JAKARTA, GRESNEWS.COM - Dakwaan Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kepada terdakwa Heru Sulaksono mengenai penunjukan langsung PT Nindya Sejati menjadi pelaksana dalam proyek pembangunan Dermaga Sabang dibenarkan Ramadhani Ismy. Mantan Deputi Teknik Badan Pengusahaan Kawasan Pelabuhan dan Dermaga Bebas Sabang (BPKS) ini mengaku hal itu saat bersaksi di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (2/10).

Ismy mengatakan, pelanggaran dalam aturan tender tersebut dilakukan karena menjalankan perintah atasannya, mantan Kepala BPKS Teuku Syaiful Achmad, dan mantan pimpinan proyek Dermaga Sabang Zulkarnaen Nyak Abbas. Menurut Ismy, awalnya Nyak Abbas mendesaknya supaya mempercepat proses lelang proyek Dermaga Sabang.

"Alasannya paket pekerjaan mesti dilakukan cukup banyak, yakni perbaikan dermaga terkena dampak Tsunami dan pembenahan fasilitas lain sebagai persiapan supaya Dermaga Sabang menjadi kawasan bebas," ujar Ismy.

Nyak Abbas, lanjut Ismy menyampaikan kepadanya bahwa proyek tersebut tidak hanya mengerjakan sebatas dermaga. Oleh karena itu, ia diperintahkan agar tender tersebut diselesaikan dengan jasa konsultan, termasuk konsultan perencanaan. Ditambah lagi, proyek itu sudah berjalan sekitar enam bulan, sehingga khawatir waktu pelaksanannya tidak mencukupi.

Ismy lantas menyiapkan berbagai dokumen lelang proyek. Tetapi anehnya, Ahmad memerintahkan dia supaya proses pelelangan dilaksanakan dengan cara penunjukkan langsung. Kemudian, ia juga menetapkan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) yang seharusnya dikerjakan olehnya, diambil alih kepada pelaksana proyek yaitu PT Nindya Karya dan PT Tuah Sejati yang bekerjasama (join operation).

Kemudian, ia juga pernah didatangi seseorang mengaku dari JO Nindya-Sejati. Orang tersebut meminta Ismy memberikan jadwal dan persyaratan lelang. Anehnya lagi, saat dia melapor kepada Nyak Abbas, dia malah diminta memberikan semua yang diminta oleh perwakilan Nindya-Sejati itu.

"Akhirnya memang yang ditunjuk menang lelang Nindya-Sejati. Padahal lelangnya enggak ada," ujar Ismy.

Sementara pada paket pengerjaan proyek 2005 sampai 2011, Ismy mengaku diminta oleh Ahmad meneruskan proses lelang dengan penunjukkan langsung. Selain itu, HPS dipakai tetap mengacu pada pengadaan 2004.

"Apakah saudara tahu proyek itu di subkontrak lagi kepada perusahaan lain?" tanya Ketua Majelis Hakim Casmaya.

Ismy mengaku tak mengetahui hal tersebut. Ia beralasan jarang turun langsung dalam pengerjaan proyek. Selama ini, terang Ismy, ia hanya mendapatkan laporan dari Kepala Proyek Sabir Said. Ismy baru mengetahui hal itu setelah ada audit dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Terdakwa Heru Sulaksono pun saat dikonfirmasi Majelis Hakim tidak membantah mengenai kesaksian Ismy tersebut. Bahkan, ia juga enggan berkomentar perihal keterangan mantan koleganya itu. Namun, Heru mengajukan beberapa pertanyaan yang belum diungkap dalam kesaksian Ismy.

"Apa saksi tahu proyek ini pernah diaudit secara eksternal? Dari BPK, Kejaksaan ataupun yang lain?" tanya Heru.

Mendengar hal tersebut, Ismy lantas menjawab proyek itu pernah dua kali di audit BPK. Yang pertama sekitar 2006-2007 dan yang kedua sekitar 2010. Pada audit pertama, pihak pengelola proyek diminta mengembalikan uang Rp640 juta karena tidak sesuai antara anggaran yang diberikan dengan pekerjaan yang dilakukan. Dan pada audit kedua, hasil investigasi BPK menemukan ketidakwajaran dalam proyek tersebut, namun ia tidak menjelaskan apa bentuk ketidakwajaran tersebut.

BACA JUGA: