JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kasus suap kepada para anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Musi Banyuasin, Sumatera Selatan, mulai mendapatkan titik terang. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan dalang pemberi suap kepada para wakil rakyat tersebut.

Adalah Pahri Azhari yang ternyata sebagai pemberi suap. Ia adalah Bupati Musi Banyuasin 2012-2017 yang sebelumnya Wakil Bupati mendampingi Alex Noerdin. Lantas pada 2008, ia diangkat sebagai bupati menggantikan Alex yang maju sebagai Gubernur Sumatera Selatan.

Tak hanya Pahri, KPK juga menjerat istrinya, Lucianty Pahri, dalam perkara ini. Wanita yang akrab disapa Luci itu diduga bersama-sama memberi suap kepada para anggota DPRD terkait Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) dan Pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) periode 2015.

Pelaksana tugas pimpinan KPK Johan Budi Sapto Pribowo mengungkapkan penyidik telah menemukan dua bukti yang cukup kemudian disimpulkan telah terjadi dugaan tindak pidana korupsi. "Itu dilakukan tersangka PA (Pahri Azhari) kemudian juga tersangka L (Lucianty)," kata Pelaksana Tugas Pimpinan KPK Johan Budi Sapto Pribowo di kantornya, Jumat (14/8).

Keduanya dikenakan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah Undang-Undang Nomor  20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Ancaman dari hukuman ini minimal pidana 1 tahun dan maksimal 5 tahun. Dan denda dimulai dari Rp50 juta hingga Rp250 juta.

Saat ditanya wartawan bagaimana peran Luci dalam perkara ini, Johan enggan menjelaskannya secara rinci. Menurutnya, yang bersangkutan hanya membantu suaminya dalam memberi suap kepada para anggota dewan.

Menurut informasi yang dihimpun, dari kocek pribadi Luci uang suap pada kuartal pertama diberikan ke Pemda Muba. Uang itu pun tidak kecil jumlahnya, yaitu sekitar Rp2,65 miliar dari total commitment fee sebanyak Rp17 miliar.

Johan juga enggan berspekulasi apakah kasus suap ini ada kaitannya dengan anggota dewan di Pemprov Sumatera Selatan (Sumsel). Pasalnya, Luci saat ini masih menjabat sebagai anggota DPRD Sumsel periode 2014-2019.

"Dia diduga terlibat dalam kasus (suap) ini," ujar Johan yang tidak mau menjelaskan secara rinci peran dari Lucianty yang menjabat anggota DPRD Sumsel.

Luci juga disebut sebagai orang yang menawar commitment fee yang awalnya Rp20 miliar. Kemudian ia meminta suaminya hanya memberikan Rp13 miliar. Dari proses tawar menawar akhirnya disepakati uang yang disetorkan sebanyak Rp17 miliar.

Peran Pahri dan Luci semakin terang setelah penyidik melakukan rekonstruksi pada Senin 10 Agustus 2015 lalu. Rekonstruksi itu tidak dilakukan di tempat kejadian perkara, tetapi di Gedung KPK.

Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha mengatakan rekonstruksi tersebut melibatkan sejumlah anggota DPRD yang menjadi tersangka, juga melibatkan pasangan ini dan satu orang anggota sekertaris dewan yaitu Thabrani Rizki.

"Namun Thabrani dan Pahri tidak hadir. Tanpa mengurangi substansi, rekonstruksi dilakukan di gedung KPK karena alasan teknis," ucap Priharsa.

BERAWAL DARI OPERASI TANGKAP TANGAN - Sebelumnya, KPK telah menangkap empat orang yang kini telah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap Pertanggungjawaban (LKPJ) Kepala Daerah Musi Banyuasin tahun anggaran 2014 dan pengesahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Muba tahun anggaran 2015.

Empat orang itu, antara lain, anggota DPRD asal PDIP, Bambang Karyanto; anggota DPRD asal Partai Gerinda, Adam Munandar; Kepala Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Muba Syamsudin Fei, dan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Beppeda) Muba, Fasyar.

Mereka ditangkap dalam sebuah operasi tangkap tangan ketika tengah melakukan pertemuan di kediaman Bambang di Jalan Sanjaya, Alang-alang, Palembang, Sumatera Selatan, pada Jumat malam, 19 Juni 2015.

Selain mengamankan sejumlah orang, KPK juga menemukan uang tunai sekitar Rp2,56 miliar dalam pecahan Rp50 ribu dan Rp100 ribu yang diduga merupakan uang suap. Johan Budi ketika itu mengatakan bahwa pemberian uang ketika itu bukan yang pertama kali. Sebelumnya sudah ada sejumlah uang yang diduga diberikan kepada puluhan anggota DPRD Muba pada Januari 2015.

Jumlah uang yang diberikan ketika itu disebut-sebut tidak jauh berbeda dengan uang yang ditemukan KPK pada saat tangkap tangan. Pemberian pertama dilakukan sekitar Januari 2015. Ada 45 orang legislator yang disebut-sebut turut menerima uang dengan jumlah yang bervariasi.

Rinciannya adalah 33 anggota DPRD Muba masing-masing sebesar Rp50 juta, delapan ketua fraksi masing-masing sebesar Rp75 juta, dan empat pimpinan DPRD Muba masing-masing sebesar Rp100 juta.

Uang suap disebut bersumber dari dana talangan Bupati Musi Banyuasin (Muba), Pahri dan istrinya Luci. Uang itu disalurkan melalui Kepala Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin (Muba), Syamsudin Fei, yang kemudian didistribusikan ke pihak DPRD melalui seorang kurir.

Sementara untuk selanjutnya, uang suap sebesar Rp2,56 miliar diduga diperoleh dari hasil patungan beberapa kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Pemkab Muba, atas perintah Pahri dan Luci yang merupakan politikus Partai Amanat Nasional dan anggota DPRD Provinsi Sumsel 2014-2019.

Namun, uang suap yang disalurkan masih melalui Syamsudin Fei itu belum sempat dibagikan kepada para anggota DPRD Muba. Lantaran Tim Satgas KPK keburu melakukan tangkap tangan. Pemberian pada saat operasi tangkap tangan itu juga disebut bukan yang terakhir. Pemberian kedua itu merupakan suap kedua dari yang dijanjikan diberikan kepada DPRD Muba.

URUNAN - Mereka yang diduga ikut urunan yakni Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga (PUBM) sebesar Rp 2 miliar, Dinas Pekerjaan Umum Cipta Karya (PUCK) sebesar Rp 500 juta, Dinas Pemuda Olahraga dan Pariwisata sebesar Rp35 juta, dan Dinas Pendidikan Nasional sebesar Rp25 juta.

Uang Rp2,56 miliar hasil patungan itu merupakan cicilan untuk membayar komitmen sebesar Rp 17 miliar ke DPRD Muba. Uang tersebut atas permintaan pihak DPRD Muba terkait pembahasan LKPJ.

Permintaan komitmen Rp 17 miliar sendiri terkait APBD 2015 dan LKPJ 2014. Awalnya permintaan komitmen oleh pihak DPRD Muba sebesar Rp 20 miliar atau 1 persen dari nilai belanja Kabupaten Muba sebesar Rp 2 triliun. Setelah proses negoisasi akhirnya disepakati bahwa komitmen yang wajib diberikan Pemkab Muba ke pihak DPRD Muba sebesar Rp 17 miliar.

Uang yang berasal dari SKPD itu merupakan pemberian yang ke tiga. Sebelumnya ada pemberian uang Rp2,65 miliar dan Rp200 juta. Kemudian Rp2,65 miliar merupakan pemberian pertama dari komitmen Rp17 miliar tersebut. Peruntukannya terkait pembahasan APBD 2015. Sementara uang Rp 200 juta merupakan pemberian kedua terkait "ketuk palu" pengesahan APBD Muba 2015.

Pemberian awal Rp 2,65 miliar itu diduga berasal dari uang pribadi anggota DPRD Provinsi Sumsel 2014-2019, Luci. Sedangkan uang Rp 200 juta itu disebut-sebut berasal dari sebuah pom bensin di Palembang, Sumsel.

Johan pun menyatakan pihaknya akan terus mengembangkan kasus ini. "Tidak menutup adanya tersangka lain jika penyidik menemukan alat bukti yang cukup," tutur Johan.

Pahri dan Luci menambah panjang daftar pasangan suami-istri yang tersangkut korupsi. Sebelumnya Gubernur Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho dan istrinya Evy Susanti juga tersangkut kasus korupsi suap kepada para hakim Pengadilan Tata Usaha Negara, Medan.

Mereka menyusul pasangan lain yang memang rata-rata menjadi kepala daerah yang tersangkut kasus korupsi. Seperti mantan Bupati Karawang Ade Swara dan istrinya, Latifah, mantan Walikota Palembang Romi Herton dan istrinya, Masyito, kemudian Bupati Empat Lawang Budi Antoni Aljufri dan istrinya, Suzanna.

BACA JUGA: