JAKARTA, GRESNEWS.COM - Mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Luthfi Hasan Ishaaq mengaku tak mempermasalahkan putusan Mahkamah Agung yang selain memperberat hukuman juga mencabut hak politiknya. Menurut Luthfi, dengan dicabutnya hak untuk dipilih dan memilih, bukan berarti dirinya tidak bisa berpolitik. Ia mengaku masih bisa berpolitik  di belakang layar.

"Eh politisi itu ada yang tampil di permukaan, ada king maker. Kalian kira SBY itu satu-satunya pengambil keputusan? Ada di belakangnya orang-orang yang mengambil keputusan. Jadi ada king maker ada decision maker. Itu biasa aja enggak ada masalah," ujar Luthfi kepada wartawan seusai sholat Jumat di KPK, Jumat (19/9).

Ketika ditanya,  apakah maksud pernyataannya tersebut Luthfi akan berpolitik ketika masih mendekam di tahanan, ia tidak menampik hal itu. Bahkan ia menyindir segala sesuatu di Indonesia bisa diatur. "Ya itu sih soal mudah itu. Semuanya bisa diatur. Memangnya di negeri ini enggak ada yang bisa diatur?" cetusnya.

Luthfi juga cuek ketika ditanya mengenai putusan Mahkamah Agung yang memperberat hukumannya dari 16 tahun menjadi 18 tahun penjara. Ia justru berkelakar, mengaku  jika awalnya mengira akan dihukum maksimal yaitu pidana penjara 20 tahun.

Saat ditanya wartawan apakah ia akan mengajukan peninjauan kembali (PK),  ia mengaku belum memikirkan hal tersebut. "Itu sih urusan pengacaralah," ujarnya.

Mahkamah Agung sebelumnya memperberat hukuman  Luthfi dari 16 tahun menjadi 18 tahun penjara. Dalam putusan kasasinya, MA juga mencabut hak politik Luthfi untuk dipilih dalam jabatan publik. Putusan kasasi itu dijatuhkan pada Senin (15/9) dengan ketua majelis kasasi yang juga Ketua Kamar Pidana MA, Artidjo Alkostar, dengan anggota majelis Hakim Agung M Askin dan MS Lumme.

Selaku anggota DPR, Luthfi terbukti melakukan hubungan transaksional dengan mempergunakan kekuasaan elektoral demi imbalan atau fee dari pengusaha daging sapi. Ia juga terbukti menerima janji pemberian uang senilai Rp 40 miliar dari PT Indoguna Utama dan sebagian di antaranya, yaitu senilai Rp 1,3 miliar, telah diterima melalui Ahmad Fathanah.

”Perbuatan terdakwa selaku anggota DPR yang melakukan hubungan transaksional telah mencederai kepercayaan rakyat banyak, khususnya masyarakat pemilih yang telah memilih terdakwa menjadi anggota DPR RI,” ujar Artidjo terkait pertimbangannya memperberat hukuman Luthfi, Senin (15/9).

Pada pengadilan pertama Luthfi divonis 16 tahun penjara oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta. Ia dinyatakan terbukti korupsi dan melakukan tindak pidana pencucian uang. Pengadilan tipikor juga menjatuhkan hukuman tambahan denda Rp 1 miliar subsider satu tahun kurungan. Di tingkat banding, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta hanya memperbaiki lamanya subsider denda, yaitu dari satu tahun kurungan menjadi enam bulan kurungan.

BACA JUGA: