JAKARTA, GRESNEWS.COM - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta Bupati Buton Samsu Umar Abdul Saimun untuk bertindak kooperatif dalam proses penyidikan yang dilakukan terhadap dirinya. Samsu diketahui telah ditetapkan sebagai tersangka dugaan suap kepada mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar.

KPK diketahui telah dua kali melakukan panggilan kepada Samsu untuk diperiksa dalam perkara ini. Namun dua panggilan yang dilayangkan pada 23 Desember 2016 serta 6 Januari 2016 lalu tak digubris. Ia tidak pernah hadir dengan alasan surat selalu sampai mendekati hari pemanggilan.

Faktor teknis yang menghambat proses penyidikan perkara ini pun telah diantisipasi KPK. Melalui Juru Bicaranya Febri Diansyah, lembaga antirasuah ini telah mengirimkan surat sesuai dengan alamat yang diberikan Samsu pada saat pemeriksaan dirinya sebaga saksi.

Kemudian dalam surat panggilan pada 6 Januari 2016, selain secara fisik melalui pos, surat juga dikirim lewat mesin faksimili ke kantor yang bersangkutan. Jadi menurut Febri sebenarnya sudah tidak ada lagi alasan bagi Samsu untuk mangkir.

Selanjutnya, Samsu pun kembali dipanggil pada Jumat (13/1). Namun lagi-lagi yang bersangkutan mangkir dari pemeriksaan. Tetapi ada surat dari penasehat hukum yang meminta untuk penjadwalan ulang. Dan untuk kali ini, KPK pun masih mengakomodir permintaan tersebut.

"Maka KPK akan menyampaikan panggilan kembali minggu ke 4 Januari 2016, kami harap tersangka kooperatif dengan datang. Dua panggilan sudah dilayangkan panggilan ini adalah panggilan pengganti dari sebelumnya yang dibilang baru dapat H-1," kata Febri di kantornya, Jumat (13/1).

Febri memang tidak menyebut tindakan apa yang akan dilakukan jika Samsu kembali tidak menghadiri pemanggilan. Tetapi, KPK, dalam hal ini penyidik memang mempunyai kewenangan untuk melakukan pemanggilan paksa terhadap tersangka jika selalu mangkir dari pemeriksaan.

Mantan aktivis Indonesia Corruption Watch ini juga kembali mewanti-wanti agar Samsu hadir pada panggilan selanjutnya pada akhir Januari nanti. "Kami harap panggilan dipatuhi. jika membantah sangkaan KPK silahkan, kami himbau agar tersangka untuk datang," tegas Febri.
KRITIK KPK - Melalui siaran persnya, tim pengacara Samsu yang dikepalai Yusril Ihza Mahendra dan Agus Dwiwarsono menyampaikan alasan ketidakhadiran kliennya dalam serangkaian pemanggilan di KPK. Kedua pengacara ini berkata tidak pernah menerima surat untuk pemanggilan pertama.

Selanjutnya dalam surat pemanggilan kedua justru diterima melalui staf pemerintahan Kabupaten Buton. Penyampaian surat ini pun begitu mepet dari waktu pemanggilan yaitu hanya berselang satu hari saja. Dan ketika itu, Samsu juga sedang bertugas.

"Surat panggilan ke dua diterimanya melalui staf pemerintahan Kabupaten Buton, sehari menjelang jadwal pemanggilan. Padahal dalam penetapan tersangka, alamat Samsu ditulis dengan jelas. Namun KPK mengirimkan surat panggilan ke kantor Bupati Buton, padahal tahu bahwa Samsu sedang cuti diluar tanggungan negara," tulis siaran pers tersebut.

KPK, menurut rilis yang diterima wartawan harusnya mematuhi bunyi Pasal 2 dalam KUHAP bahwa tersangka haruslah dipanggil dengan cara yang patut dengan mempertimbangkan jarak antara pulau Buton di Sulawesi Tenggara dengan kantor KPK di Jakarta. Surat panggilan harus diterima terima tersangka minimal tiga hari sebelum jadwal pemeriksaan.

"Karena itu sebagai penasehat Samsu, saya mengajak KPK agar sama-sama menegakkan hukum dengan adil dan benar serta mematuhi dengan saksama semua ketentuan hukum acara pidana. KPK harus memanggil kembali Samsu Umar dengan cara yang patut sesuai arahan KUHAP dan saya menjamin Samsu akan taat hukum," terang rilis tersebut

"Sampai saat ini KPK belum pernah melayangkan panggilan ke tiga kepada Samsu. Jadi tidak perlu mengancam Samsu dengan mengatahan hari ini Jumat 13/1/2017 sebagai batas akhir bagi Samsu untuk datang memenuhi panggilan KPK. Ancaman tersebut sama sekali tidak punya dasar hukum," sambungnya.

Tim pengacara berpendapat benar atau tidaknya Samsu melakukan apa yang dituduhkan tergantung pada pembuktian di pengadilan nanti. KPK, kata mereka, tidak perlu membangun opini melalui media bahwa yang bersangkutan memang bersalah. "Biar nanti di pengadilan nanti sama-sama membuktikan apakah yang bersangkutan bersalah atau tidak," tutup keterangan pengacara tersebut.

BACA JUGA: