JAKARTA, GRESNEW.COM - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hari ini kembali menjadwalkan pemeriksaan terhadap Otto Cornelis Kaligis sebagai tersangka dalam kasus suap Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan. Namun pengacara senior itu kembali menolak pemeriksaan.

Pria yang akrab disapa OC Kaligis itu beralasan bahwa sebagai tersangka ia tidak berkewajiban membuktikan tindak pidana yang dilakukannya. Kaligis menganggap hal itu tertera dalam undang-undang yaitu Pasal 66 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang berbunyi, "Terdakwa atau tersangka tidak dibebani kewajiban pembuktian".

Pengacara OC Kaligis, Humprey Djemat, menyadari bahwa kliennya mempunyai konsekuensi dengan menolak pemeriksaan yang dilakukan tim penyidik. Meski demikian, ia berkilah bahwa hal tersebut hanyalah cara untuk mempersulit penyidikan.

"Itu konsekuensi Pak OC, tetapi yang paling penting di sini orang tidak boleh dipaksa, apalagi dengan cara-cara penekanan seperti itu, apalagi yang membuat fatal jiwanya. Kan mereka sudah bawa dokter tadi pagi, dokter akui tensinya tinggi," ujar Humprey saat mengunjungi KPK, Jumat (31/7).

Pengacara lainnya, Johnson Panjaitan, juga mengatakan hal senada. Menurutnya, penolakan yang dilakukan OC Kaligis adalah hak sebagai tersangka yang dilindungi undang-undang. Ia pun menantang KPK untuk membuktikan seluruh sangkaan kepada kliennya di pengadilan, termasuk konsekuensi hukum dari sikap penolakan itu.

"Itu hak yang dilindungi undang-undang. Soal itu merugikan atau tidak nanti kita buktikan di pengadilan, tapi yang penting KPK harus konsisten," tandas Johnson.

OC Kaligis, menurutnya, sedang sakit. Tensi darahnya cukup tinggi hingga 190/100. Tetapi penyidik tetap memaksa melakukan pemeriksaan terhadap kliennya itu. KPK juga tidak membawa ke dokter spesialis di RSPAD Gatot Subroto Jakarta, padahal dokter Yohannes dari KPK telah menyarankan untuk pemeriksaan tersebut.

Johnson mengungkapkan kronologi pemeriksaan yang terkesan diam-diam, tanpa sepengetahuan tim pengacara. Pagi tadi penyidik dan tim dokter KPK memeriksa keadaan OC Kaligis yang ditahan di Rumah Tahanan Negara Militer POMDAM Jaya Guntur, Jakarta Selatan.

ALASAN SAKIT - Dari hasil pemeriksaan, OC Kaligis memang menderita sakit dan tidak memungkinkan menjalani pemeriksaan. Penyidik tetap ingin menggali keterangan tetapi Kaligis kembali menolaknya. Kedua pengacara ini pun menganggap pemeriksaan ini telah selesai dan tidak bisa dilanjutkan.

"Rupanya tadi jam 3, Christian (penyidik KPK) bersama tujuh orang lain ada dua orang yang bawa kamera dan salah satunya bernama Edi Waluyo datang ke Guntur untuk memaksa Pak OCK (OC Kaligis-red)  untuk diperiksa sebagai tersangka," urai Johnson.

Kebetulan di sana Kaligis sedang berbicara dengan salah satu tim pengacara. Tetapi oleh para penyidik mereka tidak diizinkan dan disuruh keluar. Padahal, para kuasa hukum sedang berkonsultasi dengan kliennya dan hal itu dilindungi undang-undang.

"Pak OCK keras, terjadi perang mulut dan adu mulut antara Christian dan Pak OCK dan kemudian dipisahkan, Pak Humphrey juga ke sana dan dihalang-halangi," imbuh Johson.

Humprey yang turut mendatangi KPK juga menceritakan kejadian tersebut. Ketika baru datang, salah seorang penyidik meminta seluruh penasehat hukum untuk keluar. Humprey pun tidak terima dengan menyebut bahwa ia mempunyai hak untuk bertemu kliennya.

Terlebih lagi saat itu OC Kaligis sedang menderita sakit. "Ini jelas pelanggaran HAM, bagaimana kalau terjadi sesuatu dengan Pak OCK, kalau dia langsung stroke, atau terjadi sesuatu yang fatal, siapa yang mau tanggung jawab?" tegas Humprey dengan nada tinggi.

Untuk itu, pihaknya akan melayangkan surat protes kepada para pimpinan KPK atas kejadian ini. Sebab apa yang sudah dilakukan penyidik sudah menyalahi prosedur. Seorang saksi ataupun tersangka saat diperiksa seharusnya tidak ada paksaan dan tekanan.

DINILAI TIDAK KOOPERATIF - KPK belum memberikan keterangan terkait hal ini. Namun terkait sikap OC Kaligis yang tidak mau diperiksa, KPK menganggap hal itu sebagai sikap tidak kooperatif kepada penyidik.

OC Kaligis yang merupakan tersangka dalam kasus ini, juga menolak diperiksa sebagai saksi untuk tersangka lain. Bahkan dalam keterangan tertulisnya, dia lebih memilih ditembak mati ketimbang menjalani pemeriksaan.

"Penyidik menilai sikap Pak OCK tidaklah kooperatif," kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha saat dikonfirmasi, Rabu (29/7).

Menurut Priharsa, saat ini penyidik tengah mempertimbangkan langkah-langkah lain untuk menyikapi penolakan OC Kaligis. Namun, dia enggan menyebut apa langkah-langkah dimaksud. "Sedang dipertimbangkan langkah yang akan diambil untuk merespon sikap tersebut," katanya.

Sebelumnya, OC Kaligis mengirimkan pernyataan kepada wartawan mengenai penolakannya untuk diperiksa. Pernyataan dimuat di atas selembar kertas putih yang ditulis tangan sendiri.

Berikut poin keterangan yang disampaikan OC Kaligis yang diterima gresnews.com.

Bagi Semua Pencinta Keadilan!
1) Saya, Otto Cornelis Kaligis diculik tgl 14/7/2015

2) Baru pada hari yang sama saya ketahui ada surat penangkapan dan penahanan. Saya menolak BAP tersangka tgl 14/7/2015. Silakan bawa semua berkas perkara ke pengadilan untuk saya buktikan dalam pembelaan saya

3) Sebagai tersangka UU mengatur Ps 66  KUHAP: Tersangka atau terdakwa tidak dibebani kewajiban pembuktian

4) yang termasuk pembuktian adalah pemeriksaan saksi vide Ps 75 (1) I jo Ps 184 184 (1)

5) Dalam kedudukan saya sebagai tersangka dengan ini saya tegaskan BAHWA SAYA tidak mau diperiksa lagi saksi sama dengan alat bukti. Saya tidak dibebani lagi beban pembuktian

6) Tgl 15/7/2015, tanpa panggilan, saya diperiksa, dengan jemput "paksa" di rutan guntur. Saya diBAP saksi. Padahal hari itu saya minta diperiksa didampingi pengacara saya, karena memang sebagai saksi. Prakteknya pemeriksaan dengan paksaan, intimidasi sering terjadi, tanpa ada yang menyaksikan

7) Sejak tgl 16/17 Juli, saya ke rumah sakit Polri, karena tensi saya 190/100. Sejak itu tensi selalu di sekitar itu. Dokter KPK dokter Yohannes dan pengacara saya telah minta pemeriksaan dokter specialist di RSPAD, tetapi tidak ada jawaban KPK saya dibiarkan mati pelan pelan.

8) Semua saksi2 dari kantor saya diperiksa setelah tgl 14/7/2015 rata2 kurang lebih 12 jam sehingga kantor saya pun berhasil dilumpuhkan KPK. Semua takut akan sadapan KPK.

9)TEGASNYA dengan 2 alat bukti pada diri saya, saya hanya akan berbicara, sekalipun KPK telah menambah Pasal pemberat atas diri saya. (Rutan Guntur, OC Kaligis)


SALAH TAFSIR - Namun  ahli hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menilai bahwa OC Kaligis salah tafsir mengenai Pasal 66  KUHAP tersebut. Sebab, menurutnya, dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi Nomor 30 Tahun 2002, terdakwa atau tersangka berhak membuktikan sebaliknya.

"Itu namanya pembuktian semi terbalik. Karena pidana umum Pasal 66 terdakwa dan tersangka tidak diwajibkan, tapi kalau di UU Nomor 30 UU Tipikor itu pembuktian semi terbalik," kata Fickar kepada gresnews.com, Jumat (31/7).

Menurut Fickar, jika OC Kaligis tidak ingin diperiksa, itu namanya hak ingkar. Tetapi cara yang digunakan tidak seperti itu. Seharusnya, ayah artis Velove Vexia tersebut datang saja dalam agenda pemeriksaan tetapi menolak untuk menjawab pertanyaan.

"Sikap OC Kaligis itu keliru, menolak diperiksa apalagi dia juga bilang diminta ditembak mati, itu keliru," tutur pengacara Bambang Widjajanto ini.

Fickar menjelaskan, apa yang dilakukan OC Kaligis tidak mencerminkan profesinya sebagai ahli hukum tyang mempunyai gelar akademis seorang profesor. Sebab, bagaimana pun  juga sikap yang ditunjukkan aparat penegak hukum seperti KPK, mereka tetaplah harus dihormati.

Dosen hukum ini berpendapat, apa yang dilakukan OC Kaligis dengan menolak pemeriksaan justru merugikan dirinya sendiri. Sebab dengan begitu ia tidak bisa membela dirinya di hadapan penyidik serta menyematkannya dalam Bukti Pemeriksaan Acara (BAP).

"Lebih baik kalau dia datang tapi tidak mau menjawab, ini pasti yang keluar sifat aslinya," tutur Fickar.

Terlebih lagi, kata Fickar, KPK tidak mempunyai kerugian dengan sikap yang ditunjukkan OC Kaligis. Penyidik hanya akan membuat BAP yang menyatakan bahwa ia menolak memberikan keterangan saat diperiksa mengenai perkara ini.

OC Kaligis terjerat kasus penyuapan  terhadap hakim Pengadilan Tata Usaha Negara Medan dan penyelenggara negara. Ia dijerat  pasal 6 ayat (1) huruf a dan pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b dan atau pasal 13 UU Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 tahun 2010 Juncto  pasal 64 ayat 1 Juncto pasal 55 ayat 1 KUHPidana.   

DARI PERKARA DI PENGADILAN - Kasus berawal dari penangkapan penyidik KPK terhadap Ketua PTUN Medan, Tripeni Irianto Putro dan dua rekannya , hakim  Amir Fauzi dan hakim Dermawan Ginting, jugaPanitera PTUN Medan, Syamsir Yusfan, serta seorang advokat yang bekerja di kantor Kaligis & associates, M. Yagari Bhastara alias Gary. Kelimanya langsung ditetapkan KPK sebagai tersangka dan menjalani penahanan.

Dalam penangkapan, penyidik menemukan dua pecahan mata uang asing berupa dollar Amerika dan Singapura sebanyak US$15 ribu dan SGD5 ribu. Dalam proses penggeledahan di rumah panitera sekaligus sekertaris PTUN Syamsir Yusfan, pundi-pundi uang tersebut semakin bertambah menjadi US$700.

Penyidik juga melakukan penggeledahan terhadap Kantor Gubernur Sumatera Utara pun digeledah, dan penyidik menyita sejumlah dokumen. Kantor OC Kaligis juga tidak luput dari penggeledahan, di tempat ini penyidik juga menyita sejumlah dokumen yang diduga terkait perkara.

Kasus korupsi ini diawali gugatan mantan Kepala Biro Kuangan Provinsi Sumatera Utara Ahmad Fuad Lubis yang mengajukan gugatan ke PTUN. Fuad Lubis merupakan anak buah dari Gubernur Gatot Pujo Nugroho. Gugatan itu diduga untuk menyelamatkan nasib Gatot yang diduga tersangkut kasus dugaan korupsi bansos APBD Sumut, tahun 2011, 2012, dan 2013. Sejumlah pejabat Pemprov Sumut juga disinyalir terlibat dugaan korupsi tersebut. Kasus korupsi sendiri tengah diselidiki Kejaksaan Agung.

Dalam proses gugatan itu, Pemprov Sumut diduga ada campur tangan duit. Utamanya untuk mengkondisikan Hakim PTUN untuk mengabulkan gugatan Pemprov Sumut. Terbukti gugatan Pemprov Sumut belakangan dikabulkan Hakim PTUN Medan dengan Nomor: 25/G/2015/PTUN-Medan. Tak lama berselang dikabulkannya gugatan tersebut penyidik KPK melakukan  tangkap tangan saat berlangsung transaksi pemberian uang dari pengacara anak buah OC Kaligis, Yagari Bhastara alias Gary terhadap Ketua Pengadilan PTUN Medan.

Perkembangan penyidikan belakangan KPK juga menetapkan status tersangka terhadap Gubernur Sumut Gatot Pujo dan istri mudannya, Evi Susanti, yang dalam kasus ini diduga ikut berperan menjembatani proses penyuapan tersebut.  

BACA JUGA: