JAKARTA, GRESNEWS.COM - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan kajian mengenai rencana pemerintah menaikkan sumbangan dana partai politik (parpol). Dari hasil kajian, KPK merekomendasikan pemberian dana harus seimbang antara pemerintah dan partai politik itu sendiri.

Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan mengatakan hasil kajian yang dilakukan menemukan fakta penurunan jumlah sumbangan negara kepada partai politik. Pada 1999, parpol mendapat sumbangan sekitar Rp105 miliar, tetapi jumlah itu menurun drastis pada 2002 menjadi hanya sektar Rp13 miliar.

"Kalau dilihat APBN dulu Rp200 triliun, sekarang sudah 10x lipat. Kami lihat ada paradok, naik berkali lipat, tapi alokasi anggaran ke parpol malah turun," kata Pahala di kantornya, Senin (21/11).

Parpol, kata Pahala saat ini menanggung 99,95 persen seluruh pendanaan operDasional sedangkan pemerintah hanya menyumbang 0,05 persen dari pembiayaan partai. Persentase ini dianggap sangat timpang sehingga KPK mengusulkan agar pendanaan partai dilakukan secara merata oleh pemerintah maupun parpol.

Pahala menjelaskan, hasil kajian yang dilakukan untuk 10 partai yang memiliki jumlah suara, mereka membutuhkan dana sekitar Rp9,3 triliun. Dari jumlah tersebut, seharusnya pemerintah menanggung setengahnya atau sekitar Rp4,7 triliun dan sisanya Rp4,7 triliun lagi dtanggung oleh partai itu sendiri.

"Terdiri di pusat kita perkirakan Rp2,6 triliun, di provinsi Rp2,5 triliun, dan kabupaten Rp4,1 triliun. Dari Rp9,3 triliun, partai menanggung setengah parpol Rp4,7 triliun, negara tanggung setengah Rp4,7 triliun," tutur Pahala.

Dari jumlah tersebut, 25 persen digunakan untuk penyelenggaraan organisasi dan 75 persen untuk pendidikan politik. Pahala mengklaim, dengan adanya penambahan dana yang meningkat 1000 persen ini bisa mendorong memperkuat kinerja sebuah partai politik.

Seperti diketahui, dalam Peraturan Pemerintah (PP) tentang Bantuan Keuangan Partai Politik Nomor 5 tahun 2009, partai politik hanya mendapat bantuan Rp108 dari setiap suara yang didapat di DPR. Jika jumlah Rp10.500 terealisasi, maka ada kenaikan lebh dari 1000 persen per satu suara yang didapat partai politik.

"Intinya KPK ingin parpol kuat, karena studi bilang kalau indeks demokrasi kuat, itu ditentukan oleh parpol yang kuat. Yang kita lihat selama ini bahwa pendanaan etik dan rekruitmen dan kaderisasi ini jadi hal yang sangat krusial untuk direkomendasikan perbaikannya untik mencapai parpol yang kuat. Oleh karena itu, kajian KPK bukan hanya pendanaan, tapi dalam konteks memperkuat parpol," kata Pahala menjelaskan alasan rekomendasi ini.

Kajian ini adalah hasil awal dari penelitian yang dilakukan KPK. Selain masalah pendanaan, lembaga antirasuah ini juga merekomendasikan pola perekrutan dan sistem kaderisasi secara terbuka bagi seluruh partai politik.

MEMANEN PERDEBATAN - Rekomendasi dari hasil kajian yang dilakukan KPK ini menuai perdebatan. Para perwakilan partai politik yang hadir seperti Sekjen Partai Demokrat Hinca Panjaitan dan Sekjen Partai Golkar Idrus Marham yang juga hadir dalam pemaparan ini mengapresiasi hasil kajian yang dilakukan KPK.

Hinca menyebut dengan bertambahnya jumlah pendanaan dari pemerintah yang cukup signifikan akan menjadi semangat bagi partai politik dalam menjalankan roda organisasi. Apalagi, beberapa waktu terakhir, parpol akan menghadapi pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak yang tentunya membutuhkan energi yang cukup besar.

"Khusus mengenai pilkada serentak yang terjadi dari tahun lalu sampai hari ini dan kedepan itu perlu energi yang besar dari penyelenggara hingga pengawasnya yaitu salah satunya KPK. Jadi kami usahakan ini akan betul-betul integritasnya terjaga," terang Hinca.

Hal senada dikatakan Idrus Marham. Ia menuturkan kajian yang dilakukan KPK ini akan menguatkan demokrasi pilar politik yang telah ada. Idrus mengakui masalah pendanaan merupakan salah satu aspek terbesar untuk menjalankan sebuah partai politik termasuk dalam tubuh Golkar.

"Yang perlu dikedepankan tata kelola pendanaan parpol. Implikasinya adanya kedewasaan dan independensi parpol ke depan dalam rangka bangun demokratisasi. Kami anggap KPK yang paling (netral) bicara uang. Kalau pihak-pihak lain bicara uang pasti ada apa-apanya. Tentu KPK juga bertanggung jawab gimana penggunaan dan persyaratan sehingga ada kriteria yang harus dipenuhi parpol baru alokasi dana bisa (dikucurkan)," pungkas Idrus.

Hal berbeda disampaikan perwakilan Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus. Menurutnya untuk saat ini penambahan dana parpol dari pemerintah yang diambil dari APBN masih belum diperlukan dan harusnya ditolak oleh pemerintah maupun DPR.

Lucius mengakui jika parpol merupakan salah satu pilar demokrasi. Namun masih perlu kajian yang mendalam apakah parpol siap untuk menerma aliran dana dalam jumlah besar dari pemerintah. "Saya kira patut dikritisi dan untuk sementara wacana itu harus ditolak. Parpol sebagai pilar demokrasi itu iya, namun wacana itu harus dikaji mendalam dan parpol harus benar-benar harus siap," jelasnya.

Menurut Lucius, dengan jumlah suntikan dana yang minim saja partai politik masih tertutup dalam tata kelola keuangannya. Dan bila diberikan tambahan dana besar maka harus merubah beberapa peraturan seperti UU Parpol dan peraturan lain yang ada yang mengatur tata kelola keuangan yang berasal dari APBN.

Selain itu, pemberian dana besar ini juga sangat rawan akan tindak pidana korupsi. Dan bila hal ini terjadi, maka KPK juga turut bertanggungjawab karena memberikan rekomendasi. "Harus ada sanksi keras apabila ketika tidak bisa mempertanggungjawabkan anggaran tersebut dan atau terjadi korupsi. Kalau ada partai yang melakukan itu semua maka sanksinya harus tegas seperti mendiskualifikasi parpol di pemilu selanjutnya. KPK juga harus bertanggung jawab atas rekomendasinya itu," pungkas Lucius.

BACA JUGA: