JAKARTA, GRESNEWS.COM - Tim penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) membidik  peran mantan Direktur Utama PT Pos Indonesia I Ketut Mardjana dalam kasus dugaan korupsi proyek portable data terminal (PDT). Kegiatan pengadaan perangkat kerja PDT Tahun 2012-2013 diduga merugikan negara hingga Rp50 miliar.

Pada Rabu (26/11) penyidik telah memeriksa Ketut Mardjana sebagai saksi. Selaku dirut, Ketut Mardjana diduga mengetahui kegiatan pengadaan perangkat kerja PDT Tahun 2012-2013 tersebut. Kedudukan sebagai dirut saat itu ia ikut menandatangani kontrak pekerjaan pengadaan tersebut

Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (JAM Pidsus) R Widyopramono menegaskan semua pihak yang diduga mengetahui akan disisir. Kejaksaan juga tak akan pandang bulu, siapa pun yang terlibat akan ditetapkan sebagai tersangka. Namun untuk menuju ke arah penetapan tersangka harus ada minimal dua alat bukti yang kuat. "Jangan buru-buru tersangka, semua ada prosesnya," kata Widyo di Kejagung, Jakarta, Jumat (28/11).

Dalam kasus ini Kejagung telah menetapkan lima orang tersangka. Mereka adalah Direktur Utama PT Pos Indonesia, Budi Setiawan (BS);  SVP Teknologi Informasi PT Pos Indonesia, Budhi Setyawan (BdS);  karyawati PT Datindo Infonet Prima, Sukianti Hartanto (SH); pegawai PT Pos Indonesia, Muhajirin (M) dan Direktur PT Datindo Infonet Prima, Effendy Christina (EC).

Dalam kasus ini penyidik Kejagung telah menyita  sebanyak 1.675 unit PDT merk Intermec di Kantor Pos Indonesia, Jl Lapangan Banteng, Jakpus beberapa waktu lalu. ‪ ‪Menurut Kasubdit Tindak Pidana Korupsi Jampidsus Kejagung, Sarjono Turin, pengadaan barang-barang ini dilakukan pada tahun anggaran 2013 senilai Rp10,5 miliar.

‪Penyidikan kasus ini berawal dari laporan yang diterima Kejagung terkait dugaan korupsi pengadaan jasa layanan informasi dan komunikasi pada periode 2013 di PT Pos Indonesia dengan kerugian negara mencapai Rp50 miliar dari Forum Pusat Kajian Strategis Pemberdayaan Monitoring Rakyat (PUKAS DAMOR).‬

‪Dalam kasus ini kejaksaan menduga ada peran dari pimpinan PT Pos sebelumnya I Ketut Mardjana. Pimpinan PT Pos saat itu sengaja memilih mitra pengadaan sarana komunikasi yang tidak sesuai dengan kepakaran.‬ Bahkan pengadaan ini melibatkan salah satu perusahaan yang diduga ditunjuk langsung oleh direksi sebagai vendor PT Bhakti Wasantara Net (anak perusahaan PT Pos Indonesia).‬

Vice President Komunikasi Korporat PT Pos Indonesia Dwi Bambang Purwanto mengaku akan menghormati proses hukum yang ada. Namun menurutnya pengadaan PDT telah dilakukan sesuai dengan aturan yang berlaku. Seluruh proses administrasi berjalan sesuai dengan aturan yang berlandaskan asas Good Corporate Governance. Pengadaan PDT ini juga diklaim tidak merugikan negara.

Sementara Direktur Eksekutif Institut Proklamasi, Arief Rachman mendesak Kejagung mempercepat penuntasan sejumlah kasus korupsi, termasuk korupsi di lingkungan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Jika penyidik telah menemukan indikasi kuat keterlibatan pejabat BUMN maka pihaknya meminta untuk segera ditetapkan tersangka.

"Jika tidak, nanti akan mencitrakan ketidakseriusan korps penegak hukum dan terkesan ´kompromi´ dalam menangani suatu perkara," kata Arief dihubungi di Jakarta.

Karena itu, untuk menghilangkan kompromi kasus, Kejagung diharap tak main-main ungkap siapa pun yang terlibat. Termasuk pejabat BUMN.

BACA JUGA: