JAKARTA, GRESNEWS.COM - Belum tuntasnya perkara dugaan korupsi pemanfaatan spektrum 2,1 Ghz untuk jaringan 3G oleh PT Indonesia Mega Media (IM2) Tbk dipertanyakan publik. Sebab dengan ditolaknya upaya Peninjauan Kembali (PK) mantan Direktur Utama PT IM2 Indar Atmanto oleh Mahkamah Agung (MA) pada 2015 silam, jaksa bisa melanjutkan proses hukum tersangka lain termasuk eksekusi uang pengganti Rp1,3 triliun.

Kejaksaan Agung sendiri saat ini tengah melakukan penyisiran sejumlah kasus korupsi yang mangkrak lewat program zero outstanding. Salah satunya adalah kasus IM2. Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Arminsyah mengaku tengah mengkaji tindak lanjut kasus IM2. Sebab terpidana masih akan mengajukan PK kedua.

"Kami lagi pelajari untuk tindaklanjutnya," kata Arminsyah di Kejaksaan Agung beberapa waktu lalu.

Hal senada juga disampaikan Jaksa Agung HM Prasetyo dalam beberapa kesempatan bahwa penuntasan kasus IM2 masih menunggu PK kedua yang akan diajukan Indar Atmanto.

‎"Indosat, mereka sedang mengajukan gugatan, kami tunggu (nanti putusannya)," kata Prasetyo dalam beberapa kesempatan.

Sementara itu lembaga swadaya masyarakat yang mengatasnamakan Lembaga Pendidikan dan Advokasi Konsumen (Lapak) menyambangi Kejaksaan Agung. Mereka mempertanyakan kelanjutan kasus ini kepada Jaksa Agung M Prasetyo dan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Arminsyah. LSM ini menyampaikan sejumlah tuntutan.

"Sudah jelas, dengan putusan PK Indar Atmanto telah terjadi korupsi yang dilakukan bersama-sama," kata Koordinator Lapak Urai Zulhendri di Kejaksaan Agung usai menyampaikan surat tuntutannya, Rabu (28/9).

Karena itu pihaknya meminta Kejaksaan Agung untuk segera menyidangkan tersangka kasus korupsi penyalahgunaan Jaringan Frekuenzi 2,1 GHz (3G) oleh PT IM2 dan PT Indosat Tbk yaitu Harry Sasongko, Jhonny Swandi Sjam, dan Kaizad B Heerje dan tersangka korporasi lainnya. Selain itu, lembaga ini meminta PT IM2 dan PT Indosat Tbk untuk membayar ganti rugi terhadap negara sebesar Rp1,3 triliun seperti yang dituangkan pada putusan kasasi Indar Atmanto.

Seperti diketahui, berdasar putusan MA telah menolak Peninjauan Kembali (PK) Nomor 77PK/Pidsus/2015 yang diajukan terdakwa Indar Atmanto. Putusan tersebut meneguhkan putusan kasasi MA yang menghukum Indar hukuman penjara delapan tahun dan denda Rp300 juta subsider 6 bulan kurungan. MA juga menghukum PT Indosat dan IM2 membayar uang pengganti sebesar Rp1,3 triliun berdasar putusan Mahkamah Agung (MA) No 787K/PID.SUS/2014, tanggal 10 Juli 2014.

Dengan putusan tersebut sebenarnya, tidak ada alasan bagi Kejaksaan Agung untuk tidak melaksanakan putusan MA. Namun hampir dua tahun kasus ini diambangkan.

NOVUM BARU? - Indar saat ini telah mendekam di Lapas Sukamiskin, Bandung. Namun Indar mengaku masih akan menempuh PK keduanya. Indar mengakui kerjasama yang dilakukan Indosat dan IM2 sudah sesuai ketentuan.

Menanggapi upaya PK kedua Indar, Urai tak mempermasalahkan. Namun dia berharap majelis hakim PK nantinya tetap jeli dan teliti. Sebab PK pertama yang diajukan Indar telah ditolak. Dan penolakan PK itu menguatkan bahkan menambah hukum bagi Indar dari hukuman empat tahun penjara menjadi delapan tahun penjara.

"Jadi kasus ini tidak main-main, hakim dari tingkat pertama hingga PK telah memutus bersalah, kalau PK lagi apa novum barunya?" kata Urai.

Dengan putusan tersebut, tambah Urai, jelas penggunaan frekuensi yang digunakan IM2 ilegal. Ia bahkan menduga tak tuntasnya pengusutan kasus ini karena ada kepntingan penguasa.

"Ini jelas ada yang hambat, kami berharap segera dituntaskan dan tersangka lain diadili," kata Urai.

Tersangka lain kasus ini adalah Harry Sasongko selaku mantan Dirut PT. Indosat Tbk, dan Johnny Swandy Sjam selaku Mantan Dirut PT. Indosat Tbk, Kaizad B Heerjee selaku Mantan Wakil Dirut PT. Indosat Tbk dan dua korporasi.

Sebelumnya, Pakar Hukum Pidana Universitas Indonesia Chudry Sitompul berpendapat bahwa secara hukum, tidak ada kata lain bagi Kejaksaan Agung untuk mengeksekusi uang pengganti dan menuntut tersangka lain. Menjadi aneh, Indar Atmanto divonis bersalah tapi lainnya tidak. Sementara Indar didakwa bersama-sama dengan pihak lain.

Kasus ini berawal saat Indar Atmanto sebagai Direktur Utama PT Indosat Mega Media (PT IM2) pada tanggal 24 Nopember 2006 menandatangani Perjanjian Kerjasama antara PT Indosat Tbk dan PT Indosat Mega Media (IM2) untuk menyelenggarakan jasa layanan akses internet broadband 3G/HSDPA melalui jaringan pita spektrum frekuensi radio 2,1 Ghz milik PT Indosat, Tbk.

Dalam perjanjian tersebut, IM2 menjual jasa layanan internet dengan nama Indosatm2 kepada pelanggan IM2 dengan menggunakan jaringan 3G/HSDPA milik Indosat dengan pembagian hasil 66% untuk Indosat dan 34% untuk IM2. Penyidik menemukan sejumlah pelanggaran. Di antaranya ketentuan Pasal 33 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi bahwa penggunaan spektrum frekuensi radio dan orbit satelit wajib mendapatkan izin Pemerintah.

BACA JUGA: