JAKARTA, GRESNEWS.COM - Sepertinya gaya hidup mewah memang menjadi salah satu alasan mengapa para pejabat negara melakukan korupsi. Ditambah lagi, jika kemampuan finansial sang pejabat tersebut memang kurang mumpuni untuk hidup ala borjuis mengikuti gaya hidup ala eksekutif perusahaan multinasional.

Contohnya, Bupati Biak Numfor Yesaya Sombuk yang memiliki hobi yang terbilang mahal yaitu berolahraga golf. Ia mengaku terbiasa main golf di Jakarta dan Jayapura, sebab di daerahnya tidak terdapat lapangan golf.

Gaya hidup sang Bupati jela sterlihat berlebihan mengingat, ia sendiri mengaku hanya berpenghasilan Rp6,7 juta rupiah per bulan dari pekerjaannya sebagai seorang bupati. Dengan gaji segitu, bagaimana ia bisa membiayai olahraganya tersebut?

Padahal dari sisi ongkos saja, bermain golf di Jayapura misalnya, sudah lumayan mahal. Apalagi jika dia bermain di Jakarta. Untuk urusan tiket dan akomodasi saja, sekali bermain dipastikan bakal menghabiskan duit puluhan juta rupiah.

Toh meski agak diluar nalar, Yesaya tetap mengaku menggunakan uang pribadinya untuk bermain golf. Menurutnya biaya yang dikeluarkannya tidak terlalu mahal. Termasuk membeli peralatan stick golf untuk menunjang hobinya tersebut. "Stick saya tidak terlalu mahal, biasa saja," ujar Yesaya yang menjadi terdakwa kasus suap ini di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (22/9).

Yesaya berkilah, peralatan golf yang dimilikinya merupakan pemberian dari pejabat di Papua, namun ia tidak menyebut nama pejabat tersebut. Ia beralasan, pejabat itu senang jika melihat putra asli Papua bisa bermain golf, karena olahraga tersebut biasanya hanya dimainkan di kota-kota besar.

Tak ayal, pengakuan Yesaya ini langsung disindir Ketua Majelis Hakim Artha Theresia. Sang hakim wajar kesal lantaran hobi sang Bupati kontradiktif dengan penghasilan yang didapatkannya sejumlah Rp6,7 juta. Bahkan, Hakim Ketua Artha mengusulkan Yesaya mengganti hobi mewahnya tersebut.

"Sudahlah, berhenti main golf. Gaji cuma Rp6 juta mau main golf, kontradiksi. Olahraga bisa macam-macam," ujar Hakim Ketua Artha.

Kasus yang menjerat Yesaya ini bermula dari operasi tangkap tangan yang dilakukan KPK pada 16 Juni 2014 lalu. Ketika itu, ia menerima uang sebesar Sin$100 ribu dari pengusaha Teddy Renyut.

Uang tersebut diduga sebagai mahar agar PT Papua Indah Perkasa pimpinan Teddy mendapatkan proyek pembangunan tanggul laut di Biak, Papua. Padahal, proyek tersebut ketika itu masih diusulkan dalam APBN-P 2014 pada Kementerian Daerah Tertinggal.

BACA JUGA: