JAKARTA, GRESNEWS.COM - Calon Presiden nomor urut 1 Prabowo Subianto, menyatakan menolak pelaksanaan dan menarik diri dari proses Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014. Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Anis Matta mengatakan Prabowo-Hatta memilih jalan politik menolak pelaksanaan pilpres yang sedang berlansung tanpa menunggu membawa ke Mahkamah Konstitusi (MK) karena permasalahan pilpres bukan sekadar masalah hukum, tetapi juga menyangkut mengenai trust (kepercayaan).

"Kita tidak percaya kepada kejujuran dan keadilan para penyelenggara," tegas Anis di Rumah Polonia, Cipinang Cempedak, Jakarta Timur, Selasa (22/7).

Tidak hanya itu, Anis menjelaskan pihaknya juga telah meminta beberapa kali proses selanjutnya termasuk proses perhitungan suara ini termasuk pemungutan suara ulang kepada KPU namun tidak direspon dengan baik. "Kita minta di 5.800-an TPS tetapi yang dipenuhi cuma 13. Tuntutan-tuntutan ini secara akumulatif tidak diterima sehingga baru hari ini kita nyatakan secara resmi, secara nasional," ujarnya.

Karena itu, anggota tim pemenangan koalisi merah putih ini menegaskan langkah ini  sudah dipertimbangkan dengan matang dan siap untuk mempertanggungjawabkannya. "Ini adalah pilihan politik karena ini adalah distrust, ketidakpercayaan. Jadi ini ilegal (keputusan KPU)," tegasnya.

Terkait adanya pasal yang mengatur bahwa tiap pasangan capres-cawapres akan dikenakan sanksi pidana, Anis mengaku pihaknya siap mempertanggungjawabkan keputusan pihaknya tersebut. "Kita punya alasan untuk melakukan itu. Akan kita pertanggungjawabkan,".

Anis juga berkomitmen untuk tetap setia bergabung dalam koalisi Merah Putih. Karena koalisi ini juga sudah dideklarasikan memjadi koalisi permanen. "Koalisi kuat, tak ada yang rontok," tegas Anis lagi

Ditempat yang sama, Tim Advokasi Prabowo-Hatta Mahendradatta, menegaskan kubunya menarik diri dari proses pemilihan umum presiden dan tidak akan mengajukan gugatan ke MK. "

"Kita kan sudah menarik diri, jadi yang mempunyai legal standing yang bisa ke MK, yaitu yang terdaftar sebagai capres Cawapres. Bagaimana bisa ditetapkan jika Pilpres hanya diikuti satu pasangan saja? Kan tidak bisa," kata dia di Rumah Polonia, Jalan Cipinang Cempedak, Jakarta Timur, Selasa (22/7).

Menurutnya, dengan menarik diri, pihaknya bukan lagi capres dan cawapres sehingga tidak punya legal standing. Keputusan ini diambil juga disebabkan bahwa Komisi Pemilihan Umum (KPU) selama ini sudah mengabaikan segala proses rekomendasi dari Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu).

"Jika Pelaksanaan Pilpres tetap dilakukan maka hal itu adalah ilegal. Sudah jelas-jelas cacat, banyak kecurangan. Jadi Pemilu ini bukan milik rakyat tetapi milik KPU ujar Mahendra.

Atas penarikan diri ini, Ketua Presidium Indonesia Police Watch Neta S Pane menilai, tugas Polri akan makin berat dalam mengamankan jalannya Pilpres 2014. Dia menilai, setidaknya ada dua tugas berat Polri. Pertama, mengantisipasi gejolak sosial politik di masyarakat pasca penolakan Prabowo. Kedua, Polri harus memproses Prabowo secara pidana. Sebab menurut ayat 1 Pasal 245 UU Pilpres, menarik diri atau mundur dari proses pilpres adalah kejahatan demokrasi. Prabowo akan terancam pidana penjara dan denda.

Dalam ayat 2 Pasal 245 UU Pilpres disebutkan, Pimpinan Partai Politik atau gabungan pimpinan Partai Politik yang dengan sengaja menarik calonnya dan/atau Pasangan Calon yang telah ditetapkan oleh KPU sampai dengan pelaksanaan pemungut an suara putaran kedua, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda paling sedikit Rp50 miliar dan paling banyak Rp100 miliar.

IPW menyayangkan sikap Prabowo yang tidak kesatria dan tidak menggambarkan sikap kenegarawanan itu. "Sebab, sikap tersebut bisa memprovokasi dan menjadi ancaman bagi situasi kamtibmas di seluruh Indonesia, yang sepanjang proses Pemilu dan Pilpres 2014 sudah berjalan sangat kondusif," katanya dalam siaran pers yang diterima Gresnews.com, Senin (22/7).

Dalam pidatonya Prabowo mengatakan, ia berjalan di atas penegakan hukum. Padahal  mundur dari proses pilpres adalah sebuah kejahatan demokrasi dan persoalan serius. Polri harus mencermatinya agar tidak menjadi gangguan kamtibmas. Menarik diri dari proses pilpres membuat Prabowo kehilangan kesempatan untuk mempersoalkan kekalahannya ke Mahkamah Konstitusi (MK).

"Jika Prabowo ngotot tetap mempersoalkan kekalahannya ke MK, Polri harus bertindak tegas menghentikannya. Bahkan, Polri harus memeriksa pelanggaran pidana Pasal 245 UU Pilpres yang dilakukan Prabowo," kata Neta.

IPW berharap masyarakat tidak terpancing dengan kondisi ini dan Polri diharapkan bertindak profesional dalam menjaga situasi kamtibmas, seperti yang sudah dilakukannya selama ini.

BACA JUGA: