JAKARTA, GRESNEWS.COM – Serapan anggaran belanja negara oleh Kementerian dan Lembaga hingga Juni 2015 ini masih sangat rendah. Dari total Anggaran Pendapatan Belanja Negara 2015 sebesar Rp1.984,1 triliun, baru 26 persennya saja yang terserap. Usut punya usut karena pejabat kementerian dan lembaga takut berinovasi dalam mendukung pembangunan.

Presiden Joko Widodo mafhum akan hal itu. Salah satu sebab kementerian dan lembaga tak berani berinovasi mendorong pembangunan adalah karena takut kebijakan yang dibuatnya melanggar hukum. Mereka takut dituding melakukan korupsi.

Karenanya Presiden Jokowi pada Peringatan Hari Bakti Adhyaksa ke-55  meminta Kejaksaan Agung untuk ikut andil menyukseskan pembangunan nasional. Caranya Kejaksaan diminta membantu birokrat mengembangkan inovasi dalam pembangunan nasional. Penegakan hukum diminta tidak mematikan inovasi para birokrat untuk pembangunan.

"Karenanya, Kejaksaan harus mendampingi pejabat aparatur pemerintahan untuk memperbaiki birokrasi bagi percepatan, dan akselesari program pembangunan nasional," kata Presiden Jokowi di  Kejaksaan Agung pada Rabu (22/7) lalu.

Hal senada juga disampaikan oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla. JK menegaskan, seorang kepala daerah tidak bisa dipidana karena sebuah kebijakan. Meski begitu, jika kepala daerah tersebut melakukan tindak korupsi, maka harus ditindak tegas.

"Kebijakan tidak boleh diadili. Di bidang ekonomi kan banyak kebijakan yang harus diambil. Tapi kalau mencuri, (harus) hukum. Korupsi, hukum," tegas JK di kantornya, Jl Medan Merdeka Utara, Jakpus, Kamis (23/7) kemarin.

Ia mengatakan, dalam bidang ekonomi sangat banyak kebijakan yang harus diambil. Menurut JK, banyak kepala daerah yang takut mengambil kebijakan karena momok akan tersangkut kasus korupsi. "Batasannya adalah kepentingan publik. Itu ada UU tentang Administrasi Pemerintahan," terangnya.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, seorang pejabat negara bisa melakukan diskresi atau mengambil suatu kebijakan. Meski begitu, ia menegaskan kepala daerah yang terbukti melakukan korupsi, harus ditindak tegas.

Ia mencontohkan kasus mantan Bupati Indramayu Irianto MS Syafiudin alias Yance. Menurutnya, Yance dibebaskan pengadilan karena kebijakannnya tidak menimbulkan kerugian negara dalam kasus pembebasan lahan PLTU Sumuradem, Indramayu, Jabar.

"Tidak ada kerugiannya Yance, proyeknya itu dipercepat kok. Sehingga proyek Rp 10 triliun itu dipercepat. Ongkosnya memang ada Rp 43 miliar, itu hanya nol koma sekian persen itu ongkos pembebasan tanah dibanding proyeknya. Pengadilan toh memutuskan tidak ada kerugian negaranya," terangnya.

Kejaksaan Agung sendiri merespons cepat keinginan Presiden dan Wapres itu. Kejaksaan Agung telah menyiapan sebuah lembaga khusus untuk mengawal pembangunan. Bahkan ikut andil mengawal pembangunan nasional menjadi prioritas kerja Kejaksaan Agung dibanding melakukan eksekusi mati gelombang ketiga.

"Sekarang kami sedang fokus untuk mengawal dan mengamankan pelaksanaan pembangunan,” kata Jaksa Agung HM Prasetyo di Kejaksaan Agung, Jumat (24/7) kemarin.

Jika penegakan hukum oleh penegak hukum tak ramah pada inovasi, pembangunan nasional Pemerintah Jokowi bakal keteteran tak sesuai target. Dan pertanda itu tampak dari serapan anggaran enam bulan pemerintahan Jokowi yang sangat rendah.

SERAPAN ANGGARAN RENDAH - Baru-baru ini Kementerian Keuangan (Kemenkeu) merilis penyerapan anggaran belanja negara selama enam bulan terakhir di 2015. Serapannya hanya sebesar Rp773,9 triliun. Ada peningkatan sedikit yakni 1,8 persen dibandingkan dengan realisasi semester I 2014 yang sebesar Rp759,9 triliun.

Namun jika melihat total alokasi anggarannya yang mencapai Rp 1.984,1 triliun dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2015, maka kinerja belanja negara di paruh pertama tahun ini jauh dari harapan karena baru terserap 39 persen. Merujuk pada data prognosa semester I APBN 2015 yang dirilis Kemenkeu, kualitas belanja pemerintah pusat sejauh ini masih sangat rendah.

Diperkirakan hingga akhir Juni baru terserap Rp436,1 triliun atau baru 33,1 persen dari pagu Rp1.319,5 triliun. Angka tersebut lebih rendah dibandingkan realisasi penyerapan semester I 2014 yang mencapai Rp468,7 triliun atau 36,6 persen dari pagu Rp1.280,4 triliun.

Apabila menelisik postur anggarannya, kementerian/lembaga (K/L) selaku kuasa pengguna anggaran menjadi penanggung jawab terhadap rendahnya sumbangan konsumsi pemerintah terhadap perekonomian nasional. Pasalnya, dari jatah anggaran sebesar Rp795,5 triliun, sampai Juni diprediksi baru terpakai Rp208,5 triliun atau 26,2 persen. Kondisi ini berbanding terbalik dari tahun lalu, di mana dengan pagu yang lebih rendah (Rp602,3 triliun) hingga semester I K/L sudah mampu menyerap 31,2 persen atau sebesar Rp178,9 triliun.

Menurut Ketua MPR Zulkilfi Hasan, salah satu penyebab rendahnya penyerapan anggaran memang adanya ketakutan dari pejabat di pusat maupun daerah dalam menggunakan anggaran karena takut berurusan dengan hukum.

Zulkifli Hasan juga mempermasalahkan administrasi teknis selama ini mengalahkan masalah-masalah pokok yang substansial dan realisasinya dalam pembangunan, selama tidak ada praktik korupsi di dalam pelaksanaanya yang tidak masalah.

"Pekerjaan banyak masalah banyak, pekerjaan sedikit masalah juga ada, dulu orang untuk menjadi Pimpro banyak yang menawarkan diri, tapi sekarang banyak yang mengundurkan diri," kata Zulkifli beberapa waktu lalu.

Sementara itu, menurut Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro, persoalan rendahnya serapan anggaran di beberapa kementerian, akibat terdapat (6) enam kelembagaan kementerian yang belum rampung perubahan strukturalnya akibat adanya perubahan nomenklatur. Hal ini dinilai mengganggu proses penyerapan anggaran dan menyebabkan tertundanya pelaksanaan beberapa rencana dan program strategis pemerintah.

TIM P4 KAWAL PEMBANGUNAN - Menanggapi kegelisahan pejabat pemerintah ini, Kejaksaan Agung  berencana membentuk tim Pengawal dan Pengaman Pemerintahan dan Pembangunan (P4) untuk merespons harapan Presiden. Tim P4 ini dimaksudkan nantinya akan mengawal penyerapan anggaran pembangunan secara tepat.

Jaksa Agung HM Prasetyo mengungkapkan, selama ini kerap terdengar pejabat yang takut berurusan dengan hukum dalam menyerap anggaran. Dirinya menekankan para pejabat daerah tak perlu khawatir menyerap anggaran untuk pembangunan di daerahnya. Prasetyo mengatakan kejaksaan akan menawarkan diri untuk mengawal pelaksanaan pembangunan melalui penyuluhan kepada para pejabat.

Tim P4 akan memberikan penyuluhan atau pendampingan baik di tingkatan pusat ataupun daerah. "Kalau selama ini pejabat selalu dikatakan takut, kami akan kawal dan amankan mereka. Para pejabat bisa memanfaatkan itu dan bisa bertanya kepada kami," ucapnya di Kejagung, Jumat (24/7).

Kejaksaan tambah Prasetyo juga dapat memberikan semacam legal opinion bila diperlukan. Dengan langkah ini diharapkannya pembangunan Indonesia dapat berjalan lancar sesuai program Presiden Joko Widodo. "Nanti titik beratnya lebih ke pencegahan atau  preventif," tukas mantan Jampidum ini.

Prasetyo mengingatkan pejabat yang tak memililki kesalahan tak perlu khawatir dalam penggunaan anggaran. Namun saat pencegahan tak berhasil dan didapati adanya bukti-bukti penyimpangan atau penyelewengan, Prasetyo menjamin Kejaksaan tak segan-segan melakukan penindakan.

Peneliti senior pada Indonesian Institute Karyono Wibowo mengapresiasi langkah Kejaksaan Agung dengan membentuk Tim P4 itu. Karyono berharap pembentukan tim tersebut dilandasi keseriusan ikut mendorong pembangunan bukan sekadar pencitraan semata.

Karena itu memang sejalan dengan semangat Presiden Jokowi untuk mempercepat pembangunan. Apalagi Kementerian Dalam Negeri juga meminta para kepala daerah untuk mengoptimalkan penyerapan anggaran. Bahkan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menyiapkan sanksi jika serapan daerah rendah.

"Meskipun belum diketahui, apakah kebijakan tersebut efektif menyerap anggaran negara dan juga mencegah korupsi," kata Karyono kepada gresnews.com, Minggu (26/7).

Karyono kembali mengingatkan upaya Kejaksaan Agung membentuk tim khusus itu harus betul-betul serius untuk ikut mendorong pembangunan bukan ´asal bapak senang.´

TAMENG PENYALAHGUNAAN WEWENANG - Tak dipungkiri percepatan pembangunan dengan inovasi kebijakan berbuah pahit. Pejabat daerah banyak menjadi korban. Mereka membuat kebijakan yang ternyata melabrak aturan yang ada.

Sebut saja kasus pembangunan Gardu Induk Jaringan Pembangkit PT PLN. Dalam kasus ini Kejaksaan Tinggi menetapkan 16 tersangka yang diduga melakukan korupsi, termasuk mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan.Kasus lain korupsi penggunaan frekuensi jaringan 3G oleh PT Indosat Mega Media (IM2).

Tak heran pembentukan tim P4 oleh Kejaksaan Agung yang akan mengawal pembangunan dinilai mubazir. Dengan tim tersebut yang salah satu tugasnya akan memberikan legal opinion atas satu proyek hanya akan menjadi tameng berlindung dari kesalahan.

"Tidak perlu, itu melampaui kewenangan Kejaksaan, malah itu jadi tameng dari kritik," kata Direktur Eksekutif Centre for Budgeting Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi kepada gresnews.com, Minggu (26/7).

Menurut dia, jika Kejaksaan Agung akan melakukan pengawalan proses pembangunan adalah penegakan hukum. Jika pada pelaksanaan proyek salahi aturan segera lakukan penindakan tanpa pandang bulu. Jika pengambil kebijakan berinovasi dengan tetap mengikuti aturan yang ada, percepatan pembangunan tetap bisa jalan.

Menurut Uchok, rendahnya penyerapan anggaran tidak ada kaitannya dengan hukum. Karena para kepala daerah banyak yang melek hukum. Yang jadi persoalan karena mereka tidak mau dikritik jika terjadi penyimpangan.

Sementara itu, Zulkifli Hasan menilai, untuk menyelesaikan masalah ini yang diperlukan adalah koordinasi antar lembaga penegak hukum dengan kementerian yang harus solid, sehingga penegakan hukum tidak sampai mengganggu perekonomian negara. Zulkilfi berharap para penegak hukum dan pemerintahan menjadi satu tim tangguh yang mampu bekerjasama menyikapi hal ini.

"Anggaran penyerapkan kita tahun ini sekitar hanya 20% di beberapa wilayah di Indonesia, beberapa masalah kontrak proyek masih banyak yang belum dilaksanakan, bagaimana investor dan pemerintah mau bergerak, tiap kali bekerja ada saja pemeriksaan, ada permasalahan selalu ada dan hal ini menyebabkan para kepala daerah juga khawatir dengan masa tuanya akan berurusan dengan para penegak hukum (KPK, Kejaksaan dan Kepolisian-red)," ujarnya.

Karena itu, kata dia, harus ada penyelesaian yang baik terkait masalah ini. Pasalnya jika tidak, maka pembangunan akan terhambat dan pertumbuhan ekonomi akan kembali melambat dan pada gilirannya akan kembali mempengaruhi penyerapan anggaran. (dtc)

BACA JUGA: