JAKARTA, GRESNEWS.COM - Satu lagi tersangka kasus korupsi pengadaan armada Bus Transjakarta diseret Jaksa Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Pusat ke meja hijau. Dia adalah Hasbi Hasibuan yang saat ini duduk dikursi pesakitan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta. Selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA)/Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pengadaan armada bus Transjakarta articulated 9bs gandeng) paket I dan Paket II Tahun Anggaran 2012 Dinas Perhubungan DKI, Hasbi didakwa jaksa menyalahgunakan wewenang dan mengakibatkan kerugian negara sekitar Rp9,5 miliar.

"Telah melakukan atau turut serta melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara," kata Jaksa Erny V Maramba di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (25/5).

Jaksa Erny menjelaskan kronologis kasus korupsi pengadaan bus Transjakarta itu. Pada 2012 terdapat anggaran di dalam Dokumen Pelaksanaan Anggaran SKPD Dishub untuk kegiatan pengadaan armada bus sebesar Rp152 miliar. Kemudian terjadi perubahan anggaran pada tanggal 17 September 2012 menjadi sebesar Rp137 miliar yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Pemprov DKI Jakarta pada tahun 2012.

Anggaran itu terdiri dari pengadaan paket I sebesar Rp74,895 miliar untuk 18 unit bus dan paket II sebesar Rp74,895 miliar untuk 18 unit bus articulated atau gandeng. Untuk menyusun perencanaan pengadaan armada bus paket I dan Paket II TA 2012 berupa penyusunan Kerangka Acuan Kerja.

Untuk spesifikasi teknis dan Rencana Anggaran Biaya pelaksanaanya dilakukan secara swakelola dengan menunjuk Tim Perencana dari BPPT berdasarkan surat perintah tugas oleh Udar Pristono selaku Kadishub/Pengguna Anggaran kepada Deputi Kepala Bidang Teknologi Industri Rancang Bangun dan Rekayasa BPPT Erzi Agson Gani sebagai Perencana Pengadaan Bus Paket I dan Paket II tahun anggaran 2012.

"Bahwa Erzi Agson Gani dan Tim BPPT juga menyusun HPS (harga perkiran sendiri-red), dan membuat dokumen Pengadaan untuk pekerjaan pengadaan bus Paket I dan Paket II TA 2012 dan terdakwa Hasbi Hasibuan selaku PPK menetapkan Kerangka Acuan Kerja (KAK), spesifikasi teknis, dan HPS," terang Jaksa Erny.

Penetapan itu, dibuat oleh tim perencana sebagai dokumen lelang dan kemudian Gusti Ngurah Wirawan selaku Ketua Panitia Pengadaan menggunakan penetapan rencana pelaksanaan pengadaan dari PPK tersebut dengan langsung menetapkannya sebagai Dokumen Pengadaan untuk melakukan proses lelang melalui lelang elektronik Provinsi DKI.

Sayangnya, hal itu dilakukan tanpa terlebih dahulu melakukan penelitian atau pengkajian ulang sehingga melanggar ketentuan Pasal 11, 17 dan 19 Perpres Nomor 54 Tahun 2010 yang terakhir diubah dengan Perpres Nomor 70 Tahun 2012 karena yang menetapkan HPS, spesifikasi teknis, dan draf kontrak adalah PPK.

"Bahwa dalam pelaksanaan pengadaan armada bus articulated TA 2012, terdakwa telah menetapkan harga perkiraan sendiri tanpa melakukan penilitian terhadap hasil rekomendasi BPPT selaku Tim Perencana yang membuat HPS," imbuh Jaksa Erny.

Padahal, BPPT tidak mempunyai kewenangan untuk menyusun HPS dan menerbitkan Dokumen Penetapan HPS sebagaimana tercantum dalam Laporan Perencanaan Pengadaan Armada Bus Paket I dan Paket II.  Sehingga perbuatan Hasbi bertentangan dengan ketentuan Pasal 11 ayat 1 jo Pasal 66 ayat 7 huruf a, b dan c, Perpres Nomor 54 /2010 jo Perpres Nomor 70 Tahun 2012 tentang Pengadaan Barang/Jasa pada Pemerintah.

Berdasarkan hasil lelang pengadaan armada bus Transjakarta TA 2012 tersebut telah ditetapkan armada bus Paket I adalah PT INKA yang bermitra dengan CV Trisakti dan CV Laksana dengan penawaran senilai Rp Rp68,22 miliar, dan harga negosiasi senilai Rp67,824 miliar. Kemudian, pengadaan armada bus Paket II dipegang oleh PT Saptaguna Daya Prima yang bermitra dengan PT San Abadi dan PT Mekar Armada Jaya dengan penawaran senilai Rp66,573.

"Bahwa dalam proses penetapan pemenang lelang tidak dilakukan verifikasi secara teliti dan benar khususnya untuk penetapan pemenang pengadaan armada bus paket II kepada PT Saptaguna Daya Prima yang bermitra dengan PT San Abadi dan PT Mekar Armada Jaya," ucap Jaksa Erny.

Jaksa Erny menerangkan PT Saptaguna Daya Prima dalam mengajukan penawaran menyampaikan dokumen untuk Kemampuan Dasar adalah pengadaan alat berat dan kendaraan bermotor. Perusahaan tersebut hanya melampirkan surat dukungan, surat jaminan kendaraan, surat jaminan pengadaan kendaraan dan surat pernyataan penyesuaian spesigikasi kendaraan.

"Akibat perbuatan terdakwa tersebut telah menguntungkan suatu korporasi yang mengakibatkan kerugian keuangan negara," cetus Jaksa Erny.

Jaksa Erny pun merinci kerugian negara yang disebabkan oleh perbuatan Hasbi itu. :

A. Honor perencanaan Rp58.737.500
B. Honor Tim Pengendali Teknis Rp429.221.00
C. Honor Tim Pendamping Pengendali Teknis Rp193.814.250
D. Pengadaan bus Paket II Rp8.573.454.000
E. Konsultan Pengawas Rp321.336.000

Sehingga jika dijumlah kerugian negara dalam kasus korupsi pengadaan bus Transjakarta ini menjadi Rp9.576.562.75. "Atau setidak-tidaknya sekitar jumlah tersebut sesuai hasil audit perhitungan kerugian keuangan negara tanggal 23 Desember 2014 yang dikeluarkan BPKP," sambung Jaksa.

Atas perbuatannya itu, Hasbi dianggap melanggar Pasal 3 jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana dan diancam pidana maksimal 20 tahun.

BACA JUGA: