JAKARTA, GRESNEWS.COM - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mulai membongkar rapat non formal antara sejumlah pimpinan Komisi V DPR RI dan pejabat Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Sebab dalam rapat yang berlangsung di ruang sekretariat Komisi V DPR itu diduga terjadi proses bagi-bagi jatah proyek di Kementerian PUPR oleh sejumlah anggota Komisi V.

Untuk mendalami  adanya rapat setengah kamar itu, KPK hari ini memeriksa Sekretaris Komisi V DPR RI Prima MB Muwa dalam perkara kasus korupsi pembangunan jalan di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Prima diperiksa sebagai saksi atas tersangka Andi Taufan Tiro.

Saat dikonfirmasi apakah pemeriksaan terhadap Prima ini upaya KPK membongkar keberadaan rapat non formal itu, Pelaksana harian Kepala Biro Humas KPK Yuyuk Andriati mengakui nya. "Dia dikonfirmasi soal jadwal-jadwal rapat dan beberapa urusan administrasi keanggotaan Komisi V‎," kata Yuyuk, Selasa (27/9).

Sementara itu, Prima usai menjalani pemeriksaan menolak mengakui ditanya soal rapat setengah kamar  tersebut. Ia membantah salah satu materi pemeriksaan tim penyidik berkaitan dengan rapat non formal yang diistilahkan sebagai rapat setengah kamar. "Enggak ada pertanyaan itu," kata Prima kepada wartawan.

Prima berdalih, dirinya hanya ditanyakan perihal hubungannya dengan Andi Taufan Tiro yang merupakan anggota Komisi V. Pemeriksaan itu sendiri, ujar Prima tidak berlangsung lama hanya sekitar 30 menit saja.

"Saya diperiksa untuk tersangka yang terhormat Andi Taufan Tiro. Hanya ditanya apakah kenal Pak Andi T Tiro," tutur Prima.

FAKTA HUKUM - Dalam sidang putusan anggota Komisi V lainnya Damayanti Wisnu Putranti, pertemuan setengah kamar yang dilakukan pimpinan Komisi dan pejabat PUPR sempat menjadi perhatian serius majelis hakim. Bahkan majelis menganggap pertemuan itu menjadi  salah satu fakta hukum.

"Majelis menetapkan kesepakatan yang dibahas dalam rapat tertutup dan atau rapat setengah kamar di ruang sekretariat Komisi V DPR sebagai fakta hukum," kata Hakim Anggota Sigit Herman Binaji saat  pembacaan vonis terhadap Damayanti di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (26/9).

Oleh karena itu, majelis memerintahkan kepada KPK untuk mengusut tuntas mengenai rapat tersebut. Apalagi dalam proses persidangan terungkap rapat itu diduga membahas mengenai jatah-jatah proyek yang didapat pimpinan Komisi dari anggaran yang berasal dari APBN.

Penuntut umum pada KPK Ronald F Worotikan mengatakan perintah majelis hakim itu tentunya akan ditindaklanjuti oleh lembaganya. Terlebih dalam proses sidang juga terungkap adanya dugaan keterlibatan para pimpinan Komisi V dalam perkara ini.

"Putusan Majelis Hakim menyebutkan adanya keterlibatan beberapa pihak lain. Itu yang akan kita dalami. Termasuk dari keterangan Damayanti ihwal skenario itu kami akan mendalami," ujar Jaksa Ronald seusai sidang.

Rapat setengah kamar itu merupakan rapat tertutup antara pimpinan Komisi V DPR RI yang diduga dihadiri Kapoksi (Ketua Kelompok Fraksi) Hanura Fauzih Amro, Kapoksi PKB Mohamad Toha, Wakil Ketua Komisi V Lazarus dan Michael Wattimena, serta Ketua Komisi V Fary Djemy Francis. Sedangkan pejabat PUPR yang hadir adalah Sekretaris Jenderal, Taufik Widjojono, serta Kabiro Perencanaan dan Anggaran, Hasanuddin.

Damayanti juga menuturkan jatah-jatah yang didapat para anggota Komisi dan pimpinannya. Masing-masing untuk anggota biasa sebesar Rp50 miliar, Kapoksi Komisi V sebesar Rp100 miliar, sedangkan untuk pimpinan Komisi V sebanyak Rp450 miliar.

BACA JUGA: