JAKARTA, GRESNEWS.COM - Tim penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) terus mengumpulkan bukti dugaan keterlibatan Gubernur Sumatera Selatan Alex Noerdin terkait kasus dugaan korupsi Dana Bantuan Sosial dan Hibah 2013. Penyidik tengah menganalisis bukti dan keterangan saksi untuk disimpulkan.

"Dugaan itu (peran Alex) ada, indikasi itu ada dan gambaran kerugian juga sudah ada. Dan sekarang tinggal mengumpulkan bukti-bukti," kata Jaksa Agung HM Prasetyo di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Jumat (24/6).

Diketahui, Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan telah menganggarkan dana untuk bantuan Hibah dan Bantuan Sosial dalam APBD sebesar Rp1.492.704.039.000. Lalu pada APBD Perubahan naik menjadi Rp2.118.889.843.100. Dengan rincian Dana Hibah Rp2.118.289.843.100 dan Dana Bantuan Sosial Rp600.000.000.

Dalam kasus ini, penyidik menemukan dugaan penyelewenangan mulai dari perencanaan, penyaluran, penggunaan, dan pertanggungjawabannya. Semua proses tersebut langsung ditangani oleh Gubernur Sumatera Selatan tanpa melalui proses evaluasi/klarifikasi SKPD/Biro terkait.

Dari situ diduga terjadi pertanggungjawaban penggunaan yang fiktif, tidak sesuai peruntukan, dan terjadi pemotongan. Hingga saat ini, penyidik telah melakukan pemeriksaan sebanyak kurang lebih 1.000 orang saksi baik dari pemerintahan maupun penerima bantuan, pengumpulan dokumen-dokumen, surat-surat dan berkas-berkas yang menyangkut pelaksanaan kegiatan hibah dan bantuan sosial tersebut.

Prasetyo mengatakan Alex Noerdin sebagai gubernur mengetahui kebijakan ini. Penyaluran dana hibah dan bantuan sosial oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan merupakan kebijakan langsung gubernur. "Dia kan gubernurnya. Dia sebagai penentu kebijakan," kata Prasetyo.

Kemarin, Kejaksaan Agung diam-diam kembali memeriksa Alex Noerdin. Ini merupakan pemeriksaan keempat kalinya. Alex Noerdin diperiksa tim penyidik Kejagung sekitar empat jam. Alex mengenakan kemeja putih dan tiba di Gedung Bundar pukul 09.30 WIB dan keluar pukul 13.30 WIB.

Usai diperiksa Alex memilih bungkam saat dimintai tanggapannya soal pemeriksaannya kali ini. Alex langsung masuk ke dalam mobil merek Hyundai dan berlalu meninggalkan Gedung Bundar.

Dalam kasus ini Kejaksaan Agung telah menetapkan dua tersangka. Mereka adalah Ikhwanuddin, mantan Kepala Kesbangpol, dan Kepala BPKAD Sumsel Laonma PL Tobing.

MASIH SAKSI - Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Arminsyah mengatakan pemeriksaan Alex Noerdin sebagai saksi untuk dua orang tersangka. Alex dicecar dengan 15 pertanyaan terkait penggunaan dana hibah.

Armin mengatakan saat ini penyidik fokus menggali keterangan dari Alex mengenai peran dua tersangka. Dari keterangan Alex, kuat dugaan penyelewengan dana hibah dan bansos ini.

Namun Armin enggan membeberkan peran Alex dalam kasus ini. "Dia ditanyakan masalah dari dua tersangka ini. Kalau dia (Alex) sendiri, nanti saja," kata Armin.

Ada dugaan penyelewengan dana hibah dan bansos untuk kepentingan politik. Saat itu Alex sebagai petahana kembali maju pada Pilgub Sumsel 2014. Alex berpasangan dengan Ishak Mekki.

Hasil Pilgub Sumsel saat itu yang dimenangkan Alex digugat ke Mahkamah Konstitusi oleh Herman Deru-Maphilinda Boer. MK memutuskan untuk dilakukan pemilihan ulang karena ditemukan pelanggaran secara terstruktur, sistematis dan masif.

Alex Noerdin usai diperiksa beberapa waktu lalu mengakui ada dugaan penyalahgunaan dana bansos dan hibah sesuai hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Dan salah satu rekomendasi BPK pengembalian dana bansos yang sudah dicairkan sebesar Rp15 miliar.

Alex saat itu mengaku jajaran Pemprov Sumsel telah menjalankan rekomendasi dari BPK kala itu. "Itu kita sudah tindak lanjuti semua," kata Alex usai diperiksa saat itu.

Indonesian Corruption Watch (ICW) menyebut dana bantuan soaisal (Bansos) rawan disalahgunakan. Penyelewengannya meningkat saat akan dilaksanakan pilkada. Temuan ICW menyebutkan dana Bansos dan Hibah kerap digunakan untuk kepentingan popularitas dan modal politik bagi incumbent untuk mencalonkan kembali.

Ada dua kepentingan kepala daerah menyalahgunakan dana Bansos. Pertama, untuk peningkatan popularitas. Programnya ada tetapi konsepnya diatur seolah menjadi bantuan dari kepala daerah. Kedua, dana bansos untuk modal politik.

BACA JUGA: