JAKARTA, GRESNEWS.COM - Gugatan uji materi terhadap Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak atau Tax Amnesty kembali dilayangkan ke Mahkamah Konstitusi. Kali ini yang melayangkan gugatan tersebut adalah elemen pergerakan buruh yang terdiri dari Dewan Pimpinan Pusat Buruh Sejahtera Indonesia (DPP SBSI), Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), serta Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Buruh.

"Kita melihat ketidakadilan dalam UU Tax Amnesty, karena hanya memberi keuntungan bagi pengusaha besar," kata Ketua SBSI Muchtar Pakpahan, di Mahkamah Konstitusi, Selasa (26/7).

Muchtar menjelaskan, ketidakadilan tersebut terdapat pada Pasal 1, 3, 4, 21, 22 serta Pasal 23 UU Pengampunan Pajak. Pasal-pasal tersebut, kata dia, akan menjadikan UU Pengampunan Pajak sebagai sarana pencucian uang hasil kejahatan para pengusaha seperti korupsi, penggelapan pajak, dan narkoba.

Dia menyebutkan, dengan berlakunya UU Pengampunan Pajak, Indonesia telah membuka peluang untuk menjadi negara pencuci uang hasil tindak pidana. "Kita ingin dengan gugatan ini untuk membatalkan UU Pengampunan Pajak," tegasnya.

Sementara itu, Ketua Tim Advokat Buruh Penegakan Pajak Indonesia (TABPPI) Eggi Sudjana mengatakan, UU Pengampunan Pajak bertentangan dengan UUD 1945. Karena itu pihaknya meminta MK membatalkan UU tersebut. "Kita minta UU Pengampunan Pajak dibatalkan karena bertentangan dengan UUD 1945," kata Eggi.

Dia berharap dalam sidang gugatan tersebut, pihak majelis hakim MK bisa menerima dan mengabulkan seluruh permohonan pengujian UU Pengampunan Pajak dari para pemohon.

Terkait adanya gugatan itu, peneliti Institute for Development of Economics and Finance Ariyo DP Irhamna mengatakan, sikap pemerintah dan perbankan untuk memfasilitasi dana-dana yang masuk melalui UU Pengampunan Pajak akan memberikan ruang bagi koruptor atau pengusaha nakal untuk tidak patuh dengan hukum.

"Karena dengan adanya UU Pengampunan Pajak, para pelaku mendapatkan keringanan dan tidak dikenakan hukuman. UU Pengampunan Pajak memang menyakiti rasa keadilan wajib pajak," kata Ariyo kepada gresnews.com, Rabu (27/7).

Dia menilai, pemerintah lebih baik menyiapkan tim yang kompeten dan tidak meremehkan gerakan penolakan UU Pengampunan Pajak ini. Menurutnya, penolakan ini adalah bentuk rasa kekecewaan masyarakat terhadap pemerintah yang tetap nekat mengesahkan UU Pengampunan Pajak.

Masyarakat menilai, banyak yang dirugikan dengan pemberlakuan UU Pengampunan Pajak, khususnya para buruh dan pengusaha kecil yang selama ini selalu taat membayar pajak. "Gugatan ini bukti adanya ketidakadilan yang dibuat pemerintah kepada rakyat kecil yang taat pajak," ujarnya.

Sebelum ini, gugatan serupa juga diajukan oleh Yayasan Satu Keadilan (YSK) bersama Serikat Perjuangan Rakyat Indonesia (SPRI). Mereka juga meminta MK membatalkan UU Pengampunan Pajak karena menciptakan ketidakadilan.

Para buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) juga telah mendatangi Gedung Mahkamah Konstitusi pada Jumat (22/7) lalu untuk menolak kebijakan pengampunan pajak. Presiden KSPI Said Iqbal mengatakan, UU Pengampunan Pajak telah mencederai rasa keadilan bagi masyarakat yang taat membayar pajak, termasuk para buruh.

"Kami adalah pihak yang taat membayar pajak (PPh 21), malah sebelum gaji diterima sudah dipotong untuk membayar pajak," kata Iqbal.

Dia mengatakan, seharusnya negara malu dengan mengampuni para pengemplang pajak hanya demi mengejar target perolehan pajak, tetapi di sisi lain, hukum digadaikan. Apalagi selama ini buruh dan pengusaha kecil juga dikenakan pajak, namun tidak pernah mendapatkan pengampunan. "Selain itu buruh berpenghasilan rendah dan puluhan buruh penerima UMP dikenakan pajak, apakah ini yang disebut adil?" ujarnya.

Iqbal menegaskan, buruh tidak percaya jika UU Pengampunan Pajak bisa menjamin untuk meningkatkan pemasukan pajak yang saat ini telah minus. Apalagi target Rp165 triliun akan tercapai oleh pemerintah, pasalnya, dana repatriasi yang diharapkan datang dari luar negeri juga belum pasti hitungan besarannya.

"Harusnya pemerintah punya based on data yang jelas dan tepat, bukan asumsi, karena data Kemenkeu dan BI berbeda," tegasnya.

PEMERINTAH TETAP OPTIMISTIS - Meski kebanjiran gugatan, pemerintah tetap optimistis pelaksanaan pengampunan pajak akan membawa dampak positif pada keuangan negara. Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo mengatakan, salah stau dampak positifnya adalah dana asing yang masuk ke dalam negeri (capital inflow) hingga 25 Juli 2016 sudah mencapai Rp128 triliun.

Realisasi tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan dengan capaian pada 2015 lalu. "Banyak tawaran surat berharga dan pasar modal menarik ada tax amnesty, membuat optimisme cukup tinggi. Dana asing pada Juni masih Rp102 triliun yang masuk tapi sampai 25 Juli Rp128 triliun, tahun lalu Rp55 triliun yang masuk ke pasar modal dan instrumen Bank Indonesia," kata Agus di Seminar Evaluasi Paket Kebijakan Ekonomi INDEF 2016 di Kampus STEKPI, Jakarta, Rabu (27/7).

Diungkapkan Agus, faktor stimulan lainnya, inflasi tahun ini diperkirakan mampu terjaga di 4% plus minus 1%. Selain itu, defisit transaksi berjalan dan neraca perdagangan juga masih terjaga.

"Kondisi fundamental ekonomi ini yang membuat investor tertarik menempatkan dananya di Indonesia. Kita lihat ketika inflasi terjaga target 4% plus minus 1% tercapai. Apalagi defisit transaksi berjalan terjaga, neraca perdagangan juga terjaga, banyak investor minat masuk ke Indonesia," kata mantan Menteri Keuangan itu.

Agus menuturkan, kondisi positif yang terjadi di Indonesia ini terbilang langka, mengingat banyak negara yang justru mengalami perlambatan akibat sentimen ketidakpastian.

"Ini yang terjadi di Indonesia dengan kondisi ekonomi yang stabil. Kita lihat ekonomi dunia ada perlambatan dan tidak seperti yang diharapkan. Karena masih ada sentimen seperti dari keluarnya Inggris dari Uni Eropa dan ekonomi Amerika Serikat," ujar Agus.

Untuk menunjang pemberlakuan tax amnesty, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga segera membentuk tim satuan khusus untuk mempercepat penerbitan instrumen investasi untuk menampung dana repatriasi. Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK, Nurhaida, mengatakan proses penerbitan instrumen investasi dipermudah dan dipercepat.

"Selama ini kan kita rata-rata sekitar 35 hari atau dari 21 hari sampai 35 hari. Ini mau kita coba sekitar 21 hari. Ini juga untuk rights issue, obligasi, IPO. Yang di pipeline pun akan kita percepat, karena kan kalau kita lihat dari masuknya dana repatriasi. Jadi ini kembali dana repatriasi atau investasi ada domestik kita sudah bisa masuk sekarang, karena kita berharap produknya sudah ada di market agar tidak ada permintaan kelebihan tapi suplai nggak ada," ujarnya usai mengisi acara sosialisasi tax amnesty di Hotel Ritz Carlton, Jakarta, Selasa (26/7).

Adapun tujuannya mempercepat proses penerbitan instrumen-instrumen investasi ini, Nurhaida mengatakan, demi terciptanya keseimbangan di pasar modal antara permintaan dan penawaran. Jadi, bila ada yang ingin menerbitkan instrumen investasi, akan dilayani khusus oleh tim satuan khusus tersebut.

"Maka dari itu saya ingatkan itu penting kepada emiten-emiten juga kepada pihak-pihak penerbit produk ini supaya nanti mereka tahu proses akan cepat, kemudian demand atau permintaan produk ini akan banyak karena terkait banyaknya dana yang masuk," tambahnya. (dtc)

BACA JUGA: