JAKARTA, GRESNEWS.COM - Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan mengabulkan seluruhnya gugatan atas Pasal 124 Undang-Undang (UU) Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Sehingga pemerintah harus merumuskan ulang formula yang tepat untuk retribusi pengendalian menara telekomunikasi.

"Mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya. Penjelasan Pasal 124 Undang-Undang (UU) Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," ujar Ketua MK Arief Hidayat dalam sidang pembacaan putusan uji materi di Gedung MK, Jakarta, Selasa (26/5).

Dalam pertimbangannya, hakim anggota Wahiduddin Adams mengatakan tarif retribusi harus dapat diperhitungkan dan memiliki ukuran yang jelas untuk dikenakan pada pembayar retribusi. Sebab kalau perhitungan retribusi tidak jelas maka beban retribusi bisa jadi dialihkan ke konsumen.

"Hal demikian menurut Mahkamah menimbulkan ketidakpastian hukum. Apalagi tujuan retribusi untuk mengendalikan pembangunan menara telekomunikasi," ujar Wahiduddin pada kesempatan yang sama.

Selanjutnya, terkait penetapan tarif retribusi pengendalian menara telekomunikasi maksimal sebesar 2 persen dari Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) memang bertujuan agar tarif retribusi tidak berlebihan dan memberatkan penyedia menara dan penyelenggara telekomunikasi.

Persoalannya pemerintah daerah menggunakan patokan tarif maksimal. Padahal tiap daerah memiliki karakteristik berbeda-beda. Sehingga jika penerapannya sama di tiap daerah tanpa memperhatikan frekuensi pengawasan dan pengendalian akan menimbulkan ketidakadilan.

Menurut Mahkamah, untuk pengenaan pajak, hal yang tidak bisa dihitung dan penerapannya akan sulit seharusnya tidak menjadi sebuah objek pungutan lantaran akan menimbulkan ketidakpastian hukum. Sehingga seharusnya pemerintah dapat menemukan formula yang tepat untuk menetapkan tarif retribusi melalui peraturan yang lebih teknis.

Selanjutnya, ketentuan Pasal 124 UU yang digugat menyebutkan penggunaan jasa pelayanan yang bersifat pengawasan dan pengendalian memang sulit ditentukan penghitungannya. Sehingga prosentase 2 persen dijadikan batas maksimal. Mahkamah menilai ketentuan tersebut jelas menggambarkan tidak terpenuhinya prinsip pemungutan pajak seperti kepastian hukum, keadilan, kemudahan, dan efisiensi.

Menanggapi putusan majelis hakim, kuasa hukum pemohon Radian Syam mengatakan ketentuan dalam Pasal 124 UU PDRD memang tidak memberikan kepastian hukum dan keadilan. Kalau pasal ini diterapkan menurutnya maka komunikasi dari daeah ke kota akan terkendala karena besarnya retribusi pengendalian menara komunikasi.

"Permohonan kita dikabulkan seluruhnya oleh MK dan penjelasan Pasal 124 tersebut dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945. Jadi semua pihak nantinya harus mengikuti putusan MK karena putusannya bersifat final dan mengikat," ujar Radian usai pembacaan putusan di hadapan wartawan, Gedung MK, Jakarta, Selasa (26/5).

Ia melanjutkan dengan dibatalkannya pasal tersebut maka ke depan pemerintah harus membuat formula dan hitungan yang jelas soal besaran retribusi pengendalian menara telekomunikasi. Sebab selama ini memang tidak ada hitungan yang jelas soal besarannya. Sebab pemerintah daerah langsung menetapkan tarif maksimum sebesar 2 persen dari NJOP.

Menurutnya, penerapan tarif retribusi yang mengikuti tarif maksimum tidak memberikan keadilan bagi masyarakat. Sebab besaran retribusi harusnya dihitung sesuai dengan kebutuhan daerah yang bersangkutan.

Untuk diketahui, uji materi UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah diajukan oleh PT. Kame Komunikasi Indonesia. Pemohon merupakan badan hukum privat yang bergerak dalam bidang jasa telekomunikasi dan informasi.

BACA JUGA: