JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kejaksaan Agung mulai habis kesabaran dalam menghadapi polah para tersangka dugaan korupsi penjualan hak tagih utang (Cessie) PT Adyesta Ciptatama (AC) di Bank BTN pada BPPN kepada PT Victoria Securities International Corporation (VSIC). Para tersangka itu masih terus mangkir dari panggilan pemeriksaan oleh penyidik Kejaksaan Agung, sehingga penyidik bakal menjemput paksa ketiganya.

Para tersangka yaitu Haryanto Tanudjaja (Analis Kredit BPPN), Suzana Tanojo (Komisaris PT Victoria Sekuritas Indonesia-VSI) dan Rita Rosela (Direktur PT VSI) telah dua kali mangkir dari panggilan pemeriksaan sebagai tersangka. Sedangkan satu tersangka yakni mantan Kepala BPPN Syafruddin Temenggung hadir pemeriksaan kemarin meskipun akhirnya diundur karena sakit.

"Kita sudah panggil secara patut tidak datang, jadi ini panggilan ketiga dengan perintah upaya paksa," kata Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus), Arminsyah di Kejaksaan Agung Jakarta, Selasa (18/10).

Dari informasi yang beredar tersangka Suzana Tanojo (Komisaris PT Victoria Sekuritas Indonesia-VSI) dan Rita Rosela (Direktur PT VSI) sudah berada di luar negeri sebelum penyidik menetapkan keduanya sebagai tersangka. Hanya saja, penyidik Kejagung membantah hal itu.

Penyidik mengaku sudah memiliki informasi kedua tersangka itu masih berada di Indonesia. Sedangkan Haryanto belum diketahui keberadaanya. "Nanti kita cek dulu keberadaannya, tapi ada informasi dia di sini," jelas Arminsyah.

Sementara itu pada Senin, (17/10) kemarin, satu tersangka yang sudah dua kali mangkir akhirnya mendatangi Gedung Bundar Kejagung. Tersangka itu Mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Temenggung. Namun pemeriksaan hanya sekitar dua jam karena Syafruddin beralasan sakit.

Menurut Kasubdit Penyidikan Yulianto, Syafruddin menyerahkan surat dari dokter yang menanganinya untuk melakukan check up di RSPAD Gatot Subroto. Syafruddin juga meminta waktu untuk diperiksa kembali pada minggu depan tanggal 24 Oktober 2016. "Kita apa periksa lagi," tegas Yulianto.

Kasus Cessie Victoria ini mencuat karena dilatari persaingan bisnis. Kasus ini berawal saat PT Adyaesta Ciptatama (AC) ingin membeli Cessie tersebut. AC mencoba menawar pelunasan kepada Victoria dengan harga di atas penawaran BPPN, yakni Rp266 miliar, tapi VSIC menaikkan harga secara tidak rasional yakni Rp1,9 triliun.

Karena tak terima itu AC melaporkan kasus ini ke Kejaksaan Agung. Kerugian negara dalam kasus ini ditaksir sebesar Rp419 miliar.

Namun salah satu kuasa hukum VSIC Irfan mengatakan jika kasus ini masalah bisnis bukan pidana. "Kenapa hubungan bisnis to bisnis dibawa ke ranah korupsi?" kata Irfan saat diskusi publik ´Membongkar Kasus Cessie di Tengah Ancaman Krisis´ di Hotel Sahid, Jakarta Pusat, Kamis (27/8) lalu.

BELUM TERSENTUH - Ketiga tersangka yang akan dipanggil paksa ini, sejak awal memang belum pernah diperiksa. Suzanna dan Rita misalnya, saat penyidik melakukan penggeledahan di kantornya, malah kabur menghindari jaksa.

Pada 12 Agustus 2015 setelah mendapat persetujuan dari Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, penyidik Kejaksaan Agung melakukan penggeledahan. Awalnya, penyidik mendatangi alamat kantor VSI di Gedung Panin Bank, Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Pusat.

Sayangnya, kantor VSI telah pindah ke gedung Panin Tower lantai 8 Senayan City, Jakarta Pusat. Lalu tim bergerak ke alamat baru. Tim memeriksa tiga ruangan, yakni milik Komisaris VSI Aldo Yusuf Cahaya, Direktur Lita Rossela dan bekas direktur VSIC Suzanna Tanojo. Saat tim menggeledah ruangan Aldo, diam-diam Suzanna dan Rita meninggalkan ruangannya dari pintu belakang. Handphone, tas, laptop, sweater, uang tunai dolar Singapura dan rupiah ditinggal di ruangan.

Dari hasil penggeledahan di tiga ruangan kantor VSIC, penyidik menyita sejumlah dokumen. Diantaranya akta pendirian Victoria Securities beserta perubahannya yang terakhir menjadi Victoria Sekuritas, scan surat panggilan Suzanna dan Rita dengan alamat tujuan kantor di gedung Panin Bank Jalan Sudirman. Selain itu turut disita pula sepucuk senjata api merek Walther beserta peluru karet.

Penggeledahan dilanjutkan Kamis, 13 Agustus 2015, mulai tengah hari hingga menjelang dini hari. Ditemukan dan disita antara lain, satu lembar fotokopi surat Nomor 662/Bks.ut/L.A/1997 tanggal 10 November 1997 perihal pemecahan sertipikat Adyaesta Cipta Utama dari Bank Tabungan Negara (Persero) yang ditujukan kepada Badan Pertanahan Nasional (BPN) di Karawang.

Kemudian, fotokopi dokumen Surat Pernyataan Penyerahan Sertifikat Tanah dari Adyaesta Cipta Utama dan fotokopi dokumen surat nomor: 400/N/XI/1997 tanggal 19 November 1997 dari Notaris Ida Suryana di Karawang, yang ditujukan kepada BTN Cabang Bekasi.

Satu bundel asli dan fotokopi dokumen dalam bussiness file, business day PT Victoria Sekuritas periode 24 Maret 2006. Empat lembar asli dokumen yang bertuliskan "debitur: Jestrindo Surya Cemerlang".

Satu bundel asli dokumen yang bertuliskan Laporan Hasil Peninjauan Tanah Sentra Loka Adyabuana. Satu lembar fotoko­pi Surat Perintah Kerja Nomor 024/PT.SA/IX/2014 tanggal 1 September 2014 dari Sentraloka Adyabuana yang ditujukan ke­pada Suzanna Tanojo.

Pada penggeledahan Jumat, 14 Agustus 2015, penyidik menemukan dan menyita dokumen daftar aset kredit yang akan dilelang BPPN tahun 2002-2003, hak tagih utang (cessie) yang dibeli VSIC dari hasil lelang BPPN, beberapa cap stempel dan stempel tanda tangan dari perusahaan, baik perusahaan berbadan hukum asing mau­pun berbadan hukum Indonesia, dokumen surat menyurat VSIC yang dibuat dan ditandatangani Rita Rossela dan Ong Jee Moh selaku direktur.

Setelah penggeledahan itu, pihak VSI kemudian melakukan gugatan praperadilan dan menang. Namun penyidik tetap melanjutkan penyidikan hingga ditetapkan tersangka.

BACA JUGA: