meyakini, ancaman tersebut hanya berlaku sesaat. Menurutnya, hubungan diplomatik Indonesia dengan dunia luar akan kembali normal pasca pelaksanaan hukuman mati. Pasalnya, negara asing dianggap tidak akan rela mempertaruhkan hubungan baik dan kerjasama strategis bersama Indonesia.

"Setelah dilaksanakan eksekusi mati, hubungan Indonesia dengan negara luar akan kembali cair. Mereka pasti tak rela mempertaruhkan hubungan diplomasi dengan Indonesia," tandasnya.

Seperti diketahui, terdapat 10 orang terpidana mati yang akan dieksekusi dalam waktu dekat ini. Mereka adalah Andrew Chan, Myuran Sukumaran, Okwudili Oyatanze, Silvester Obiekwe Nwolise, Rodrigo Gularte, Raheem Agbaje Salami, Sergei Areski Atlaoui, Martin Anderson, Zainal Abidin dan Mary Jane Fiesta Veloso.

Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam waktu dekat dikabarkan segera menjalankan eksekusi terhadap 10 terpidana mati. Hal itu dikarenakan satu per satu upaya hukum yang ditempuh para terpidana ditolak Mahkamah Agung (MA).

Namun, Kejagung enggan membeberkan jadwal pasti dilakukan eksekusi. Kejagung berdalih masih menunggu putusan Peninjauan Kembali (PK) terpidana mati asal Indonesia Zainal Abidin.

"Kejagung segera tentukan hari H-nya usai putusan PK dikeluarkan," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Tony Spontana.

Namun hari ini, MA ternyata sudah memutuskan untuk menolak PK yang diajukan pihak Zainal Abidin. Juru bicara MA Suhadi mengatakan MA sudah memutuskan untuk menolak PK Zainal secara bulat tanpa dissenting opinion oleh majelis hakim Surya Jaya, Desnayeti, dan Syarifuddin. Atas putusan penolakan PK ini maka berlaku vonis hukuman mati bagi Zainal.

BACA JUGA: