JAKARTA, GRESNEWS.COM - Permohonan pembatalan putusan arbitrase internasional hanya dapat diajukan di negara yang memutus perkara bersangkutan. Pengadilan negeri hanya berwenang menerima atau menolak pendaftaran putusan arbitrase internasional.

Pandangan ini disampaikan dalam agenda pemberian keterangan atas pengujian Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (UU Arbitrase). Sebelumnya, Direktur PT Indiratex Spindo Ongkowijoyo Onggowarsito mengajukan uji materi terhadap Pasal 67 ayat (1) dan Pasal 71 UU Arbitrase.

Dua pasal tersebut menurut pemohon tidak mengatur secara jelas batas akhir pendaftaran putusan arbitrase internasional. Padahal permohonan pembatalan putusan arbitrase internasional dibatasi hanya 30 hari.

Pemohon merasa dirugikan lantaran perkara antara dirinya dengan mitra kerjanya di Hongkong sudah diputuskan melalui putusan arbitrase internasional pada 14 Desember 2012 oleh The International Cotton Association (ICA) di Liverpool, Inggris. Putusan tersebut didaftarkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 5 Mei 2014. Tapi baru mengetahui adanya pendaftaran pada 14 Agustus 2014. Sehingga pemohon tidak bisa melakukan permohonan pembatalan. Pemohon pun menyayangkan tidak adanya pemberitahuan pada saat pendaftaran putusan.

Terkait hal ini, dalam agenda pemberian keterangan atas pengujian UU Arbitrase, Wakil Ketua Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) M. Husseyn Umar menjelaskan putusan arbitrase hanya dapat dimohonkan pembatalannya di negara tempat putusan dijatuhkan. Sehingga jika pemohon ingin membatalkan putusan arbitrase atas perkaranya, maka pemohon harus mengajukan upaya pembatalan di pengadilan di Inggris dan bukan pengadilan negeri (PN) Jakarta Pusat.

"Sehingga tidak adanya batas waktu pendaftaran putusan arbitrase internasional tidak menghilangkan hak konstitusional pemohon sebagai pihak yang dikalahkan untuk memohon pembatalan putusan arbitrase internasional. Sebab pembatalan hanya dapat dilakukan di pengadilan Inggris sesuai persyaratan yang ditetapkan di sana," ujar Husseyn pada sidang pengujian UU Arbitrase di gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (21/4).

Menurutnya, kewenangan PN hanya menetapkan menerima atau menolak permohonan eksekusi putusan arbitrase internasional. Kewenangan ini diatur dalam Konvensi New York Tahun 1958 yang telah diratifikasi Indonesia dan 149 negara lainnya hingga 2013. Dalam Konvensi New York, negara-negara yang meratifikasi sepakat untuk mengakui putusan arbitrase yang dijatuhkan di negara lain berdasarkan asas timbal balik atau reciprocity. Sehingga dalam kasus ini PN tidak berkewenangan membatalkan permohonan eksekusi putusan arbitrase.   

Terkait pengujian ini, Husseyn menilai tidak adanya aturan soal tenggang waktu pendaftaran dalam Pasal 67 ayat (1) UU Arbitrase dan pemberitahuan pelaksanaan putusan arbitrase internasional dari PN Jakarta Pusat tidak merampas hak pemohon. Sebab pasal tersebut tidak mengakibatkan pemohon kehilangan hak mengajukan permohonan pembatalan putusan arbitrase.

Permintaan untuk menghapus Pasal 67 ayat (1) UU Arbitrase menurutnya justru malah akan menimbulkan ketidakpastian hukum atas putusan arbitrase internasional. Apalagi sebenarnya arbitrase dilakukan atas kesepakatan para pihak yang menunjuk sendiri majelis arbitrasenya sebagai putusan akhir dan mengikat. Sehingga seharusnya para pihak melaksanakan putusan arbitrase secara legowo dan sukarela tanpa ada upaya membatalkannya.

Selanjutnya, anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) I Putu Sudiartana menjelaskan tidak diaturnya batas waktu pendaftaran putusan arbitrase internasional pada kepaniteraan PN Jakarta Pusat karena terdapat syarat-syarat yang harus dilengkapi dan disertakan oleh majelis arbitrase internasional dalam menyampaikan berkas permohonan pelaksanaan putusan arbitrase. Persyaratan tersebut menurutnya membutuhkan waktu yang lama.

"Mengenai permasalahan pemberitahuan pendaftaran putusan arbitrase internasional oleh panitera pengadilan merupakan permasalahan teknis dan bukan masalah konstitusionalitas. Untuk perkara yang dihadapi pemohon, pada faktanya pemohon telah menerima pemberitahuan adanya putusan yang telah didaftarkan oleh pengadilan," ujar Putu pada kesempatan yang sama.

BACA JUGA: