JAKARTA, GRESNEWS.COM - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mulai merancang pemberantasan tindak pidana korupsi di sektor bisnis yang melibatkan korporasi. Selain bekerjasama dengan aparat penegak hukum lain, KPK juga menggander berbagai pihak terkait seperti Ombudsman RI, dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan dalam sebuah kasus korupsi besar, biasanya melibatkan para pejabat yang mempunyai kewenangan dan juga pemilik modal atau pengusaha. Oleh karena itu, KPK meluncurkan program Profesional Berintegritas (Profit) untuk menanggulangi hal tersebut.

"Kalau di Indonesia memang sejauh ini baru pengusaha-pengusaha atau pelaku usaha dan pemerintah yang kami kenakan Tipikor. Sebetulnya kalau mengacu pada UNCAC yang sudah kita ratifikasi, suap di kalangan pelaku usaha termasuk korupsi," kata Alexander, di kantornya, Senin (17/10).

Alexander pun memberikan contoh, misalnya seorang pengusaha ingin mengajukan kredit kepada bank. Tetapi karena syaratnya tidak memenuhi maka kredit itu urung diberikan. Namun, pengusaha tersebut memberikan sesuatu ke pegawai bank sehingga kredit bisa dikucurkan. "Itu juga korupsi," kata Alex.

Alasannya, karena dampak dari pemberian tadi juga akan berpengaruh di masyarakat. Antara lain, karena suap yang diberikan masuk dalam komponen biaya di perusahaan itu dan tentunya akan mempengaruhi harga jual produk yang bernilai lebih mahal.

"Ketika biaya yang tidak jelas tadi, seperti pungli, suap, dan biaya siluman lainnya dimasukan ke dalam komponen biaya dan penentuan harga produk, nanti produknya menjadi mahal. Keuntungan perusahaan menjadi lebih kecil dan pajak yang dibayarkan kepada negara juga lebih rendah," tuturnya.

RATUSAN TRILIUN UANG SUAP BEREDAR - Sementara itu Ketua Ombudsman RI Amzulian Rifai mengatakan jika dilihat dari segi pelayanan publik, hingga saat ini belum ada yang memenuhi standar baik di tingkat nasional maupun internasional. Hal itu terjadi dikarenakan masih banyaknya pungli yang berujung korupsi dalam mendapatkan pelayanan tersebut.

"Selama ini, kalau kita perhatikan sektor swasta memang tidak mendapatkan perhatian yang sepatutnya dan KPK beserta seluruh mitranya di dalam upaya memberantas korupsi akan bersama-sama memberikan perhatian secara khusus kepada sektor swasta ini," tutur Rifai.

Rifai memberikan data yang cukup mencengangkan mengenai angka pemberian suap yang dilakukan sektor swasta atau pengusaha kepada penyelenggara negara. "Tadi saya kemukakan bahwa secara global itu, dalam 5 tahun terakhir, tidak kurang dari US$300 miliar uang yang disuap oleh swasta kepada PN dan pemerintahan. Di negara-negara berkembang, saya kemukakan bahwa setiap tahun, paling tidak ada dana Rp200-300 triliun yang mengalir dari sektor swasta dalam bentuk suap," pungkas Rifai.

Angka ini menurut Rifai sungguh luar biasa, sebab itu pantas jika kasus korupsi dianggap salah satu kejahatan luar biasa. Pemberantasan korupsi, kata Rifai juga harus dilakukan secara masif dan menyentuh seluruh sektor yang ada bukan hanya sektoral saja.

Dirjen Bea Cukai Heru Pambudi menambahkan, Indonesia yang masuk dalam anggota G20 berencana untuk menjadi 5 besar kekuatan ekonomi dunia. Karenanya perlu ada kerjasama yang cukup baik antar stakeholder baik dari pengusaha maupun aparat pemerintah.

"Saya diundang sebagai salah satu wakil dari regulator yang tentunya memegang peranan besar, sebagai salah satu pilar untuk menuju indonesia yang besar, terutama dari sektor perekonomian," ujar Heru.

Heru menambahkan, ada tiga pilar yang harus bahu membahu bekerjasama dalam membangun sektor ekonomi tanpa harus melanggar hukum. Pertama aparat pemerintah, kedua pengusaha dan ketiga aparat penegak hukum itu sendiri seperti KPK.

Perwakilan dari pengusaha, Sunarto mengakui pungli maupun suap memang kerap terjadi di dalam dunia usaha. Ia sendiri mengaku cukup lelah dengan adanya hal tersebut sebab mempengaruhi biaya produksi dalam suatu ataupun pengerjaan.

"Kami dari pelaku usaha, sebenarnya bisa dikatakan bahwa kami pun telah letih untuk menghadapi dalam hal seperti yang lampau," imbuh Sunarto.

Oleh karena itu, dengan adanya pertemuan ini ia berharap pungli atau penyuapan yang terjadi dalam dunia usaha bisa berkurang tanpa mengurangi pelayanan dan asas keadilan yang ada. "Kami mengharapkan jangan lagi ada proses atau produk regulasi yang terbit yang dibuatnya atau dihasilkannya, tapi juga memberi peluang bagi kita semua untuk melakukan itu," kata Sunarto.

BACA JUGA: