JAKARTA, GRESNEWS.COM - Pengadaan satu unit Kapal Bantu Cair Minyak (BCM) milik TNI Angkatan Laut oleh PT Dok dan Perkapalan Kodja Bahari (DKB) disoal. Perwakilan Serikat Pekerja DKB Adi Partogi Singal Simbolon mengatakan ada dugaan korupsi yang dilakukan pihak PT DKB dalam proses pembuatan kapal itu.

Salah satu indikasinya adalah sejumlah material dan spesifikasi yang dipakai dalam pembuatan kapal BCM itu tidak sesuai kontrak. Akibatnya kapal yang dikenal dengan KRI Tarakan 905 ini mangkrak di PT Dok dan Perkapalan Kodja Bahari.

Serikat Pekerja PT DKB pun telah mengadukan kasus itu ke Badan Reserse Kriminal Mabes Polri pada 29 Desember 2015 lalu. "Ada indikasi korupsi yang dilakukan direksi karena kapal ini masih mangkrak di pelabuhan," kata Adi kepada gresnews.com, Kamis (31/12).

Adi mengatakan, pengadaan kapal yang didanai oleh APBN itu dimulai tahun 2011 lalu. Namun hingga 2013 tak kunjung diserahterimakan kepada TNI AL. Padahal pembayaran untuk pembelian material telah dilakukan sebesar Rp225 miliar.

Karenanya SP DKB berharap polisi menindaklanjuti aduan yang disampaikan tersebut. "Polisi harus menindaklanjuti dugaan pidana tersebut karena berimbas pada karyawan. Sejak 2012 beberapa hak karyawan tidak dibayarkan oleh perusahaan," kata Adi.

PT Dok dan Perkapalan Kodja Bahari merupakan salah satu Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang pembuatan dan pemeliharaan kapal. BUMN yang didirikan 1990 ini merupakan hasil merger empat industri galangan kapal yakni PT Dok dan Perkapalan Tanjung Priok dan PT Kodja, PT Pelita Bahari dan PT Dok dan Galangan Kapal Nusantara.

BUMN ini memililiki dua anak usaha yakni PT AIRIN yang bergerak di bidang depo peti kemas dan pergudangan. Kedua adalah PT Kodja Terramarin yang bergerak di bidang chemical product dan perdagangan umum.

Direksi PT Dok dan Perkapalan Kodja Bahari ini duduki oleh Tjahyadi Dermawan sebagai Direktur Utama. Tjahyadi menjabat sejak Juli 2014 lalu menggantikan Riry Syaried Jetta. Kemudian posisi Direktur Pemasaran dan Pengembangan Usaha diduduki Nyoman Sudiana. Kemudian Bambang Wibisono sebagai Direktur Produksi dan Fasilitas dan Anggiasari sebagai Direktur Administrasi dan Keuangan.

Sayangnya, hingga saat ini gresnews belum mendapat konfirmasi soal aduan yang dilayangkan oleh SP DKB ke Bareksrim Polri.

PENGERJAAN TAK SESUAI KONTRAK - Dari dokumen pengaduan ke Bareskrim Polri, disebutkan kasus ini berawal pada 2011 saat Dinas Pengadaan pada Markas Besar Angkatan Laut melakukan order pengadaan satu unit Kapal BCM dengan PT Dok dan Perkapalan Kodja Bahari lewat penunjukan langsung. Order itu dicatat dalam kontrak nomor: KTR/1039/02-48/XII/2011/Disadal, tanggal 13 Desember 2011.

Dalam kontrak ini disebutkan pembayaran dilakukan secara bertahap sesuai dengan ketersediaan dana pada anggaran berjalan yang dimulai 2011 dan berakhir 2013. Pada proses pengadaan itu telah dibuat beberapa amandemen antara lain amandemen 1 hingga 6.

Dan sesuai dengan amandemen ke-6 penyerahaan materil kontrak selambat-lambatnya pada 22 Desember 2015. Namun pekerjaan Kapal BCM hingga sekarang belum dilakukan serah terima pekerjaan karena permasalah pada mesin kapal.

Yang seharusnya target Engine Speed Maksimal 750 rpm dan Ship Speed Maksimal 18 knot tetapi saat tes sea trail kecepatan hanya mencapai 15 knot. Tes sea trail ini telah dilakukan 13 kali.

Sekretaris Umum SP DKB Eriek Prasetyo menyampaikan ada spesifikasi pembelian material khususnya mesin utama tidak sesuai kontrak. "Harusnya saat uji coba hanya tiga kali tetapi ini 13 uji coba mesinnya tidak mencapai sesuai kontrak. Jadi ada spesifikasi tidak sesuai kontrak," kata Eriek.

Saat mengadukan dugaan korupsi ini ke Bareskrim Polri, Eriek bersama dengan SP DKB mengaku siap menghadapi risiko apapun, termasuk dipecat. Alasannya, tak kunjung diserahterimakan kapal BCM tersebut berimbas pada kesejahteraan karyawan PT DKB.

Anggaran DKB banyak tersedot untuk proyek ini sehingga gaji karyawan ada yang tak terbayar. "Ini harus segera selesai dan hak karyawan lancar kembali. Dan lebih penting jika ditemukan pidana harus diproses sesuai hukum," kata Eriek.

Ketua Umum SP DKB Tati Hartati mengatakan, ada akibat fatal akibat mangkraknya proyek ini adalah tak terbayarnya hak normatif karyawan. Jumlahnya jika ditotal diperkirakan mencapai Rp180 miliar.

SP DKB mengaku telah berbicara dengan direksi. Pihak direksi menjanjikan akan mencicil membayar dengan besaran Rp500 juta per bulan. Namun janji tak pernah ditepati.

Tati mengaku ada anggotanya yang saat pensiun dana Jamsosteknya tidak sesuai dengan saldo karena iuran belum disetorkan oleh perusahaan. Belum lagi uang kesehatan dan lembur karyawan tidak dibayar. "Sejak April hak normatif kami tak dibayar," jelas Tati.

Perlu diketahui pada Maret 2014 silam SP DKB pernah melakukan mogok kerja. Salah satu sebab mogok kerja karena belum diselesaikannya tunggakan iuran dan pensiun dan Jamsostek.

KINERJA BURUK - Kinerja PT DKB sendiri memang tahun ini sedang memburuk. Berdasarkan data Kementerian BUMN, PT DKB termasuk salah satu dari 26 BUMN yang mengalami kerugian di tahun 2014 lalu. Kerugian PT DKB tahun 2014 mencapai Rp176 miliar.

Meski begitu, pihak Kementerian BUMN sendiri sepertinya tak kehilangan kepercayaan atas kinerja PT DKB. Buktinya Menteri BUMN Rini Soemarno mengatakan akan mempercayakan rencana pembangunan kapal pembangkit listrik salah satunya kepada PT DKB.

Rini Soemarno mengaku tengah mempersiapkan agar kapal ´genset raksasa´ tersebut dapat diproduksi di dalam negeri. Caranya dengan mengundang perusahaan untuk berinvestasi dan bekerjasama dengan BUMN.

"Iya (mengundang investasi di sini), sama-sama partner-an. Joint venture," ujarnya di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (8/12) lalu.

Dia mengatakan, BUMN yang bisa terlibat nantinya adalah PT PLN (Persero) dan beberapa BUMN galangan kapal seperti PT Dok Perkapalan Surabaya (DPS), PT Dok Perkapalan Kodja Bahari (DKB), dan PT Industri Kapal Indonesia (IKI). "Pada dasarnya kerja sama antara PLN dengan galangan kapal kita. Kita sedang melihat (Galangan Kapal) mana yang terbaik," ujarnya.

Sekarang, TIM dari PLN sudah berada Turki untuk mempelajari teknologi dari Karpowership. Namun masih dari sisi operasional. Ke depannya akan dilanjutkan dengan transfer teknologi ke Indonesia.

"Ini memang patennya dari mereka. Jadi makanya nantinya sekarang saja sudah ada tim PLN yang ada di sana. Tapi kan itu untuk lebih mengoperasikan. Tapi untuk pembangunannya sama-sama di sini. Perjanjiannya demikian. Engineer kita bisa sama-sama dengan engineer mereka," papar Rini. (dtc)

BACA JUGA: