JAKARTA, GRESNEWS.COM - Pembacaan pengajuan Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan pengacara senior Otto Cornelis Kaligis ditunda hakim. Penyebabnya tidak lain karena "ulah" Kaligis yang memprotes kehadiran Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di kursi termohon.

Kaligis memprotes kehadiran Jaksa dalam pembacaan pengajuan PK tersebut. Kaligis berpendapat dalam pengajuan PK  kehadiran penuntut umum tak diperlukan, karena perkara telah inkracht. Ia merujuk pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 33 Tahun 2016, tugas penuntut umum sudah selesai ketika suatu perkara telah berkekuatan hukum tetap dalam hal ini kasasi. Oleh karena itu, penuntut umum sudah tidak lagi memiliki kewenangan dalam proses PK.

"Saya mohon dengan sangat, permohonan PK saya termohon bukan jaksa. Menurut putusan MK, tugasnya sudah selesai," kata Kaligis di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Senin (27/2).

Padahal kehadiran penuntut umum dalam pembacaan pengajuan peninjauan kembali yang diminta Kaligis  itu karena undangan  hakim. Alhasil, Ketua Majelis Hakim Jhon Halasan Butarbutar pun meminta waktu untuk memikirkan hal tersebut. Sebab sebelumnya, dalam suatu sidang permohonan PK, penuntut umum memang menjadi pihak termohon.

"Yang melibatkan PK itu termohon jaksa, jika sudah inkracht tidak ada hak termohon, nanti kita pertimbangkan. Biar majelis musyarawah, apa kita mengikuti, atau tetap pada pola sebelumnya," tutur Hakim Jhon.

Hakim meminta waktu sekitar satu minggu untuk bermusyawarah. Namun ketetapan hakim ini ini pun diprotes Kaligis. Ia berpendapat putusan  hakim untuk menunda pembacaan itu selama satu minggu dianggap terlalu lama.  

"Seminggu lama, keluar dari Sukamiskin sulit, bisa sambil dibacakan. Ahli sudah datang, ahli-ahli saya sudah agak berumur," pungkas Kaligis.

Tetapi hakim juga mempunyai argumentasi mengenai hal tersebut. "Ini dilemanya, karena saudara ingin begitu ya kita musyawarah," tandas Hakim Jhon.

BERDASAR KUHAP - Sementara itu Jaksa KPK yang diwakili Ahmad Burhanuddin juga memberikan pandangannya atas permintaan yang diajukan Kaligis. Menurut Jaksa, kehadiran mereka di sini bukan atas kemauan sendiri, tetapi berdasarkan surat undangan dari Pengadilan Tipikor, Jakarta.

"Kami hadir karena ada panggilan sidang PK yang diterima Rabu 22 Februari 2017. Intinya, PU pada KPK diminta untuk hadir dalam sidang sebagai termohon PK Pada 27 Februari 2017 jam 09.30. Kami hadir berdasarkan panggilan," ujar Jaksa Burhan.

Menurut Jaksa Burhan, kehadiran penuntut umum dalam sidang PK cukup penting dan telah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Pasal 265. Pasal 265 ayat (2): Dalam pemeriksaan sebagaimana tersebut pada ayat (1) Pemohon dan Jaksa ikut hadir dan dapat menyampaikan pendapatnya.

Pasal 265 ayat (3): Atas pemeriksaan tersebut dibuat berita acara pemeriksaan yang ditandatangani oleh hakim, jaksa, pemohon dan panitera dan berdasarkan berita acara itu dibuat berita acara pendapat yang ditandatangani oleh hakim dan panitera.

"Jadi kehadiran kami dasarnya KUHAP sudah sangat jelas," tegas Jaksa Burhan.

Setelah mendengar pendapat dari KPK, Hakim Jhon kembali menegaskan bahwa mereka  perlu waktu memutuskan persoalan tersebut. Menurut hakim ada dua pendapat yang mengemuka yaitu dari Kaligis putusan MK Nomor 33 Tahun 2016 dan satu lagi pemaparan Jaksa yang sesuai dengan KUHAP

"Betul pemanggilan anda betul, proses standar. Tapi hari ini ada tafsiran baru mana kala diputuskan sudah inkracht, ini hal baru, tapi awal ini hakim menentukan sikap dulu. ini waktu seminggu, kami harus musyawarah. Jangan terlalu optimis, (prosedur) anda dikabulkan," pungkas Hakim Jhon.

HUKUMAN TERUS BERTAMBAH - Putusan terhadap OC Kaligis diketahui terus meningkat di tiap jenjang pengadilan. Awalnya  di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kaligis yang terbukti melakukan penyuapan terhadap sejumlah hakim Pengadilan Tata Usaha Negara divonis Medan divonis 5,5 tahun dan denda Rp300 juta subsider 6 bulan kurungan. Namun KPK tak terima dan mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.

Hasilnya, hukuman Kaligis kemudian diperberat menjadi 7 tahun dengan jumlah denda  sama. Tak terima, Kaligis kemudian mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Namun hakim agung Artidjo Alkostar beserta hakim anggota Krisna Harahap dan M Latif yang memutus perkara kasasi Kaligis justru kembali memperberat hukumannya  menjadi 10 tahun.

Kaligis ditetapkan tersangka bersama dua hakim lainnya. Penyuapan yang dilakukannya  dalam rangka mengamankan perkara yang menyeret Gubernur Sumatera Utara Gatot Pudjo Nugroho yang juga terpidana kasus dalam kasus korupsi dana bansos Sumut

Menurut majelis hakim, Kaligis yang bergelar guru besar seharusnya menjadi panutan yang harus digugu dan ditiru seluruh advokat dan mahasiswa. Sebagai seorang advokat terdakwa seharusnya steril dari perbuatan memberikan atau menjanjikan sesuatu kepada hakim, pejabat pengadilan atau pejabat lain dalam menjalankan profesinya sesuai sumpah jabatan yang harus dipatuhi setiap Advokat. Itu seperti tertuang dalam Pasal 4 UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat, kata majelis hakim.

Dalam kasus ini, Kaligis menyuruh bawahannya membawa amplop berisi uang yang diselipkan dalam buku untuk diberikan ke hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan. Selain itu, Kaligis selalu melimpahkan kesalahan ke anak buahnya, M Yagari Bhastara, yang juga dipidana dalam kasus ini. Padahal, Gary hanya menuruti perintah Kaligis.

Kaligis didakwa menyuap majelis hakim dan panitera PTUN di Medan sebesar US$27 ribu dan Sin$5 ribu. Uang tersebut didapat Kaligis dari istri Gubernur nonaktif Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho, Evy Susanti. Tujuannya agar suaminya tidak tersangkut dari penyelidikan oleh Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara.

BACA JUGA: