JAKARTA, GRESNEWS.COM - Jaksa Agung HM Prasetyo sepertinya tetap konsisten menilai Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) DKI Jakarta Sudung Situmorang tak melakukan kesalahan dan pelanggaran etik dalam kasus suap pengurusan perkara korupsi PT Brantas Abipraya. Pihaknya juga bersikeras tak akan mengenakan sanksi terhadap bawahannya itu.   
Padahal Jaksa Penuntut KPK telah terang mengungkap dugaan peran dan keterlibatan Kajati  DKI dalam kasus suap untuk menghentikan proses penyelidikan kasus korupsi PT Brantas. Bahkan jaksa telah mengungkap kronologis proses penyuapan dalam dakwaan terhadap petinggi PT Brantas Abipraya. Hanya saja jaksa KPK belum mengungkap detail barang bukti dari kronologis peristiwa tersebut.

"Kalau enggak ada salah, masa kena sanksi? Kalau salah pasti kita tindak, tidak ada kompromi kalau salah," tegasnya, ditemui saat acara Buka Bersama di Kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bersama pimpinan lembaga lainnya, Kamis (23/6).

Prasetyo sempat menanggapi pertanyaan para awak media mengenai dugaan keterlibatan Kajati DKI Jakarta dan Asisten Pidana Khusus Tomo Sitepu terkait  kasus penangkapan seorang jaksa dan pihak pengusaha karena kedapatan menerima suap senilai Rp2,5 miliar.  

Dicecar mengenai hal itu, Prasetyo seakan membela anak buahnya. "Orang boleh bicara itu, tetapi fakta persidangan tetap berjalan," kata Prasetyo di Gedung KPK, Rabu (23/6).

Kejaksaan sebelumnya telah melakukan pemeriksaan etik kepada Sudung dan Tomo semenjak perkara ini mengemuka ke publik. Namun, diakui Prasetyo hasilnya nihil, tidak ada pelanggaran etika yang dilakukan keduanya dari pemeriksaan internal Korps Adhyaksa.

Hal tersebut disampaikan langsung Prasetyo saat itu. "(Dari pemeriksaan Jamwas) tidak ada pelanggaran etika," tutur Prasetyo kepada wartawan. Oleh karena itu, Kejaksaan menurutnya tidak akan menjatuhkan sanksi kepada yang bersangkutan dalam perkara tersebut.

BANTAH MELINDUNGI - Meskipun terlihat "membela" Sudung Situmorang dan Tomo Sitepu,  Meskipun begitu, Prasetyo mengaku menyerahkan masalah ini kepada lembaga penegak hukum dalam hal ini tim penyidik KPK. "Iya, nanti kan KPK yang menangani," tutur Prasetyo.

Namun Prasetyo secara tak langsung mengingatkan kepada KPK agar berhati-hati jika akan menjerat kedua anak buahnya itu. "‎Ya iyalah, itu bagian dalam hukum. Mending kita membebaskan seribu orang bersalah daripada menghukum satu orang tidak bersalah," katanya.

Prasetyo menegaskan bahwa pihaknya tidak akan melindungi Sudung maupun Tomo jika KPK mempunyai dua alat bukti permulaan yang cukup. Hal itu dikatakan untuk menjawab rumor bahwa Kejaksaan berperan besar menghambat status Sudung dan Tomo untuk ditetapkan sebagai tersangka.

Ia mengklaim, bahwa selama ini lembaga yang dipimpinnya bersikap kooperatif dalam membantu KPK menegakkan hukum, termasuk jika ada oknum Kejaksaan yang ikut terlibat. Salah satu contohnya terkait kasus suap yang melibatkan beberapa Jaksa di wilayah Jawa Barat yang berujung status tersangka.

"‎Melindungi apa? Tidak ada istilah melindungi. Kamu lihat bagaimana kasus yang di Jawa Barat, saya perintahkan langsung dijemput dari Jawa Tengah, kita serahkan ke KPK. Nggak ada istilah melindungi. Yang salah ya salah, yang benar ya benar. Kita tidak akan lindungi yang salah, tapi kita membela yang benar," tuturnya.

KPK TUDING ADA PERAN KAJATI - Pernyataan Prasetyo tersebut berbeda dengan surat dakwaan penuntut umum KPK kepada tiga terdakwa, yaitu Direktur Keuangan dan Human Capital PT Brantas Abipraya (Persero) Sudi Wantoko dan Senior Manager Pemasaran PT Brantas Abipraya, Dandung Pamularno. Serta dalam persidangan Marudut yang dalam kasus itu bertindak sebagai perantara.

Dalam dakwaan, ada aliran uang suap yang ditujukan kepada Sudung dan Tomo untuk menghentikan perkara dugaan korupsi PT Brantas Abipraya yang ditangani Kejaksaan Tinggi. Jumlah uang suap tersebut mencapai Rp2,5 miliar.

"Dengan maksud supaya Sudung Situmorang dan Tomo Sitepu menghentikan penyelidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi penyimpangan penggunaan keuangan PT Brantas Abipraya sebagai perusahaan BUMN yang dilakukan terdakwa I (Sudi Wantoko)," kata Jaksa Irene Putri saat membacakan dakwaan terhadap para terdakwa di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (22/6).

Maksud para terdakwa memberikan sejumlah uang kepada Sudung Situmorang dan Tomo Sitepu melalui Marudut agar penyelidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi penyimpangan penggunaan keuangan PT Brantas Abipraya (Persero) di Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta dihentikan. Pemberian uang itu sehubungan perkara tersebut akan masuk tahap penyidikan.

Perkara suap itu bermula ketika Sudung Situmorang selaku Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta menerbitkan surat perintah penyelidikan dugaan korupsi penyimpangan penggunaan keuangan PT Brantas Abipraya pada 15 Maret 2016. Dugaan korupsi yang diduga mencapai Rp7 miliar itu menyeret nama  Sudi Wantoko, selaku Direktur Keuangan dan Human Capital PT Brantas Abipraya.   

Terkait proses hukum tersebut, Tomo Sitepu selaku Aspidsus Kejati DKI telah memanggil sejumlah staf PT Brantas Abipraya untuk diminta keterangannya. Kendati masih berstatus penyelidikan, surat permintaan keterangan dari Kejati DKI Jakarta telah mencantumkan nama Sudi Wantoko sebagai orang yang diduga melakukan korupsi.

Oleh karena itu, Sudi mengira bahwa perkara ini telah masuk ke dalam proses penyidikan dan dirinya sudah ditetapkan sebagai tersangka. Ia kemudian mencoba mencari bantuan dengan berkonsultasi dengan Dandung Pamularno.

"Menindaklanjuti permintaan Terdakwa I (Sudi Wantoko), kemudian Terdakwa II mencari informasi mengenai Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, yang kemudian diketahui Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta adalah Sudung Situmorang yang kenal dekat dengan Marudut," pungkas Jaksa KPK lainnya Kristanti Yuni Purnawanti.

Informasi tersebut disampaikan kepada Sudi dan langsung menyetujui untuk memakai jasa Marudut sebagai penghubung kepada Sudung Situmorang maupun Tomo Sitepu. "yo wis lewat pak itu," kata Jaksa Yuni menirukan persetujuan Sudi.

Selanjutnya Marudut menjalin komunikasi dengan Sudung Situmorang, yang kemudian Marudut diarahkan untuk berkomunikasi lebih lanjut dengan Tomo Sitepu. Dari pembicaraan tersebut diduga terjadi deal, untuk memberikan uang kepada para jaksa senilai Rp2,5 miliar, untuk bisa membungkam penyelidikan kasus korupsi penyalahgunaan keuangan PT Brantas. Belakangan KPK membekuk Marudut dan salah seorang jaksa saat dilakukan transaksi pemberian uang suap.  

BACA JUGA: