JAKARTA, GRESNEWS.COM - Setya Novanto menghadiri sidang e-KTP setelah sebelumnya sempat mangkir. Dalam persidangan ia mengaku tidak tahu bila anaknya, Dwi Michaella, pernah menjadi komisaris perusahaan yang mengikuti lelang proyek e-KTP. Novanto pun mengaku sedikit bingung.

"Saksi kenal dengan yang bernama Dwina Michaela?" tanya jaksa KPK kepada Novanto dalam sidang lanjutan dengan terdakwa Andi Agustinus alias Andi Narogong di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Jumat (3/11).

"Iya kenal pak. Anak saya itu pak," jawab Novanto.

Kemudian, jaksa mengonfirmasi tentang informasi bila Dwina pernah menjadi Komisaris PT Murakabi Sejahtera. Novanto mengaku tak tahu.

"Apakah saksi tahu Dwina Michaela ini pernah jadi Komisaris di PT Murakabi Sejahtera?" tanya jaksa.

"Tidak tahu pak," ucap Novanto.

Menurut jaksa, Dwina menjadi Komisaris PT Murakabi Sejahtera sejak tahun 2012. Jaksa juga menyebut alamat PT Murakabi Sejahtera berada di Menara Imperium, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan.

"Nanti kami tunjukkan dokumen pak di tahun 2012 Dwina ini pernah jadi komisaris di PT Murakabi Sejahtera. Kemudian tadi saksi terkait dengan Murakabi tadi ya pak ya. Kan tadi saksi jelaskan alamat Murakabi ini di Menara Imperium lantai 27 betul pak ya?" tanya jaksa.

"Kami tidak tahu pak saya pikir tadi masalah equity mohon maaf agak confused saya. Mohon maaf," ucap Novanto.

Selain itu, jaksa juga menanyakan tentang kepemilikan saham Deisti Astriani Tagor dan Reza Herwindo yang merupakan istri dan anak Novanto di PT Mondialindo Graha Perdana. Perusahaan itu disebut jaksa sebagai pemegang saham mayoritas PT Murakabi Sejahtera.

"Dari dokumen yang ada 80 persen dari saham PT Mondialindo Graha Perdana dimiliki Deisti dan Reza lalu dijual ke Cyprus Antonia Tatali, apakah saudara tahu Cyprus Antonia Tatali itu pengusaha atau pengacara?" tanya jaksa.

Novanto mengaku hanya tahu Cyprus sebagai pengusaha. Jaksa kemudian meminta penjelasan Novanto yang disebut pernah menjabat sebagai komisaris Mondialindo.

Novanto mengaku tidak terlalu ingat, seingatnya itu terjadi tahun 2002. Namun, Novanto mengaku menyerahkan kepemilikan sahamnya di Mondialindo kepada Heru Taher. Setelahnya, Heru meninggal dunia dan menyerahkannya ke Deniarto Suhartono

"Apakah dari Deniarto Suhartono kemudian dijual lagi kepada istri saksi?" tanya jaksa.

"Saya tidak tahu," jawab Novanto.

"Dari dokumen yang kami miliki, kepemilikannya dialihkan dari Heru ke Irvanto (Irvanto Hendra Pambudi Cahyo/keponakan Novanto) bukan ke Deniarto, baru dari Irvanto ke istri saksi, bagaimana?" tanya jaksa.

Novanto pun mengaku tidak tahu. Kemudian, jaksa menanyakan lagi apakah pemilik saham, selain istri Novanto yang bernama Deisti Astriani Tagor, ada juga nama Reza Herwindo (anak Novanto) sebagai pemilik saham.

"Selain Deisti Astriani Tagor, ada juga Reza Herwindo sebagai pemilik saham?" tanya jaksa.

Lagi-lagi, Novanto tak tahu. Jaksa pun mengatakan bila ada dokumen yang menyebutkan bila 2 nama itu memiliki saham di perusahaan itu.

"Di dokumen kami, selain Deisti Astriani Tagor ada juga Reza Herwindo yang punya 30 persen kepemilikan saham, apakah pernah disampaikan?" cecar jaksa yang kembali dijawab Novanto tidak tahu.

Dalam dakwaan Irman dan Sugiharto, PT Murakabi merupakan salah satu konsorsium yang ikut proses lelang proyek e-KTP bergulir. Pembentukan konsorsium PT Murakabi dan satu lagi yaitu Konsorsium Astra Graphia memang sengaja dibentuk untuk mengawal konsorsium Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI) memenangkan lelang tersebut.

Hal itu terungkap dalam persidangan kasus tersebut dengan terdakwa Irman dan Sugiharto. Dalam dakwaan keduanya pun jaksa KPK menyebut adanya tim Fatmawati yang menyiapkan 3 konsorsium itu.

Tim Fatmawati yang dibentuk Andi Narogong menyepakati sejumlah hal terkait proses lelang dan pelaksanaan pengadaan e-KTP. Jaksa menyebut proses pelelangan akan diarahkan memenangkan Konsorsium PNRI dengan membentuk pula Konsorsium Astra Graphia dan Konsorsium Murakabi Sejahtera sebagai peserta pendamping.

Selain itu, dilakukan pemecahan tiga tim dengan tujuan agar seluruh anggota tim Fatmawati bisa menjadi peserta lelang untuk memenuhi minimal peserta lelang sebanyak tiga peserta.

Wasekjen Golkar Maman Abdurrahman memandang hadirnya Ketum Golkar Setya Novanto di sidang e-KTP sebagai bukti penghormatan proses hukum di pengadilan. Maman berharap semua pihak tidak mengambil kesimpulan dengan melangkahi proses hukum.

"Hadirnya Pak Novanto di pengadilan sebagai sebuah bentuk pembuktian beliau menghormati proses (hukum) tersebut," kata Wakil Sekjen Golkar Maman Abdurrahman, Jumat (3/11).

Maman meminta KPK dan aparatur penegak hukum yang terlibat tidak langsung mengambil kesimpulan dengan melangkahi proses hukum. Hal untuk membangun sistem bernegara yang baik.

"Saya berharap pihak KPK dan aparatur penegak hukum yang terlibat dalam perkara ini tidak boleh berkesimpulan atau bertindak melangkahi proses hukum yang ada. Demi terbangunnya sebuah sistem bernegara yang baik dan benar, serta memberikan pembelajaran penegakan hukum kepada publik kita," ujar Maman. (dtc)

BACA JUGA: