JAKARTA, GRESNEWS.COM - Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menjatuhkan vonis terhadap seorang Ibu, Sharon Rose Leasa Prabowo (48), yang melakukan kekerasan terhadap anak kandungnya. Hakim menjatuhkan vonis 1 tahun penjara dan denda Rp60 juta subsidair 1 bulan kurungan pada Sharon yang telah menggores tangan anak kandungnya GT (12) dengan gergaji.

Hakim Nelson Sianturi vonis menyatakan bahwa Sharon secara sah dan meyakinkan telah melanggar Pasal 80 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. "Menjatuhkan vonis satu tahun penjara dan denda Rp60 juta subsidair 1 bulan kurungan," kata Nelson saat membacakan putusan di PN Jakarta Selatan, Jl Ampera, Senin (16/5).

Dalam pertimbangannya, hakim menyatakan bahwa Sharon terbukti telah melakukan tindakan kekerasan terhadap korban maka unsur kekerasan terhadap anak terpenuhi. Sharon juga telah mengakibatkan trauma yang dialami korban. Sedangkan pertimbangan hakim yang meringankan Sharron adalah selama menjalani persidangannya sangat kooperatif.

Peristiwa ini terjadi pada awal Juli 2015. Ketika itu, GT yang merupakan anak kedua dari tiga bersaudara dianiaya oleh ibu kandungnya karena GT tidak mau pulang ke rumahnya. Alasan GT tidak mau pulang karena GT mengaku suka dimarahi ibunya. Alhasil, Sharron marah karena sikap GT yang tak mau pulang dan menggores tangan anaknya pakai gergaji.

Kasus itu terungkap saat salah satu tetangganya, FT (37) melaporkan dugaan kekerasan yang dilakukan Sharon ke Komisi Perlindungan Anak Indonesia dan Polres Metro Jakarta Selatan.

Kekerasan tersebut diduga dilakukan Sharon di kediamannya Kompleks Cipulir Permai RT 15/09 Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Dalam laporannya, FT mengatakan, GT mengalami kekerasan fisik oleh Sharon secara bertahap. Tak tanggung-tanggung, akibat perbuatan ibunya tersebut, kata FT, GT trauma pulang ke rumah dan kini berada di rumah aman di bilangan Jakarta Timur.

Kabar terakhir, korban sempat digergaji di bagian lengannya. Tak hanya itu, pelaku pernah melampiaskan amarahnya dengan melempar mangkok hingga memar di wajahnya.

"Kekerasan fisik itu sudah berlangsung cukup lama yakni sekitar tiga bulan terakhir. Kondisinya tertekan, saya kasihan sekali. Dia kabur dari rumah menuju rumah saya," kata FT di Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, Jumat (3/7).

Kasus berlanjut ke persidangan. Jaksa menuntut Sharon dengan hukuman 3 bulan penjara. Sharon dianggap melanggar Pasal 80 Ayat (1) UU 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Tapi hakim berkata lain, hakim tak sependapat dengan jaksa.

Vonis yang dijatuhkan hakim itu lebih berat dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum. JPU mendakwa terpidana 3 bulan penjara membayar Rp60 juta dan subsidair 1 bulan kurungan.

PIKIR-PIKIR AJUKAN BANDING - Kuasa hukum Sharon Rose Leasa Prabowo, Willy Watu, menyatakan putusan hakim menurutnya tidak objektif. Dia menuding hakim banyak dipengaruhi oleh pemberitaan soal kekerasan terhadap anak yang marak belakangan ini.

Menurut Willy, dalam fakta di lapangan menyatakan kliennya tidak patut diganjar dengan hukuman. Karena Willy meragukan keabsahan berkas berkas mengenai kliennya.

Terhadap vonis yang dijatuhkan hakim kepada kliennya, Willy menyatakan akan memikirkan secara matang untuk mengajukan banding dan upaya hukum lainnya. "Kami nyatakan pikir-pikir dulu untuk mengajukan banding. Kan masih ada waku 7 hari," kata Willy.

Willy juga membantah pemberitaan media yang memberitakan bahwa terpidana melakukan kekerasan dengan menggunakan gergaji kepada korban. Luka yang dialami korban bukan karena digergaji tetapi terkena pohon yang berduri di depan rumahnya.

Keterangan korban yang mengatakan dirinya digergaji menurut Willy merupakan keterangan dari anak yang labil. Ia berpendapat putusan hakim yang mendasarkan pada cerita anak yang mengaku digergaji menurut Willy tidak tepat.

Kuasa hukum Sharon Rose lainnya, Vincent, akan pikir-pikir untuk mengajukan upaya hukum banding. Menurut Vincent, waktu ada waktu 7 hari untuk mengajukan banding, pihaknya akan mengkaji ulang terhadap fakta persidangan. Dia melihat ada peluang bagi kliennya lepas dari hukuman.

"Ada hal yang bisa jadi pertimbangan hakim dengan posisi yang menguntungkan terdakwa namun hal itu tidak dilakukannya," kata Vincent. Namun Vincent tak menjelaskan sisi yang bisa membuat kliennya lepas dari jeratan hukum.

Sementara itu, Jaksa Penuntut Umum, Wahyu Yuli Suryani, mengemukakan hal yang sama seperti kuasa hukum terdakwa. Jaksa Yuli menyatakan akan pikir-pikir untuk mengajukan upaya hukum lainnya. "Kami pikir-pikir dulu," kata Yuli.

VERSI SHARON - Sharon membantah melakukan tindak kekerasan terhadap anak kandungnya sendiri, GT, pada Kamis (26/6/2015). Namun, dia mengakui sebelum dilaporkan hilang ke Polsek Kebayoran Lama, sempat menyuruh anak keduanya tersebut menyiram tanaman di kebun depan rumah.

Sharon mengaku meminta GT menyiram kebun depan. Tapi setelah ia lihat halaman rumah masih kering.

"Saya panggil lagi dia enggak ada. Saya tanya kakaknya enggak ada. Kita cari dan tanya security, katanya GT masih main basket enggak jauh dari rumah," kata Sharon di kediamannya Kompleks Cipulir Permai RT 4/2, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, Jumat (3/7) malam.

Menurut Sharon, anaknya bermain hingga menjelang buka puasa. Namun, lantaran tak kunjung pulang hingga pukul 21.00 WIB, dia mencarinya ke sekitar lingkungan rumah hingga memutuskan membuat laporan kehilangan anak ke Polsek Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, malam itu juga.

"Mereka main basket hampir buka puasa, GT masih main dengan Diandra (11) temannya. Kita tunggu sampai pukul 20.30 WIB, enggak ada kabar. Kami cari dengan mobil sekeliling komplek tanya Diandra apa yang terjadi tapi enggak tahu akhirnya kita lapor polisi," ujar Sharon.

Sharon mengatakan, setelah mendengar berita dia baru mengetahui keberadaan anaknya di salah satu rumah perlindungan anak di Jakarta Timur. Akan tetapi, kata dia, dirinya masih menunggu hasil penyelidikan polisi terkait keberadaan anaknya tersebut.

"Belum terima apapun tentang berita itu. Saya masih menunggu anak saya. Sampai sekarang ini kehilangan masuk proses penculikan karena tanpa izin saya. Saya masih menunggu berita entah dari Polsek manapun," kata dia.

"Saya lebih banyak berhubungan dengan Polsek Kebayoran Lama dengan penyidik. Mereka belum menemukan keberadaan GT. Saya hampir setiap hari berhubungan dengan Bapak Adi (penyidik Polsek Kebayoran Lama). Walaupun dia ada di sana (safe house), saya masih menunggu dan bersama dengan Polsek Kebayoran Lama dan dengan penyidik Bapak Adi," kata Sharon beberapa waktu lalu pada wartawan.

BACA JUGA: