JAKARTA, GRESNEWS.COM - Sidang korupsi proyek Kartu Tanda Penduduk Elektronik (E-KTP) yang diduga merugikan negara kurang-lebih Rp 2,3 triliun kembali digelar.  Jaksa memanggil 10 saksi untuk memberikan kesaksian dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor) Jakarta itu.

Di antara nama-nama saksi itu, ada nama Olly Dondokambey, yang merupakan Bendahara Umum PDI Perjuangan. Dia memang pernah duduk di Komisi II DPR ketika proyek itu bergulir. Bahkan, dalam surat dakwaan terhadap Irman dan Sugiharto, nama Olly disebut menerima US$,2 juta.

Selain itu, ada saksi Irvanto Hendra Pambudi Cahyo. Irvan, yang merupakan keponakan Ketua DPR Setya Novanto, sebelumnya juga dipanggil tapi tidak hadir.

Irvanto adalah mantan Direktur PT Murakabi Sejahtera. Ia membeberkan keikutsertaannya dalam proses lelang proyek pengadaan e-KTP. Keponakan Setya Novanto ini membentuk konsorsium untuk ikut serta dalam lelang dan berposisi sebagai leader.

"Pada saat ada tender e-KTP, Murakabi ikut serta jadi ketua konsorsium," ujar Irvanto bersaksi dalam sidang lanjutan perkara dugaan korupsi e-KTP dengan terdakwa Irman dan Sugiharto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jl Bungur Besar, Jakarta Pusat, Kamis (27/4).

Irvan menjelaskan dirinya diundang dalam pertemuan soal e-KTP di ruko Fatmawati milik pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong sekitar akhir tahun 2010. Undangan diterima Irvan dari dari PT Pura Barutama yang disebut jaksa terlibat dalam subkontrak pekerjaan pencetakan blangko, inlay, pembuatan hologram dan punching.

"Kalau saya tak salah ingat saya memang sedang ada pekerjaan dengan PT Pura. PT Pura hanya menginformasikan ada pertemuan ke Fatmawati," terangnya.

Di ruko itu, terbentuk tim Fatmawati yang tugasnya menyiapkan kemenangan konsorsium PNRI dalam lelang di Kementerian Dalam Negeri (Kemdagri). Dalam pertemuan di ruko Fatmawati, dipaparkan proyek pengadaan e-KTP secara nasional. Irvan menyebut konsorsium terbentuk bersama PT Java Trade, PT Aria Multi Graphia, PT Stacopa karena sudah lebih dulu memiliki hubungan bisnis.

"Saya sudah ada beberapa pekerjaan dengan PT Stacopa. Sekitar Maret 2011, kita memutuskan ikut tender," sebut Irvan.

Jaksa Irene Putri mencecar Irvanto mengenai modal yang dimiliki Murakabi sehingga berani mengikuti tender e-KTP senilai Rp 5,9 triliun. Irvanto sempat menjawab memutar sebelum akhirnya menyebutkan angka Rp 600 miliar.

"Tahun 2008-2010 itu memang Alhamdulillah kita mendapat klien yang besar-besar. Untuk Murakabi sendiri, mengikuti sendiri tender e-KTP tidak sanggup," ujar Irvanto.

Selain Murakabi, dua konsorsium lain yang ikut serta dalam lelang e-KTP adalah PNRI dan Astragraphia. Irene menyebut dua konsorsium tersebut punya nama besar. Berbeda dengan Murakabi yang merupakan nama baru. "Yang saya tanya modal Murakabi berapa?" tanya jaksa Irene.

"Pada saat kita menghadapi tender, Murakabi cukup percaya diri. Nominal yang kita punya kontrak di luar sekitar Rp 600 miliar. Kita ada satu project yang kita andal kan itu sekitar Rp 600 miliar. Di luar itu ada yang kecil-kecil," jawab Irvanto.

Jaksa kemudian mempertanyakan kepada Irvanto bisa menjadi lead di Konsorsium Murakabi. "Apakah saudara menjadi lead konsorsium karena anggota-anggota konsorsium saudara tahu saudara adalah keponakan Setya Novanto?" tanya jaksa Irene. "Tidak ada urusannya Bu," jawab Irvanto.

"Orang-orang sekitar saudara tahu tidak saudara keponakan Setya Novanto?" tanya jaksa lagi. "Sepetinya tidak dan tidak perlu tahu juga," tegas Irvanto.

Dalam dakwaan jaksa KPK, tim Fatmawati menyepakati sejumlah hal terkait proses lelang dan pelaksanaan pengadaan e-KTP. Jaksa menyebut proses pelelangan akan diarahkan memenangkan konsorsium PNRI dengan membentuk pula konsorsium Astragrapha dan konsorsium Murakabi Sejahtera sebagai peserta pendamping.

Selain itu, dilakukan pemecahan tiga tim dengan tujuan agar seluruh anggota tim Fatmawati bisa menjadi peserta lelang untuk memenuhi minimal peserta lelang sebanyak 3 peserta.

Tim Fatmawati juga mensinkronkan produk-produk tertentu untuk kepentingan e-KTP yang kemudian digunakan menjadi dasar dalam penetapan spesifikasi teknis. Tim ini juga membuat harga pasar yang dinaikkan sehingga lebih mahal.
BANTAHAN OLLY - Sementara itu mantan pimpinan Banggar DPR Olly Dondokambey membantah kenal dengan pengusaha sekaligus tersangka dugaan korupsi e-KTP Andi Agustinus alias Andi Narogong. Olly juga membantah menerima uang dari Andi.

"Apakah saudara kenal dengan orang namanya Andi Agustinus?" tanya jaksa pada KPK Abdul Basir dalam sidang lanjutan dengan terdakwa Irman dan Sugiharto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jl Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Kamis (27/4/2017).

"Tidak kenal, sama sekali," jawab Olly. Sidang korupsi proyek e-KTP kembali digelar. Jaksa KPK memanggil 10 orang saksi diantaranya Bendum PDIP Olly Dondokambey.

Olly mengaku baru tahu Andi pada saat Andi ditahan KPK. Selain uang dari Andi, Olly juga membantah menerima uang dari Nazaruddin.

"Tidak pernah menerima suatu uang atau barang terkait dengan fungsi saudara?" tanya jaksa.

"Tidak pernah. Sama sekali," ujar Olly.

Olly sebelumnya sempat ditanya mengenai pengambilan keputusan di Banggar saat pengesahan anggaran. Olly menyebut Banggar melakukan musyawarah dalam mengambil keputusan.

Olly dalam surat dakwaan Irman dan Sugiharto disebut menerima duit e-KTP sebesar USD 1,2 juta. Dia sebelumnya sudah memberikan bantahan terkait hal tersebut. (dtc/mfb)





BACA JUGA: