JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan menetapkan dua tersangka dugaan korupsi pelepasan aset berupa hak atas tanah negara milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta seluas 2.975 meter persegi, di Grogol Utara, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Mereka adalah Muhammad Irfan dari pihak swasta dan pejabat Badan Pertanahan Nasional Jakarta Selatan yang kini menjabat di BPN Jakarta Pusat berinisial AS. Kerugian negara akibat perbuatan para tersangka itu ditaksir mencapai Rp150 miliar.

Penetapan tersangka dilakukan setelah tim penyidik memiliki cukup bukti. Tim penyidik kemudian menerbitkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) khusus pada Senin (18/7) lalu. Dan pada Senin (25/7), tim penyidik kemudian menahan tersangka Irfan seusai menjalani pemeriksaan di Rutan Salemba cabang Rutan Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.

"Tim penyidik merasa perlu menahan tersangka, karena dikhawatirkan melarikan diri, menghilangan barang bukti dan mengulangi perbuatan," kata Kajari Jaksel Sardjono Turin dalam keterangannya, di Jakarta, Selasa (26/7).

Diketahui, Irfan merupakan putra ahli waris Rohani. Dia dijerat dengan Pasal 2 Ayat (1), Pasal 18 Ayat (1) UU Tipikor Nomor 31/1999 yang diubah dengan UU Nomor 20/2001 jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP dan subsider Pasal 3 jo Pasal 18 Ayat (1) huruf b UU Tipikor No. 31/1999 yang diubah dengan UU No. 20/2001.

Menurut ‎Ketua tim penyidik Pidana Khusus Kejari Jakarta Selatan Herlangga Wisnu Murdianto, ‎kasus ini terjadi pada 1996 lalu. Saat itu PT Permata Hijau telah melaksanakan kewajiban penyerahan fasos (fasilitas sosial) fasum (fasilitas umum) terhadap lahan yang telah dibebaskan oleh PT Permata Hijau kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

Penyerahan melalui Pardjoko (alm) selaku Walikota Jakarta Selatan yang diketahui oleh Kepala Kantor Pertanahan Jakarta Selatan pada waktu itu yaitu (alm) Sungkono. Tanah yang dimaksud sebidang tanah yang terletak di Jln. Biduri Bulan/Jln. Alexandri III RT.008 RW.01 Kelurahan Grogol Utara, Kecamatan Kebayoran Lama, Jaksel.

"Bahwa dengan telah diserahkannya kewajiban fasos-fasum yang termasuk sebidang tanah tersebut, maka tanah tersebut menjadi aset Pemprov DKI Jakarta dan bukan milik perorangan," terang Herlangga.

Namun Juni tahun 2014 tanah tersebut diterbitkan sertifikat Hak Guna Bangunan oleh Kantor Pertanahan Jakarta Selatan kepada pemegang hak yaitu Rohani, cs. Dengan diterbitkannya sertifikat HGB tersebut telah beralih kepemilikan terhadap hak atas tanah tersebut menjadi milik perorangan dan mengakibatkan hilangnya aset Pemprov DKI Jakarta terhadap sebidang tanah tersebut.

Dan parahnya, ‎lanjut Herlangga, para pemegang hak yang namanya tertera dalam sertifikat HGB kemudian menjual sebidang tanah tersebut kepada AH dengan harga Rp15 juta per meter yang jika ditotal kurang lebih Rp38 miliar. Penjualan itu dilakukan beberapa hari setelah terbit sertifikat HGB sehingga telah beralih pula kepemilikan tanah tersebut kepada AH. Tak hanya di situ, kata Herlangga, AH kembali menjual tanah tersebut kepada pihak ketiga.

Tim penyidik melihat penerbitan sertifikat HGB oleh Kantor Pertanahan Jakarta Selatan tersebut dilakukan dengan tidak sesuai mekanisme dan ketentuan yang berlaku sehingga mengakibatkan hilangnya aset berupa tanah milik Pemprov DKI Jakarta. Akibat kasus ini, ditaksir telah menimbulkan kerugian negara sebesar Rp150 miliar dengan asumsi harga per meter tanah tersebut pada tahun 2016 adalah sebesar Rp50 juta per meter.

Atas dasar itu, ‎penyidik Kejari Jaksel telah melakukan pemanggilan terhadap Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Heru Budi Hartono, pejabat Kantor Pertanahan Jaksel tahun 2013 dan 2014, pihak PT Permata Hijau, lurah Grogol Utara tahun 2011 dan 2014, dan camat Kebayoran Lama tahun 2011.

TERSANGKA LAIN - Turin mengaku akan mengusut tuntas kasus pelepasan aset milik Pemprov DKI ini. Tim penyidik tidak akan berhenti hanya pada dua orang tersangka, namun berkembang sesuai kepentingan penyidikan.

Turin menyatakan penyidikan kasus pelepasan aset ini akan menjadi pintu masuk membongkar permainan pelepasan aset milik negara tanpa prosedur yang semestinya. Tim penyidik Kejari Jaksel mengaku telah mengantongi bukti kuat para ´calo-calo´ tanah ini menyerobot aset-aset milik negara untuk kepentingan bisnis.

"Jika ditemukan fakta dan alat bukti baru, maka kami akan tetapkan tersangka. Siapa pun orang dan jabatannya," tegasnya.

Bisa jadi kasus pelepasan aset milik Pemprov DKI akan mengungkap kasus-kasus lain. Sebab berdasar Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam Laporan Hasil pemeriksaan (LHP) Keuangan Daerah DKI 2015 terungkap setidaknya ada 50 temuan yang diduga telah merugikan negara Rp30,15 triliun.

Temuan tersebut diantaranya kerugian daerah senilai Rp41 miliar dan kekurangan penerimaan daerah Rp5,8 miliar. Selanjutnya masalah administrasi dengan potensi kerugaian daerah sebesar Rp30,11 triliun. Diantaranya, sebanyak Rp15,2 triliun tidak dapat diyakini kebenarannya dan aset lainnya yang belum validasi Rp14,5 triliun.

Kemudian pembelian alat berat di Dinas Bina Marga DKI yang mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp13,4 miliar.‎ Kemudian kasus pembelian lahan di Cengkareng Barat, dimana Pemprov DKI membeli lahan yang dimilikinya sendiri.

Kemudian pembelian lahan yang terletak di Jalan Biduri Bulan atau Jalan Alexandri III RT.008/01, Kelurahan Grogol Utara, Kebayoran Lama seluas 2.975 meter persegi. Padahal lahan tersebut sebenarnya telah dimiliki oleh Pemda DKI dari hasil penyerahan kewajiban fasilitas sosial (fasos) dan fasilitas umum (fasum) dari pengembang PT Permata Hijau.

Untuk menindaklanjuti Laporan Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (LHP BPK) tahun anggaran (TA) 2015, DPRD DKI kemudian membentuk panitia khusus (Pansus).

BACA JUGA: