JAKARTA, GRESNEWS.COM - Mahkamah Agung (MA) lebih memilih penyelesaian sengketa pemilihan kepala daerah (pilkada) sebaiknya tidak dibawa ke badan peradilan. Sebaliknya, MA menyarankan penyelesaian sengketa itu diserahkan kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) atau Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Teknisnya dengan membentuk panitia penyelesaian pilkada atau lembaga khusus untuk menyelesaikan sengketa pilkada.
 
Pernyataan itu disampaikan Hatta menyikapi keluarnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota (Perppu Pilkada) yang memberikan kewenangan mengadili sengketa suara hasil pilkada ke MA.

"Kalau bisa memilih, MA sebenarnya menghindari itu," kata Ketua MA Hatta Ali kepada wartwan di Gedung MA, Jakarta, Rabu (7/1).
 
Meski demikian, Hatta mengatakan MA siap mengikuti isi Perppu Pilkada tersebut apabila sudah disetujui Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). "Tidak ada pilihan bagi MA untuk kembali menangani sengketa pilkada apabila keputusan DPR nantinya tidak ada perubahan sesuai Perppu Pilkada tersebut," lanjut Hatta.

Ketika itu yang terjadi, MA kata dia, siap menjalankan tugas sebagai lembaga yang ditunjuk untuk menangani sengketa hasil pilkada. Sebab, perkara ini awalnya sudah ditangani MA sebelum menjadi kewenangan MK sejak 2009, yang kemudian kewenagannya ini dibatalkan oleh MK sendiri pada Senin, 19 Mei 2014 lalu.
 
Saat itu, Majelis hakim MK memutuskan untuk menghapus kewenangannya sendiri mengadili sengketa pilkada. MK menghapus pasal 236C Undang Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda) dan Pasal 29 ayat 1 huruf e UU No. 48/2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Pasal 236C mengatur mengenai penyerahan wewenang Mahkamah Agung menggelar sengketa pilkada ke MK.

Selanjutnya MK menyatakan akan tetap menggelar PHPU Kepala Daerah hingga ada UU pengganti. "Menyatakan, mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua Majelis Hamdan Zoelva dalam persidangan yang digelar di gedung MK, Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Senin (19/5) lalu.
 
Sayangnya, beleid baru yaitu Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota (UU Pilkada) yang mengembalikan kewenangan pemilihan kepala daerah kepada DPRD, mendapat tentangan keras dari masyarakat. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pun akhirnya turun tangan menyelesaikan polemik tersebut dengan mengeluarkan Perppu Pilkada yang mengembalikan proses pilkada secara langsung oleh rakyat.
 
Perppu Pilkada No. 1 Tahun 2014 yang ditandangani SBY pada 2 Oktober 2014, ini otomatis menganulir UU Pilkada. Dalam perppu ini disebutkan sengketa pilkada diselesaikan di Pengadilan Tinggi. Jika tidak puas, maka para pihak bisa mengajukan banding ke MA. Putusan MA ini bersifat final dan mengikat.
 
Hal tersebut tertuang dalam Pasal 157 Perppu Pilkada yang menyatakan: "Dalam hal terjadi perselisihan penetapan perolehan suara hasil Pemilihan, peserta Pemilihan dapat mengajukan permohonan pembatalan penetapan hasil penghitungan perolehan suara oleh KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota kepada Pengadilan Tinggi yang ditunjuk oleh Mahkamah Agung".

BACA JUGA: