JAKARTA, GRESNEWS.COM - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) konsisten mempertahankan pendapatnya mengenai hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tentang pembelian sebagian lahan Rumah Sakit Sumber Waras. KPK tetap beranggapan belum ada unsur pidana dalam pembelian tersebut.

Hal itu dikatakan Wakil Ketua KPK Saut Situmorang saat dikonfirmasi mengenai pernyataan mantan Pelaksana Tugas Ketua KPK Taufiequrrachman Ruki. Ruki berpendapat bahwa ada unsur pidana dalam pemberian rumah sakit itu oleh Pemprov DKI Jakarta.

Saut menyatakan, pihaknya mengamini jika ada kerugian keuangan negara. "Ya bisa jadi kerugian negara ada, itu sebabnya BPK minta DKI kembalikan kerugian sejalan dengan kompetensi BPK. Namun, KPK kan masuk di pintu korupsinya," ujar Saut melalui pesan singkat, Jumat (25/6).

Menurut Saut, meneliti kasus Sumber waras tidaklah mudah karena harus mengonfirmasikan data-data yang ada. Dan hingga kini memang belum ditemukan adanya unsur pidana dalam pembelian Rumah Sakit Sumber Waras.

"Berpikir linier dan complex itu bisa jadi sama-sama check and balance sebenarnya, tinggal sejauh apa kita mau benar, jujur dan adil. Inilah tujuan pembangunan peradaban baru hukum di negara ini yang saya maksud," tutur Saut.

Sementara itu mantan Wakil Ketua KPK Indriyanto Seno Adji membenarkan adanya dugaan kerugian negara dalam pembelian Sumber Waras. Namun, kerugian tersebut tidak langsung berakibat pada adanya unsur pidana dalam perkara ini.

Dia menceritakan, setelah mendapat audit dari BPK tersebut, pihaknya saat itu lantas melanjutkan proses penyelidikan. Dan karena masa tugasnya berakhir, kasus tersebut dilanjutkan oleh pimpinan KPK saat ini.

Dan hasil sementara bahwa penyelidikan belum ada tindak pidana menurut pimpinan saat ini tidaklah mengejutkan. Sebab dalam suatu proses penyelidikan memang diperlukan suatu alat bukti yang cukup untuk meningkatkan ke proses penyidikan.

"Tidak berlebihan kalau KPK memutuskan hal itu (belum ada unsur tindak pidana). Ekspose BPK dari frame hukum pidana masih terlalu umum dan perlu penyelidikan," terang Indriyanto kepada gresnews.com.

Menurutnya, keputusan pimpinan KPK saat ini haruslah dihormati. Sebab dalam proses penyelidikan jika belum ada bukti yang cukup maka tidak bisa naik ke penyidikan, dan hal itu bukan hanya berlaku di KPK, tetapi juga di aparat penegak hukum lain seperti Kejaksaan dan Kepolisian.

"‎Jadi terkait dugaan kerugian negara memang menjadi otoritas BPK dan hasil ekspose BPK tidaklah selalu mengikat penegak hukum, selain itu saya (saat itu) berpendapat bahwa ekspose ini belum bisa difinalisasi karena harus diserahkan dulu kepada penyelidikan KPK yang nantinya akan menentukan ada tidaknya dugaan perbuatan melawan hukum atau penyalahgunaan wewenang," jelas Indriyanto.

ADA UNSUR PIDANA - Sebelumnya, Taufiequrrachman Ruki mengatakan audit investigasi BPK bermula saat ada Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas keuangan Pemprov DKI Jakarta pada tahun anggaran 2014. Dalam hasil itu, ada beberapa temuan yang terlihat janggal dan harus ditelisik lebih lanjut.

"Ada temuan nomor 30 saya ingat karena saya teliti betul kesimpulan temuan itu antara lain mengatakan bahwa pembelian Rumah Sakit Sumber Waras telah mengakibatkan Pemda DKI mengalami kerugian sebesar Rp191 miliar," kata Ruki di Masjid Baiturahman, Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (23/6) malam.

Setelah dipelajari, maka ia menyimpulkan adanya unsur melawan hukum dari pembelian sebagian lahan Rumah Sakit Sumber Waras. Setelah itu, pihaknya lantas melanjutkan temuan tersebut ke tingkat penyelidikan.

Sayangnya, audit investigatif tersebut diterima KPK saat masa jabatan Ruki selesai. Akhirnya, laporan tersebut diserahkan Ruki kepada komisioner KPK yang baru. Apalagi, perkara tersebut masih berstatus penyelidikan.

Ruki mengakui dirinya tidak mendalami hasil audit investigasi tersebut. "Tetapi yang saya baca audit investigasi karena dipaparkan oleh Profesor Edi (BPK) kepada pimpinan KPK lengkap. Cuma saya datang terlambat karena waktu itu saya sakit, diyakini telah terjadi kerugian negara sebesar Rp191 miliar dengan prosedur yang dilanggar Pemprov DKI disebutkan. Kalau tidak salah enam poin indikasi itu yang menjelaskan pertanyaan kami," ucap Ruki.

Ruki pun tidak memahami alasan pimpinan KPK saat ini yang menyebutkan tidak ditemukan indikasi perbuatan melawan hukum. Namun, ia enggan berdebat mengenai hal tersebut. "Saya orang luar, apa bedanya saya dengan pengamat," ujarnya.

Ia menilai telah ada petunjuk perbuatan pelanggaran atas prosedur. Penyelidik seharusnya dapat mendalami hal itu, kemudian perencanaan sebuah anggaran sudah terdapat tata cara yang mengatur hal itu.

Ruki mengingatkan pembelian sebuah tanah dengan menggunakan anggaran negara menggunakan uang kontan, saat tanah itu otomatis milik Pemda DKI saat terjadi pembayaran. "Sekarang perjanjiannya dua tahun kemudian baru bisa jadi milik Pemda DKI. Logikanya sudah menyalahi UU Keuangan Negara. Itu yang saya bilang clue tadi," pungkas Ruki.

BACA JUGA: