JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta mengusut dugaan korupsi penyelenggaraan Olimpiade Olahraga Siswa Nasional (O2SN) tahun 2013 di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Penyelenggaraan O2SN yang digelar di Balikpapan, Kalimantan Timur, diduga telag merugikan keuangan negara sekitar Rp7 miliar.

Tim penyidik kembali menetapkan tersangka baru berinisial AD selaku kontraktor. Sebelumnya, penyidik telah menetapkan Sumharmoko, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di Kementerian Pendidikan Nasional sebagai tersangka.

"Sudah dua tersangka yang kita tetapkan, terbaru berinisial AD, kontraktor. Sprindiknya sudah keluar sejak 7 Maret 2017," kata Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati DKI, Sarjono Turin di Jakarta, Senin (27/3).

Selain sebagai PPK, Sumharmoko juga menjabat sebagai Kepala Seksi Peserta Didik Subdit Kelembagaan dan Peserta Didik, Ditjen Pendidikan Dasar, Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) saat itu. Kasus ini bermula pada 2013, ketika Direktorat Pembinaan Kemendiknas mengadakan proyek kegiatan lomba kompetensi, sains, dan olahraga.

Anggaran kegiatan ini ditetapkan mencapai sebesar Rp10,8 miliar. Namun dalam penyelenggaran terjadi dugaan perbuatan melawan hukum karena adanya penggelembungan anggaran yang dilakukan tersangka. Biaya yang digelembunggkan antara lain biaya hotel untuk peserta dan penyelenggara yang dinaikkan dari harga sebenarnya atau tidak sesuai dengan yang dilaporkan. Selain itu, ada juga biaya untuk peserta, dan narasumber tidak sesuai dengan apa yang dilaporkan.

Penyidik juga telah menyita uang dari Sumharmoko senilai Rp491,23 juta dari Hotel Hakaya dan Rp117,14 juta dari Hotel Town Balikpapan. Atas perbuatannya itu, tersangka Sumharmoko dikenai Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang Undang No 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Penyelenggaraan O2SN di Kaltim ini melibatkan 4.126 atlet dari 33 provinsi. Kegiatan tersebut terbagi menjadi lima jenjang, yakni O2SN untuk jenjang SD terdapat 11 cabang olahraga , jenjang SMP terdapat tujuh cabang, SMA dipertandingkan lima 5 cabang, SMK sebanyak lima cabang..

Kemudian pada Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus (PKLK) atau SLB Pendidikan Dasar terdapat tiga cabang olahraga, dan O2SN pada PKLK Pendidikan Menengah terdapat tiga cabang yang dipertandingkan.

KORUPSI PENDIDIKAN CUKUP BESAR - Sebelumnya Kejati DKI Jakarta mengusut kasus korupsi proyek pendataan dan pemetaan satuan pendidikan di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) tahun anggaran 2010 dan 2011, yang anggarannya mencapai Rp135 miliar. Kerugian negara dalam kasus diperkirakan mencapai sebesar Rp116 miliar.

Ada lima tersangka ditetapkan sebagai tersangka. Mereka adalah Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Suhenda, Panitia Pemeriksaan dan Penerimaan Barang Effendy Hutagalung, Direktur Utama PT Surveyor Indonesia Fahmi Sadiq dan Manager Proyek PT Surveyor Indonesia Yogi Paryana Sutedjo. Selain itu ada pula Direktur Operasi PT Surveyor Indonesia Mirma Fajarwati Malik.

Kasus korupsi dunia pendidikan yang disidik Kejati DKI Jakarta hanya sedikit dari sekian banyak kasus korups yang terjadi di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat, sepanjang tahun 2006-2015 terdapat 425 kasus korupsi pendidikan yang melibatkan 618 pelaku. Staf investigasi ICW Wana Alamsyah menyampaikan, modus utama yang sering digunakan dalam kasus-kasus korupsi bidang pendidikan adalah penggelapan hingga mencapai 132 kasus dengan kerugian negara mencapai Rp518,7 miliar.

Kasus terbanyak berikutnya adalah penggelembungan atau mark up yaitu mencapai 110 kasus korupsi dengan nilai kerugian negara sebesar Rp448 miliar. Sementara untuk kasus terbanyak berikutnya adalah suap untuk mendapatkan proyek di lingkungan pendidikan yang mencapai sebesar Rp55 miliar.

Untuk jenis dana yang paling sering dikorupsi adalah jenis dana non-pengadaan barang dan jasa (PBJ) yang biasanya untuk operasional sekolah seperti dana BOS sebanyak 247 kasus dengan kerugian negara Rp466 miliar atau sekitar 34 persen dari total kerugian negara.

"Hal yang menarik adalah dana PBJ (DAK, sarana prasarana, infrastruktur sekolah dan buku) yang tercatat sebanyak 178 kasus dan menimbulkan kerugian negara sebesar Rp903,1 miliar atau 65,9 persen dari total kerugian negara. Artinya bahwa PBJ perlu diawasi secara lebih serius dalam hal proses pengadaan dari awal hingga akhir," kata Wana dalam rilisnya beberapa waktu lalu.

BACA JUGA: