JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kejaksaan Agung (Kejagung) belum juga mengeksekusi sita aset milik PT Indosat Mega Media (IM2) untuk pembayaran uang pengganti Rp1,3 triliun dalam perkara penggunaan jaringan frekuensi radio 3 G dengan terpidana Indar Atmanto, mantan Direktur Utama IM2. Padahal tenggat waktu pembayaran uang pengganti berdasarkan putusan Mahkamah Agung (MA) telah lewat.

Kejagung punya dalih kenapa eksekusi sita aset tak kunjung dilakukan. Menurut Kasubdit Tipikor Kejagung Sarjono Turin saat ini tim eksekutor dari Direktorat Upaya Hukum Eksekusi dan Akseminasi masih terus menyiapkan langkah-langkah penyitaan. Kejagung tidak akan sembarangan main sita aset karena nilainya sangat besar. Sehingga diskusi tim masih terus dilakukan. "Masih dibicarakan ditingkat pimpinan, bisa minggu depan," jelas Turin di Kejagung, Jumat (21/11).

Eksekusi IM2 dalam rangka pengembalian aset sudah lewat waktu sebagaimana ketentuan UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Nomor 21 tahun 2000. Undang-undang mewajibkan satu bulan pembayaran uang pengganti sudah dilakukan sejak salinan putusan MA diterima. Salinan putusan MA diterima 14 Oktober 2014. Berarti, 14 November seharusnya eksekusi sudah dilakukan.

Sebaliknya, IM2 menolak untuk membayar uang pengganti, sebelum mengetahui hasil permohonan peninjauan kembali (PK) diketahui hasilnya diterima atau ditolak, seperti disampaikan dalam pertemuan di Gedung Bundar, pekan lalu. Sedangkan eksekusi terpidana sudah sebulan lalu dilaksanakan di Lapas Sukamiskin, Bandung, Jabar.

Kejagung pun dinilai tidak tegas untuk segera eksekusi aset. Sebab dalam kasus ini kuat dugaan mulai ada intervensi dari luar. "Tidaklah, ini kan jumlah yang sangat besar jadi harus dibicarakan dulu," kata Turin.

Menurut Kapuspenkum Kejagung, Toni Tribagus Spontana eksekusi sita aset pasti dilakukan karena telah berkekuatan hukum tetap. Kejaksaan hanya melaksanakan perintah undang-undang. Mengeksekusi tentu tak sembarangan. Tim eksekutor perlu merumuskan langkah-langkah yang akan dilakukan dalam upaya pelaksanakan putusan MA tersebut.

Sedangkan tentang dua korporasi yang telah ditetapkan sebagai tersangka, yakni PT Indosat Tbk dan PT IM2 Tbk serta mantan Dirut Indosat Johnny Swandy Sjam dan Hari Sasongko tengah difinalisasi. Untuk kemudian dilimpahkan ke pengadilan. "Tim penyidik tengah mendalami, dengan memeriksa saksi ahli, belum lama ini. Selanjutnya dilimpahkan ke penuntutan (dan lalu diajukan ke pengadilan)," terang Toni.

Sementara itu kuasa hukum IM2 Erick S Paat menegaskan eksekusi sita berdasar putusan MA tak bisa dilakukan. Dasar putusan untuk kerugian negara dan uang pengganti diambil dari hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang tidak sah secara hukum. "Dengan demikian putusan itu tidak dapat dieksekusi," kata Erick dihubungi di Jakarta, Minggu (16/11).

Karena itu Erick berharap Kejagung tidak memaksakan eksekusi uang pengganti dengan menyita aset. Segala sesuatu tetap harus berdasarkan aturan hukum dan berdasarkan bukti-bukti. Terkait perkara ini, IM2 akan mengambil upaya hukum lain untuk mendapatkan keadilan.

Erick mengatakan, PT IM2 bersama-sama dengan Indar Atmanto tengah menyiapkan langkah-langkah hukum ketika Kejagung bersikeras menyita aset untuk uang pengganti. "Kita tunggu saja, kita belum buka saja, kita akan mengambil hukum sesuai aturan yang berlaku," kata Erick.

Perkara ini bermula saat Indar melakukan perjanjian kerja sama dengan PT Indosat untuk penggunaan bersama frekuensi 2,1 GHz. Kerja sama tersebut dinyatakan melanggar peraturan-perundangan yang melarang penggunaan bersama frekuensi jaringan. Penggunaan bersama frekuensi tersebut menyebabkan PT IM2 tak membayar biaya pemakaian frekuensi. Kerja sama selama periode 2006 sampai 2012 tersebut menurut Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) telah merugikan keuangan negara Rp 1,3 triliun.‬

‪Pada 8 Juli 2013, Pengadilan Tipikor Jakarta telah menjatuhkan vonis kepada Indar hukuman selama 4 tahun penjara. Majelis hakim yang diketuai Antonius Widijantono menjatuhkan hukuman pidana uang pengganti kepada IM2 sebesar Rp 1,3 triliun.

BACA JUGA: