JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kejaksaan Agung mengaku tidak akan bergeming dengan tekanan dari sejumlah negara untuk mengurungkan eksekusi mati. Eksekusi mati akan tetap dilakukan pada Rabu (29/4) dini hari. Hanya saja Kejaksaan Agung menyisihkan nama terpidana mati asal Perancis Sergei Areski Atloui. Disisihkannya nama Sergei, kata Kejaksaan Agung, murni soal aspek yuridis.

"Bukan karena tekanan Presiden Perancis, dia mengajukan perlawanan terhadap putusan yang menolak gugatan terhadap Keppres grasi. Dia mendaftarkan perlawanannya di menit-menit terakhir batas waktu pengajuan di hari Kamis 23 April 2015 jam 4 sore," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Tony T Spontana, Senin (27/4).

Tony menyatakan, tim eksekutor akan tetap melakukan eksekusi mati terhadap terpidana asal Perancis Sergei Areski Atloui. Walaupun tengah mengajukan gugatan terhadap Keppres dari Presiden Joko Widodo yang telah menolak grasinya ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Eksekusi ditunda hingga ada putusan PTUN.

Dia menjelaskan, Sergei seharusnya masuk dalam daftar 10 terpidana mati yang segera dieksekusi mati di Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah. Namun Sergei mengajukan gugatan ke PTUN maka secara otomatis Sergei disisihkan dalam daftar eksekusi mati.

Namun Kejaksaan Agung selaku jaksa eksekutor menghormati proses hukum yang tengah diajukan oleh terpidana mati asal Prancis itu. "Dengan demikian untuk sementara Sergei tidak ikut eksekusi, menunggu proses hukum sah yang harus kita hormati," kata Tony.

Secara terpisah, Jaksa Agung HM Prasetyo menegaskan, akan tetap melaksanakan eksekusi mati terhadap terpidana mati yang upaya hukumnya telah selesai. Tidak ada upaya menunda eksekusi meskipun banyak tekanan. "Sebab hingga kini semua hak terpidana telah terpenuhi," kata Prasetyo.

Ditanyakan soal Sergei, Prasetyo menegaskan bahwa Sergei yang tengah mengajukan gugatan ke PTUN akan tetap menjalani eksekusi mati setelah ada putusan. Eksekusi akan dilakukan tersendiri.

Prasetyo pun mengakui bahwa ada lobi yang dilakukan pemerintah Perancis terkait eksekusi Sergei yang merupakan warga negaranya, tapi lobi tersebut tidak akan mempengaruhi pelaksaan eksekusi mati. "Ya negara-negara yang warganya dipidana mati pasti akan sangat melakukan pendekatan ke pemerintah. Tapi itu tidak akan mempengaruhi kedaulatan bangsa," ungkap mantan Jampidum ini.

Disinggung apakah lobi yang dilakukan pemerintah Prancis langsung kepada dirinya, Prasetyo membantah hal tersebut. "Oh nggak, nggak. Saya kan tidak boleh berhubungan dengan pihak-pihak tersebut tentunya," pungkasnya.

Diketahui, terpidana mati asal Perancis Sergei Areski Atloui mengajukan gugatan atas penolakan Grasi ke PTUN, dengan itu maka Sergei batal dieksekusi bersama 9 terpidana yang rencananya akan dieksekusi mati dalam waktu dekat. Sementara untuk Kesembilan terpidana mati telah berada didalam ruang isolasi, Lapas Besi Nusakambangan.

Sergei adalah salah satu pembangun pabrik narkotika terbesar ketiga di dunia yang dia bangun bersama 21 orang lain di Tangerang, Banten. Pada 11 November 2005 lalu Mabes Polri melakukan penggerebekan besar-besaran dan menyita berton-ton bahan pembuat ekstasi, 148 kg sabu dan sejumlah mesin pembuat ekstasi.

Pabrik tersebut berkapasitas produksi 100 kg ekstasi per minggu. Setiap 1 kg ektasi berisi 10 ribu butir pil dan tiap butirnya dijual seharga Rp100 ribu. Pabrik ini setiap minggunya memiliki omset sebesar Rp100 miliar.

BACA JUGA: