JAKARTA, GRESNEWS.COM - Celotehan mantan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi yang menyeret nama Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo dalam perkara proyek pengadaan Kartu Tanda Penduduk elektronik (e-KTP) berbuntut panjang. Sejumlah pihak mendesak agar Agus menjalani pemeriksaan etik di lembaganya tersebut.

Usai diperiksa KPK, Gamawan menyatakan jika pihaknya telah menggandeng sejumlah instansi terkait termasuk Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP) yang ketika itu dipimpin Agus Rahardjo. Keberadaan mereka termasuk LKPP sebagai fungsi pengawasan dalam proyek bernilai Rp6 triliun itu.

Agus Rahardjo saat dikonfirmasi wartawan membenarkan hal tersebut. Ia mengakui jika Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) pernah meminta saran darinya dalam proyek e-KTP. Tetapi menurut Agus, saran dari LKPP tidak dindahkan.

Guru Besar Hukum Pidana Universitas Padjajaran Romli Atmasasmita berpendapat berpendapat Agus Rahardjo sebaiknya membentuk komite etik untuk memeriksa dirinya sendiri. Hal itu bertujuan untuk membuktikan sejauh mana dugaan pengetahuan ataupun keterlibatan Agus dalam kasus ini.

"Agar lebih jelas perlu Pak Agus membentuk dewan etik untuk memeriksa dirinya ketika sebagai kepala LKPP," kata Romli saat dihubungi gresnews.com, Sabtu (22/10).

Selain itu untuk menjaga obyektifitas penanganan perkara, Agus Rahardjo semestinya tidak boleh terlibat pengambilan keputusan dalam kasus e-KTP. "Anda tafsirkan Pasal 36 UU KPK, apakah Pak Agus bisa ikut perkara e-KTP? baca teliti ada kalimat langsung atau tidak langsung. Jelas Pak Agus tidak bisa menangani perkara e-KTP," jelas Romli.

Pasal 36 yang dimaksud Romli tertera dalam UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK yang berbunyi;

Pasal 36 : Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi dilarang:
1. mengadakan hubungan langsung atau tidak langsung dengan tersangka atau pihak lain yang ada hubungan dengan perkara tindak pidana korupsi yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi dengan alasan apa pun;
2. menangani perkara tindak pidana korupsi yang pelakunya mempunyai hubungan keluarga sedarah atau semenda dalam garis lurus ke atas atau ke bawah sampai derajat ketiga dengan anggota Komisi Pemberantasan Korupsi yang bersangkutan;
3. menjabat komisaris atau direksi suatu perseroan, organ yayasan, pengawas atau pengurus koperasi, dan jabatan profesi lainnya atau kegiatan lainnya yang berhubungan dengan jabatan tersebut.
Pasal 37;
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 berlaku juga untuk Tim Penasihat dan pegawai yang bertugas pada Komisi Pemberantasan Korupsi.

Saat ditanya apakah tim penyidik bisa meminta keterangan Agus Rahardjo, Romli menjawab singkat. "Itu tergantung hasil pemeriksaan etik," tuturnya.

Hal berbeda dikatakan Guru Besar Hukum Pidana Universitas Krisnadwipayana, Indriyanto Seno Adji. Menurut Indriyanto, pemeriksaan terhadap Agus tidak perlu dilakukan karena tidak ada perbuatan melawan hukum yang dilakukan (actus reus).

"Ini bukan persoalan SOP KPK, tapi apakah keterangan Ex Mendagri sangat berkaitan dengan unsur delik maupun Actus Reus dan saya melihat tidak ada relevansi dengan keterangan dan saran LKPP secara kelembagaan dengan penjelasan ex Mendagri itu," kata Indriyanto kepada gresnew.com.

Indriyanto menerangkan jika jabatan Ketua LKPP yang dijabat Agus Rahardjo kala itu hanya menyangkut tentang kebijakan saja, bukan teknis pelaksanaan. "Saya melihat ini tidak ada relevansinya, jadi saya anggap tidak perlu dilakukan pemeriksaan. Lagi pula penerapan minimal 2 alat bukti kan sudah cukup tanpa adanya keterangan Pak Agus yang tidak relevan dengan kasus ini," jelas Indriyanto.

PERLU INISIATIF - Sementara itu, mantan penasehat KPK Abdullah Hehamahua meminta agar Agus mempunyai jiwa besar dengan mempersilahkan para penyidik untuk meminta keterangannya. Hal itu dilakukan untuk menepis anggapan adanya konflik kepentingan dalam perkara ini.

"Justru Pak Agus yang harus minta diperiksa oleh penyidik. Sebab, selain membuat masalah menjadi terang, pemeriksaan itu juga untuk membersihkan nama baik beliau," kata Abdullah.

Apalagi pemeriksaan seseorang termasuk pihak KPK dalam suatu perkara korupsi bukanlah aib bagi lembaga tersebut. Dengan adanya pemeriksaan itu, para pimpinan ataupun pegawai yang diduga terlibat suatu kasus dapat ditemukan kebenarannya.

Abdullah masih optimis jika Agus Rahardjo bersih dari segala konflik kepentingan termasuk kasus e-KTP. Meskipun begitu, hal tersebut harus bisa dibuktikan melalui pemeriksaan yang dilakukan tim penyidik. Jika Agus menolak diperiksa, tentu saja bisa meruntuhkan kredibiltas KPK sendiri.

"Jika beliau tidak mau, kinerja bawahan akan menurun. Jika kinerja bawahan turun, berarti kinerja lembaga juga turun. Jika kinerja lembaga turun kepercayaan masyarakat menurun. Jika kepercayaan masyarakat turun maka hal itu merupakan awal kehancuran masyarakat," terang Abdullah..

Terkait hal ini Abdullah juga meminta Pengawas Internal KPK yang dipimpin Ranu Mihardja juga harus pro aktif mengawasi persoalan tersebut. "Baik penyelidik, penyidik maupun komisioner yang tidak mengikuti proses ini dianggap melanggar kode etik KPK," ujar Abdullah.

BACA JUGA: