JAKARTA, GRESNEWS.COM - Mahkamah Konstitusi mengkritik anggota DPR penyusun undang-undang tentang Pemilihan Umum karena di dalamnya terdapat pasal pengenaan sanksi pidana terhadap penyelenggara survei yang menyiarkan quick count.  "Ini nggak benar yang membuat UU ini, bahasa prokemnya begitu," ujar anggota tim panel uji materi UU Pemilu Ahmad Fadlil pada sidang di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin (24/3).

Kritik hakim kontitusi pada sidang perdana ini berawal dari pengajuan uji materi pasal Pasal 247 ayat 2, ayat 5, dan ayat 6, juga Pasal 291 dan Pasal 317 ayat 2 UU  UU No 8/2012 tentang Pemilu. Pasal-pasal itu mengatur tentang pengumuman hasil survey dan penghitungan cepat terkait pemilu. Uji materi itu diajukan oleh  Perhimpunan Survei Opini Publik Indonesia.

Kritik Ahmad Fadlil itu dipicu, masih berulangnya pasal yang sama meski isi pasal-pasal tersebut sebelumnya telah dibatalkan oleh MK. Isi pasal dalam UU No 8 Tahun 2012 tentang Pengumuman Hasil Survei dan Penghitungan Cepat Terkait Pemilu sama seperti dua UU yang telah dihapus MK lima tahun lalu. UU yang dimaksud adalah UU No 10 Tahun 2009 dan UU No 42 Tahun 2008.

"Suatu materi yang sudah diputuskan MK, harusnya mejadi acuan dalam penyusunan UU berikutnya. Sebenarnya harus dari sana," ujar Fadlil kepada para pemohon dalam persidangan perdana , Senin.

Fadlil merinci pada 3 Juli 2007, MK telah mengabulkan permohonan uji materi UU No 42/2008 yang berkaitan dengan larangan pengumuman hasil survei pada masa tenang dan larangan pengumuman perhitungan cepat atau quick count pada pilpres di hari pelaksanaan pilpres. Sejak itu pasal-pasal yang mengatur masalah tersebut dalam UU itu dinyatakan tidak berlaku.

Namun ganjilnya, UU yang berisikan materi yang sama muncul kembali dalam UU No 10 Tahun 2009. Pasal-pasal itu pun kemudian diujimaterikan ke MK dan oleh MK pasal-pasal tersebut dianulir. Kali ini menurut Fadlil,  muncul gugatan uji materi pasal dalam UU No 8/2012 yang isinya sama dengan dua UU sebelumnya. Inilah yang membuat hakim kontitusi harus mengkritik para penyusun UU. "Inilah yang menyebakan materi yang sudah pernah diuji kini diuji lagi," katanya.

Uji materi yang diajukan Perhimpunan Survei Opini Publik Indonesia terkait pasal 247. Pasal ini mengatur ketentuan bahwa hasil survei atau jajak pendapat pemilu dilarang dilakuka pada masa tenang. Ayat lainnya mengatur tentang ketentuan pengumaman perhitungan cepat baru bisa dilakukan paling cepat setelah dua jam pemungutan suara waktu Indonesia bagian barat rampung. Sedang pada pasal 291 memuat aturan tentang barang siapa mengumumkan hasil survei dalam masa tenang itu bisa dipidanakan.(dtc)

BACA JUGA: