JAKARTA, GRESNEWS.COM - Pemerintah sepertinya gerah juga dengan kritik sejumlah pihak  terkait pemberian pembebasan bersyarat terhadap terpidana narkotika Schapelle Leigh Corby. Kritik yang meluas seiring rencana wawancara eksklusif Corby dengan TV swasta Australia yang diembel-embeli bayaran tinggi, memaksa pemerintah untuk mengambil sikap terhadap pembebasan bersyarat terhadap Corby.   

Diawali pernyataan Juru Bicara Presiden Julian Aldrin Pasha bahwa presiden Susilo Bambang Yudhoyono kemungkinan akan meninjau pembebasan bersyarat yang diberikan kepada ratu mariyuana Corby, terkait rencana wawancara ekslusif tersebut. Menurut Julian peristiwa rencana wawancara ekslusif Corby dengan pihak Chanel 7 yang dikecam banyak orang dinilai Julian sebagai kasus yang disorot publik.

Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsuddin pun menyatakan akan meninjau ulang pemberian pembebasan bersyarat tersebut. Sebab menurut dia salah satu syarat pemberian pembebasan bersyarat‎ adalah tidak meresahkan masyarakat.

Menurut Amir pihaknya telah memerintahkan Lembaga Pemasyarakatan Bali mengevaluasi pembebasan bersyarat Corby. Sehingga Amir meminta masyarakat bersabar atas proses tersebut. "Semuannya harap bersabar, itu LP Bali sedang mengevaluasi," kata Amir di DPR, Selasa (4/3).

Amir mengatakan jika evaluasi itu rampung, hasilnya akan segera dilaporkan Menteri Hukum. Pihaknya juga menjamin tak ada keistimewaan untuk Corby, perlakuan pada Corby sama seperti narapidana lainnya yang mendapat pembebasan bersyarat. Menurutnya Corby adalah napi yang dibolehkan berada di luar lapas dengan syarat-syarat ketat sesuai ketentuan UU. "Tingkah lakunya sehari hari berada di bawah pengawasan ketat Balai Pemasyarakatan (Bapas)," katanya.

Corby juga diwajibkan melapor ke Bapas secara berkala 3 kali dalam sebulan. Pelanggaran pidana sekecil apapun menurut dia, dapat menjadi alasan pencabutan status pembebasan bersyaratnya. Amir juga mengatakan presiden tak perlu turun tangan meninjau pembebasan Corby. Persoalan ini dinilainnya terlalu kecil untuk seorang presiden.

Masyarakat Indonesia sejak awal geram dengan sikap pemerintah yang terkesan lunak dan mengistimewakan penanganan kasus hukum Corby, yang didakwa membawa masuk 4,2 kilogram marijuana ke Indonesia. Mulai dari pemotongan hukuman, remisi dan belakangan pemberian grasi hingga ia memperoleh pembebasan bersyarat. Corby yang baru saja dibebas juga memantik perhatian publik dengan tinggal di penginapan mewah yang sewanya seharga 8-10 juta permalam.

Belakangan yang lebih membuat geram publik ia dikabarkan menerima tawaran wawancara televisi swasta asal negerinya dengan bayaran A$3 juta atau setara Rp 32 miliar. Ditjen Pemasyarakatan Kemenkum HAM mengakui menerima permohonan wawancara itu pada 24 Februari 2014 lalu.

Corby yang sempat diingatkan petugas Lapas setempat, untuk tidak tinggal di penginapan mewah dan menerima wawancara dengan bayaran tinggi itu Justru mengaku tak bisa meninggalkan  penginapan, karena alasan merasa terus dibuntuti wartawan baik lokal maupun luar. Sehingga ia tak bebas bepergian kemana-mana.   

Keburu diributkan wawancara Channel 7 dengan Corby batal, pihak televisi akhirnya mewawancarai kakak kandung Schapelle Corby, Mercedes Corby. Dalam wawancara itu ia mengungkapkan persoalan temuan ganja di tas adiknya yang kemudian menjebloskannya ke penjara. Melalui siaran di program Sunday Night, Mercedes menepis rumor jika almarhum ayahnya terlibat dengan temuan 4 kg ganja di tas adiknya. "Semua rumor yang telah dikatakan tentang ayah saya, salah," ujar Mercedes saat wawancara seperti dilansir skynews.com.au, Senin (3/3).

Mercedes menyebut media telah memojokkan keluarganya. Ia mengatakan ingin ganja itu diuji, selain itu dia juga ingin jejak dari bandara Australia dan Indonesia dan juga sidik jari diperiksa. Namun dia mengaku tak mendapat apa-apa. Ia cenderung menuduh otoritas bagasi maskapai terlibat dalam peletakkan ganja itu ke dalam tas Corby.

Soal wawancara berbayar itu belakangan juga mengundang reaksi berbagai pihak. Anggota Komisi III DPR Ruhut Sitompul misalnya menilai isu tarif wawancara eksklusif itu tak sejalan dengan pemberian grasi. "Jika benar Corby menerima pembayaran, Corby kembali dipenjara," katanya.

Politisi Golkar, Nurdiman Munir juga menilai ada prlakuan tidak adil antara Corby dengan WNI korban narkoba yang mendapatkan hukuman berat. Padahal seharusnya korban narkoba direhabilitasi dan mendapatkan pengobatan. "Jadi perlakuan tidak adil ini dirasakan rakyat Indonesia. Menurut saya, langsung saja grasinya dicabut, jadi betul-betul ada persamaan di depan hukum," kataya. (dtc)

BACA JUGA: