JAKARTA, GRESNEWS.COM - Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta menghukum anggota DPR Komisi V Damayati Wisnu Putranti dengan pidana penjara selama 4 tahun 6 bulan dan denda Rp500 juta subsider 3 bulan kurungan. Ia terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi dalam kasus pembangunan jalan di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).

"Mengadili, menyatakan terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sesuai dengan dakwaan pertama," kata Ketua Majelis Hakim Sumpeno daat membacakan amar putusan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (26/9).

Dakwaan yang dimaksud Sumpeno adalah Pasal 12 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

Pertimbangan memberatkan yaitu perbuatannya tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi, merusak demokrasi check and balanced antara eksekutif dan legislatif serta menjadikan dana aspirasi tidak efektif.

Kemudian untuk pertimbangan meringankan Damayanti berlaku sopan di persidangan, mengakui perbuatan, belum pernah dihukum, berterus terang atas perbuatannya. Kemudian Damayanti juga dianggap telah memperjuangkan aspirasi kampung nelayan di dapilnya sendiri, punya tanggungan keluarga dan telah mengembalikan uang.

Selain itu, Damayanti juga terbebas dari pencabutan hak politik untuk dipilih dan memilih dalam demokrasi yang diminta Jaksa Penuntut Umum KPK. Hakim menilai, masyarakat saat ini sudah cukup cerdas untuk memilih para wakil mereka baik di daerah maupun di pusat.

"Menimbang, dala demokrasi masyarakat dalam memilih sudah cerdas baik legislatif maupun eksekutif sebaiknya diserahkan pada masyarakat untuk menlai kapasitas dan integritas calon," ujar Hakim Sumpeno.

Selain itu, pencabutan hak politik juga dianggap hak asasi setiap warga negara. "Maka majelis tidak sepakat untuk pencabutan hak politik. Hukuma penjara sudah cukup sebagai pembelajaran dan dapat memberikan efek jera bagi yang lain," terang Sumpeno.

DIKABULKAN - Dalam aturan yang dikenakan kepada Damayanti yaitu Pasal 12 a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi hukuman minimal yang dijatuhkan adalah 4 tahun dan maksimal 20 tahun atau pidana seumur hidup.

Jika dilihat hukuman yang diberikan kepada Damayanti tampaknya cukup ringan. Hal ini tidak terlepas dari Justice Collaborator (JC) yang tersemat kepadanya. Majelis, mengabulkan permohonan sebagai saksi pelaku yang bekerjasama (JC) kepada Damayanti.

Hakim anggota Sigit Herman Binaji mengatakan, perilaku Damayanti yang berterus terang baik dalam proses penyidikan maupun penuntutan di persidangan bukan hanya membuka lebih terang perkara ini. Kicauan Damayanti juga membuka keterlibatan pihak lain terutama rekan kerjanya di Komisi V DPR RI.

"Pihak lain yang turut menerima seperti Budi Supriyanto dan membuka skenario terutama di Komisi V dan Kementerian PUPR dalam rangka mengurus persetujuan APBN PUPR," tutur Hakim Sigit.

Kemudian nama lain yang turut terjerat dari pengakuan Damayanti adalah Andi Taufan Tiro dan juga Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional IX Amran Hi Mustary. Oleh karena itu, majelis menganggap politisi PDI Perjuangan tersebut pantas disematkan status sebagai JC.

"Sehingga majelis sependapat dengan penuntut umum KPK bahwa patut disematkan JC yaitu pelaku yang bekerjasama dengan penegak hukum yang membuka keterlibatan pihak lain. Dan JC harus dipertimbangkan sebagai hal yang meringankan," kata Hakim Sigit.

Usai proses persidangan, Damayanti bersyukur berbagai permohonan yang diajukan dalam nota pembelaannya dikabulkan majelis hakim. Diantaranya terkait status Justice Collaborator, pencabutan hak politik dan meminta hukuman seringan-ringannya atas perbuatan yang dilakukan.

Damayanti juga mengakui ada konsekuensi dari diberikan status JC oleh majelis hakim yaitu dirinya harus mengungkap keterlibatan berbagai pihak dalam perkara ini. Dalam amar putusan, Budi Supriyanto, Andi Taufan dan Amran memang termasuk salah satu yang dijerat atas pengakuan Damyanti.

Tetapi tampaknya hal itu belum cukup dan ia pun mengaku bersedia mengungkap perkara ini hingga tuntas. "Konsekuensi sebagai Justice Collaborator adalah membantu KPK membuka kasus di Komisi V DPR RI secara gamblang, sampai selesai," kata Damayanti.

Hal senada dikatakan pengacara Damayanti, Wirawan Adnan. Menurutnya, dengan dIkabulkan status JC itu membuktikan bahwa kliennya bukanlah pelaku utama dalam perkara ini. Wirawan mengklaim bahwa Damayanti hanya mengikuti alur yang ada di Komisi V.

Selain itu, apa yang dilakukan Damayanti hanya mengikuti perintah dari atasannya. Saat ditanya siapa atasan yang dimaksud, Wirawan tak segan menyebut Ketua Komisi V yang merupakan bos dari kliennya yang saat ketika kasus ini mencuat djabat oleh Fary Djemi Francis.

"Ya secara spesifik atasannya Damayanti kan Ketua Komisi (V). Jadi kami mengarahnya kesana, yang itulah harusnya tindak lanjut dari Damayanti itu," tutur Wirawan.

BACA JUGA: