JAKARTA, GRESNEWS.COM - Penyelidikan dugaan kepemilikan ´rekening gendut´ sembilan kepala daerah oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) hingga saat ini tak jelas nasibnya. Padahal Laporan Hasil Analisis (LHA) yang disodorkan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) sudah lengkap.

Kejagung memang telah memulai proses penyelidikan atas nama-nama yang dilaporkan PPATK. Diantaranya ada nama Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam dan Bupati Bengkalis, Riau Herliyan Saleh yang sudah pada tahap penyelidikan.

Ada juga nama mantan Bupati Pulang Pisau, Kalimantan Tengah Achmad Amur yang telah sampai tahap penelaahan. Tak tanggung-tanggung rekening dari sembilan kepala daerah itu, jika dikumpulkan nilainya mencapai Rp1 triliun.

Sayangnya, hingga saat ini, tindak lanjut hasil penyelidikan kasus dugaan rekening gendut para kepala daerah itu tak terdengar lagi kabar beritanya. Untuk kasus yang menyeret Nur Alam, penyidik pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) sempat mengirimkan tim untuk menyelidiki keberadaan perusahaan yang diduga mengirimkan uang ke rekening Nur Alam dengan angka tak wajar.

Rekening Nur Alam yang nilainya mencapai ratusan miliar rupiah diduga didapatkan dari perusahaan Richcorp International. Perusahaan tersebut mentransfer ke rekening sang gubernur sebanyak empat kali dengan nilai total mencapai US$4,5 juta dari sebuah bank di Hong Kong.

Atas temuan itu, Kejaksaan memang berencana memanggil Nur Alam untuk menggali lebih dalam apakah ada unsur pidana suap atau gratifikasi dalam penerimaan dana sebesar itu. Namun belakangan kasus ini seperti meredup.

PPATK sendiri mengaku belum menerima tindak lanjut LHA yang diserahkan ke Kejagung. Ketua PPATK M Yusuf sedikit menyampaikan kekecewaannya atas belum jelasnya penyelidikan LHA terkait rekening gendut kepada daerah tersebut.

PPATK berharap LHA yang diserahkan tersebut ada tindak lanjutnya. "Apakah hasil penyelidikan PPATK terbukti ada pidana atau tidak. Jika didiamkan LHA tersebut, upaya mengungkap korupsi kepala daerah tak akan jalan," kata Yusuf.

Sementara itu, Wakil Ketua PPATK Agus Santoso menyampaikan, LHA PPATK yang disampaikan kepada penegak hukum adalah hasil olah data intelijen dan belum bisa dikategorikan sebagai alat bukti. Diharapkan penyidik Kejaksaan Agung tidak mengabaikan begitu saja LHA tersebut tetapi menindaklanjutinya.

"Penyidik bisa meminta pendalaman data kepada PPATK dan melakukan diskusi gelar perkara bersama untuk penajaman LHA tersebut. Jika naik ke penyidikan, penyidik bisa meminta keterangan ahli dari PPATK. PPATK terus membantu agar bisa berproses (penyelidikan)," kata Agus kepada gresnews.com, Kamis (26/11).

Sebelumnya, Jaksa Agung M Prasetyo mengatakan penyelidikan kasus rekening gendut masih dalam proses. Tim Satgassus masih mendalami LHA dari PPATK tersebut. Kejagung sendiri enggan menerangkan secara terbuka bagaimana proses penyelidikan yang berlangsung lebih setahun itu.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Amir Yanto disoal hasil penyelidikan Tim Satgassus tidak mau menjawab. Amir mengaku belum memiliki data hasil penyelidikannya.

"Saya belum ada datanya, apa yang mau disampaikan," kata Amir di Kejaksaan Agung, Kamis (26/11).

BUKTI KINERJA JEBLOK - Kasus dugaan rekening gendut kepala daerah salah satu yang dipersoalkan kelompok masyarakat antikorupsi. Belum jelasnya penanganan kasusnya membuktikan jebloknya kinerja Kejagung. Selain itu, kasus ini juga menjadi bukti menurunnya semangat pemberantasan korupsi di lembaga Korps Adhyaksa.

Indonesia Corruption Watch (ICW) mempertanyakan keseriusan Kejagung dalam mengusut kasus rekening gendut kepala daerah. Sebab hingga saat ini, dari LHA PPATK hanya satu yang disidang, yaitu kasus Bupati Klungkung, Bali I Wayan Candra.

Wayan Candra, yang kini sudah tak lagi menjabat, divonis 12 tahun penjara oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Denpasar dalam kasus tindak korupsi pengadaan tanah untuk Dermaga Gunaksa. Wayan Candra juga dijatuhi hukuman denda sebesar Rp1 miliar dan mengganti kerugian negara sebesar Rp1,7 miliar.

Majelis hakim menyatakan Wayan Candra terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi, menerima gratifikasi, dan melakukan tindak pidana pencucian uang. Sementara itu, kasus-kasus kepala daerah yang lain masih belum jelas. Padahal ada lebih dari 10 kasus yang dilaporkan PPATK.

Anggota Badan Pekerja ICW Emerson Yuntho salah seorang yang berteriak tak seriusnya Kejaksaan Agung mengusut kasus rekening gendut kepala daerah. Pria yang akrab disapa Eson meminta Jaksa Agung untuk mengusut tuntas.

"Kami minta HM Prasetyo membuktikan kasus ini berlanjut ke pengadilan. Jika tidak kita minta Jaksa Agung (Prasetyo) dipecat," kata Emerson kepada gresnews.com, Kamis (26/11).

Dalam kesempatan terpisah, Direktur Eksekutif Indonesia Justice Watch (IJW) Akbar Hidayatullah menilai hal tersebut sebagai bukti menurunnya semangat pemberantasan korupsi di era Jaksa Agung HM Prasetyo. "Data PPATK lengkap dan sudah diberikan tetapi penyelidikannya tak jelas seperti apa," kata Akbar dihubungi, Kamis (26/11)

Salah satu kasus rekening gendut yang mendapat perhatian adalah Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam. Penyidik langsung menindaklanjuti LHA PPATK tersebut. Bahkan tim jaksa sempat terbang ke Hong Kong guna menelusuri perusahaan tambang Richcorp International Limited yang diduga menjadi sumber dana di rekening Nur Alam. Namun perusahaan tersebut tidak ada.

Nur Alam diduga menerima uang sebesar US$4,5 juta dari seorang pengusaha bernama Mr. Chen. Chen ini dikaitkan dengan perusahaan Richcorp International. Dan pemberian uang itu disinyalir sebagai konsesi pertambangan PT Billy Indonesia. Uang itu ditransfer ke rekening Gubernur Sultra melalui empat kali pengiriman pada 2011.

Nur Alam selaku politisi Partai Amanat Nasional yang dua kali menjabat Gubernur Sultra, dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang disetor ke KPK memiliki kekayaan mencapai Rp31,165 miliar. Tentu angka yang begitu besar jika dikaitkan dengan gaji seorang gubernur agak tidak masuk akal.

TPPU MODUS FAVORIT KORUPTOR - Wakil Kepala PPATK Agus Santoso mengakui lembaganya menyerahkan data transaksi triliunan rupiah di rekening sembilan kepala daerah ke Kejaksaan Agung. Data tersebut diserahkan pada 2011 silam.

Pada Desember 2014, Kepala PPATK M. Yusuf kembali mendatangi Jaksa Agung HM Prasetyo guna memperbarui data hasil analisis transaksi keuangan yang sebelumnya. "Transaksi mencurigakan tersebut berkaitan dengan tindak pidana pencucian uang (TPPU)," kata Agus.

Modus yang dilakukan para kepala daerah itu terhitung canggih. Misalnya ada kepala daerah yang menyamarkan data keuangannya di balik perusahaan miliknya yang bergerak di bidang pertanian. Aliran keluar-masuk uang ke perusahaan tersebut mencurigakan mengingat usaha di bidang pertanian harusnya mengikuti siklus masa panen dan masa jual.

Namun setelah data keuangan itu ditelusuri, ketahuan kalau perusahaan tersebut ternyata fiktif. Diketahui, uang yang masuk ke rekening di kepala daerah ada uang dari proyek-proyek di wilayahnya.

Kasus semacam inilah yang menyeret mantan Bupati Klungkung I Wayan Candra. Dalam kasus ini Wayan Candra ketahuan menerima fee dari makelar tanah untuk pengadaan dermaga Gunaksa.

Dana itu tak langsung masuk ke rekening Wayan Candra, tetapi "dicuci" dulu lewat perusahaan miliknya. Diantaranya adalah Bali Perkasa Internasional dan Bahtera Sujud Anugerah.

Modus berikutnya adalah membuka rekening penampung untuk menerima dana dari pihak lain. Dari rekening itu kemudian dana-dana dipindahkan bertahap ke rekening si kepala daerah.

Modus ketiga adalah membeli polis asuransi. Dalam kasus Nur Alam misalnya, Rich Corp tidak mentransfer uang langsung ke Nur Alam, tetapi ke sebuah perusahaan asuransi.

Kemudian oleh perusahaan asuransi itu, uang yang ditransfer Rich Corp sebesar Rp30 miliar tersebut dipecah ke dalam tiga polis asuransi atas nama Nur Alam. Sisanya baru ditransfer ke rekening Nur Alam.

Terkait modus-modus ini, Agus mengatakan saat ini, tindak kejahatan pencucian uang memang menjadi modus yang banyak dilakukan pejabat, termasuk para kepala daerah. "Karena itu PPATK berharap penegak hukum serius untuk menindaklanjuti temuan dari PPATK itu," pungkasnya.

BACA JUGA: