JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kejaksaan Agung masih memiliki banyak tunggakan eksekusi uang pengganti pidana korupsi yang belum tertagih. Selain eksekusi uang pengganti kasus PT Indosat Mega Media (PT IM2) senlai Rp1,3 triliun. Kejagung juga memiliki tunggakan tagih uang pengganti terpidana kasus BLBI Samadikun Hartono sebesar Rp169 miliar.

"Baru Rp49 miliar yang dibayar. Dia (Samadikun) kan berjanji setiap tahun mau bayar, ya kita usahakan harta dia.  Kalau bisa kita temukan harta dia kita ambil," kata Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejaksaan Agung (Jampidsus) Arminsyah terkait lambannya eksekusi tunggakan Samadikun, Rabu (22/3).

Hasil dari penelusuran sejumlah aset yang dimiliki Samadikun, menurut Armin, saat ini semua aset atas nama perusahaan. Termasuk aset perusahaan yang telah dilakukan sita eksekusi di kawasan Bogor.

Armin menyatakan telah meminta tim jaksa untuk mengkoordinasikan sejumlah aset milik Samadikun untuk dilakukan sita. "Semua harta atas nama perusahaan, tapi masih bisa lah (sita eksekusi)," kata Armin.

Sebelumnya Jaksa Agung Moh Prasetyo telah memerintahkan Jampidaus dan Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat untuk terus gencar menagih sisa uang pengganti Samadikun. Prasetyo mengaikui dirinya menemukan sejumlah kendala dalam menyita aset Samadikun untuk melunasi uang pengganti. Salah satunya karena Samadikun divonis berdasarkan ‎Undang Undang 83 tahun 1971. Dalam UU tersebut diketahui tidak diatur bagaimana tata cara menarik uang pengganti dari  terpidana.

"Beda dengan terpidana sekarang, dikaitkan dengan asetnya, bisa kita sita, bisa kita lelang kita perhitungkan dengan jumlah uang yang harus dibayar, kalau kurang ditambah hukuman badan, tapi yang lama (UU) tidak ada,"‎ tegasnya.

Sesuai kesepakatan Samadikun diberi kemudahan membayar uang pengganti Rp169 miliar selama empat tahun dengan besaran Rp42 miliar setiap tahun. Samadikun adalah terpidana perkara BLBI Bank Modern sebesar Rp 2,5 triliun, namun yang terbukti dikorupsi Samadikun hanya Rp169 miliar. Samadikun sempat buronan kurang lebih 13 tahun.

Pada 2015 silam, Presiden Jokowi telah memerintahkan Kejaksaan Agung memaksimalkan eksekusi uang pengganti para terpidana korupsi. Pemerintah menilai selama ini eksekusi uang pengganti dari terpidana korupsi masih kurang. Melalui Inpres Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi, Presiden Jokowi bahkan, meminta jaksa untuk lebih mengoptimalkan proses eksekusi aset.

Dalam lampiran Inpres itu disebutkan untuk optimalisasi penagihan Uang Pengganti melalui eksekusi aset terpidana kasus korupsi. Sebagai penanggungjawabnya, ditunjuk Kejaksaan Republik Indonesia.

Kejaksaan Agung juga diminta berkoordinasi dengan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Ada tiga hal yang harus dicapai. Pertama, adanya daftar Terpidana Korupsi yang belum melunasi Uang Pengganti dan belum melaksanakan Penjara Pengganti. Kedua, penyerahan daftar minimal 100 Terpidana Korupsi yang belum melunasi Uang Pengganti kepada Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia guna dilakukan penelusuran aset terpidana tersebut oleh masing-masing instansi terkait. Ketiga terlaksananya 50% eksekusi uang pengganti.

KLAIM KEJAGUNG - Dari paparan kinerja Kejagung 2016, Korps Adhyaksa itu mengklaim telah menyelamatkan uang negara sebanyak Rp20,5 triliun dan US$ 263,9 ribu, serta melakukan pemulihan keuangan negara senilai Rp49,2 miliar.
   
Penyelamatan keuangan negara itu berasal dari bidang tindak pidana khusus sebesar Rp275,5 miliar dan US$ 263.929,12 serta dari bidang perdata dan tata usaha negara sebesar Rp20.3 triliun
 
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung M. Rum mengungkapkan, Kejaksaan juga telah mengeksekusi pidana denda sebesar Rp41,6 miliar serta uang pengganti sebesar Rp212 miliar yang sudah disetorkan ke kas negara.

"Kami tidak melakukan persentasenya, tapi dari data yang kami bandingkan meningkat," ujar M. Rum saat mengawali awal tahun 2017.

Sementara itu, Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat, jumlah uang pengganti yang harus dibayar para terpidana perkara tindak pidana korupsi selama 2016, hanya sebesar Rp720,2 miliar. Dari total 573 putusan perkara, hanya ada 246 putusan yang menjatuhkan kewajiban membayar uang pengganti. Jumlah ini kurang dari setengah dari total putusan pada 2016.

Jumlah kewajiban membayar uang pengganti tahun 2016 totalnya lebih kecil dibandingkan dengan total uang pengganti yang tercatat di tahun 2015. Dari 438 putusan, pengadilan menjatuhkan kewajiban uang pengganti terhadap 183 putusan yang divonis pada 2015.

Total uang pengganti pada tahun 2015 Rp1,5 triliun. Sedangkan di tahun 2014, dari total 373 putusan pengadilan, hanya 164 putusan yang meliputi kewajiban membayar uang pengganti sebesar Rp1,4 triliun.

BACA JUGA: