JAKARTA, GRESNEWS.COM - Paska keputusan majelis hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) yang membatalkan izin pengelola Kebun Binatang Surabaya (KBS) dari Perusahaan Daerah Taman Satwa (PDTS), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) belum juga menunjuk siapa pengelola sementara KBS. Pasalnya, dampak pembatalan izin tersebut, pengelolaan KBS menjadi vakum. Sebab majelis hakim juga tak memutuskan mengembalikan pengelolaan KBS kepada Yayasan Taman Flora dan Satwa.

Humas KLHK Novrizal Tahar mengaku belum mengetahui soal putusan gugatan antara Yayasan Taman Flora dan Satwa dengan pihak KLHK. Saat ditanya apakah KLHK akan memberikan izin pengelola sementara kepada Yayasan Flora dan Satwa sebagai pemilik izin yang seharusnya berlaku hingga 2034, dia juga belum bisa memastikan.

"Saya belum tahu dan belum baca putusannya. Kita akan pelajari terlebih dahulu," kata Novrizal Tahar melalui pesan singkatnya kepada gresnews.com, Minggu (23/10).

Dalam putusannya, majelis hakim pada pokok perkara mengabulkan gugatan penggugat untuk sebagian. Majelis hakim membatalkan SK Menkum LHK nomor Surat Keputusan Menteri Kehutan RI 677/Menhut-II/2014 serta mewajibkan kepada tergugat untuk mencabut SK nomor 677/Menhut-II/2014.

Saat ditanya apakah KLHK akan mengambilalih pengelolaan KBS sampai ada keputusan siapa pengelola KBS yang baru, Novrizal juga enggan menjawab pertanyaan tersebut. Dia beralasan belum melihat putusan majelis hakim PTUN Jakarta yang membatalkan SK LHK kepada PDTS. "Saya belum bisa berikan komentar, karena saya belum lihat keputusannya," jawab Novrizal singkat.

Majelis hakim dalam pertimbangannya menyatakan pencabutan izin yang dimiliki Yayasan Taman Flora dan Satwa yang dilakukan pihak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) cacat prosedur. Pencabutan itu tidak sesuai dengan prosedur yang terdapat dalam Permenhut karena pihak KLHK tidak memberikan peringatan terlebih dahulu kepada Yayasan Taman Flora dan Satwa.

"Pencabutan yang dilakukan oleh menteri tidak prosedural karena bertentangan dengan Permenhut P 53 tahun 2006," kata hakim anggota Adhi Budhi Sulistyo, Kamis (20/10).

Yayasan Taman Flora dan Satwa sebagai pengelola awal, juga mengaku tak puas dengan putusan tersebut. Kuasa hukum pihak yayasan Yuyun Pramesti menilai keputusan majelis hakim yang mengabulkan sebagian tuntutannya tidak komprehensif. Pasalnya, dengan dicabutkannya izin pengelolaan konservasi satwa yang dimiliki PDTS akan berakibat pada vakum alias kosongnya pengelolaan Kebun Binatang Surabaya.

"Keputusan ini kurang komprehensif gitu karena kalau hanya mencabut izin yang diberikan KLHK itu maka akan terjadi kevakuman pengurus," kata Yuyun kepada gresnews.com.

Yuyun berharap, dalam sidang agenda putusan perkara 57/G/LH/2016/PTUN- JKT ini, selain membatalkan SK PDTS juga mengembalikan izin Yayasan Taman Satwa dan Flora. Kalau tanpa pengembalian izin yang masih berlaku sampai 2034 yang dimiliki Yayasan Taman Flora dan Satwa itu akan maka akan terjadi kekosongan hukum terkait siapa pengelola dan lembaga yang bertanggungjawab untuk keberlangsungan KBS tersebut.

Padahal pihak yayasan sendiri dalam petitum gugatannya meminta izin tersebut dikembalikan. "Izin kita tidak dikembalikan padahal dalam petitum gugatan kita mengajukan agar izin kita dilembalikan," kata Yuyun.

Yuyun juga akan berkoordinasi dengan kliennya untuk melalukan upaya hukum banding ke PT TUN agar putusan selanjutnya bisa lebih menyeluruh. Dia menyangsikan ketika terjadi sesuatu di KBS, dengan kondisi saat ini tak ada yang bertanggungjawab untuk menyelesaikannya.

BERHARAP PEMKOT SURABAYA PEDULI - Pihak yayasan sendiri berharap setelah ada putusan PTUN, konflik pengelolaan KBS bisa diselesaikan dengan baik. Setelah putusan ini, pihak yayasan berusaha melakukan perundingan dengan Pemkot Surabaya untuk mencari penyelesaian yang saling menguntungkan.

"Kita berharap Pemerintah Kota Surabaya juga bisa bekerjasama untuk pengelolaan KBS. kan itu tanah Pemkot tapi aset yang ada di KBS itu milik Yayasan," kata kuasa hukum Yayasan Taman Flora dan Satwa Aulia Rachman saat dihubungi gresnews.com, Minggu (23/10).

Rachman mengaku khawatir jika pengelolaan diberikan kepada pihak yang salah. Karena selama ini KBS, pihak yayasan selalu mengelola dengan mandiri tanpa bantuan dari pembiayaan negara baik APBD Pemkot Surabaya atau APBN.

"Selama di Yayasan kan dibiayai dengan biaya sendiri. Mereka (yayasan) kan orang-orang penyayang binatang. Jadi kalau dikasih pengelola kepada orang yang tak paham konservasi akan rentan juga masa depan KBS," ungkap Rachman.

Lebih jauh dia mengungkapkan, KBS merupakan destinasi wisata kelas menengah kebawah. Kalau dibiarkan terus dalam konflik, sambung Rachman, maka khawatir akan merusak masyarakat pariwisata publik Surabaya.

Yayasan Taman Flora dan Satwa Surabaya didirikan sejak tahun 1916. Namun belakangan terjadi konflik internal yayasan sehingga sampai pada gugatan perdata. Sebelumnya pemerintah berjanji akan mengembalikan izin kepada pihak yayasan ketika konflik telah selesai dan memiliki keputusan pengadilan inkracht.

Dalam penyelesaian konflik itu, pihak LHK melakukan langkah diskresi dengan memberikan izin pengelolaan kepada PDTS. PDTS mengajukan ke LHK menjadi pengelola baru KBS. Pemerintah Kota Surabaya melalui PDTS mengaku memiliki aset tanah seluas 15,3 hektare yang ditempati KBS.

Penyerahan ini dilakukan demi menyelamatkan satwa di KBS yang terlantar akibat terjadinya konflik. Kasus ini sendiri medio Januari lalu pernah dilaporkan oleh Walikota Surabaya Tri Rismaharini ke KPK. Saat itu Risma pun melaporkan KBS telah kehilangan 420 satwa diantaranya dua komodo dan 50 jalak Bali.

Risma memang tidak menghitung secara rinci kerugian negara dalam kasus itu. Namun mengingat harga satwa yang hilang bisa mencapai ratusan juta, maka total kerugiannya memang bisa mencapai ratusan miliar.

KPK sendiri pernah berjanji untuk menindaklanjuti kasus ini. Tetapi entah kenapa hingga saat ini, kasus ini tak pernah kedengaran lagi. Kasus KBS tak hanya merugikan negara secara materil tetapi juga immateril yaitu citra Indonesia sebagai negara yang "kejam" terhadap satwa dilindungi dan tak peduli pada konservasi satwa. Bahkan media asing sampai menyebut KBS sebagai "zoo of death".

BACA JUGA: