JAKARTA, GRESNEWS.COM - Nasib Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) DKI Jakarta Sudung Situmorang dan Asisten Pidana Khusus Tomo Sitepu di ujung tanduk. Keduanya dipastikan akan dikenakan sanksi pelanggaran disiplin Pegawai Negeri Sipil. Tim Klarifikasi Jaksa Agung Muda Pengawasan (Jamwas) telah merampungkan pemeriksaan dan menyerahkan hasilnya kepada Jaksa Agung Mohammad Prasetyo.

"Yang jelas untuk yang sifatnya pelanggaran peraturan disiplin pegawai sipil, Jamwas sudah menyimpulkan yang terbaik untuk itu. Sudah dilaporkan ke Jaksa Agung," kata Jaksa Agung Muda Pengawasan (Jamwas) R Widyopramono di Kejaksaan Agung, Kamis (14/4).

Widyo mengaku tidak mau mendahului untuk menyampaikan hasil kerja Tim Klarifikasi soal apa rekomendasi Jamwas kepada Jaksa Agung. Setelah Jaksa Agung menelaah, baru akan ada putusan sanksi disiplin apa yang akan dijatuhkan kepada kedua jaksa yang diduga meminta suap kepada PT Brantas Abipraya itu.

Kepada Tim Klarifikasi, Sudung mengaku bertemu dengan Marudut di ruangannya membicarakan kasus PT Brantas Abipraya. Tim juga memperdengarkan rekaman percakapan antara Sudung dan Marudut. Setelah itu KPK menangkap Marudut di area parkir kantor Kejati DKI.

Saat ini nasib Sudung dan Tomo berada di tangan Jaksa Agung M Prasetyo. Dipastikan akan ada sanksi teguran hingga pencopotan dari jabatan yang akan menanti keduanya. Selain itu bukan tak mungkin Prasetyo menjatuhkan sanksi berat seperti pemecatan kepada Sudung dan Tomo.

Untuk soal itu, memang bisa menjadi pertaruhan reputasi bagi Prasetyo. Pasalnya Sudung merupakan orang pilihan Prasetyo untuk jadi Kajati DKI.

Selasa (5/4) kemarin, Kejaksaan Agung diam-diam telah memeriksa Sudung Situmorang dan Tomo Sitepu. Kejagung juga memeriksa Kepala Seksi Penyelidikan Kejati DKI Rinaldi dan Kepala Sub Bagian Tata Usaha Nur Laila Sari.

Pemeriksaan melalui Tim Klarifikasi terkait adanya tiga orang yang ditangkap KPK dalam operasi tangkap tangan yang diduga untuk pengamanan penyelidikan kasus tindak pidana korupsi PT Brantas Abipraya. Tim Klarifikasi Jamwas juga memeriksa Wakajati DKI M Rum, Direktur penyidikan pada Jampidsus Fadil Jumhana dan Kasubdit pada Jampidsus Yulianto dan Kabag TU Jampidsus Andi D.

Terungkapnya kasus dugaan pemberian suap oleh PT Abipraya kepada para jaksa ini berawal dari adanya laporan yang dilayangkan jaksa pada Jampidum berinisial AD ke Gedung Bundar Kejagung. Laporan tersebut diterima oleh Jaksa pada Jampidsus berinisial MM.

Setelah itu dilakukan pengkajian, karena kerugian negara dinilai kecil maka Kasubdit pada Jampidsus Yulianto merekomendasikan dalam surat agar perkara dilimpahkan pada jajaran Jaksa Agung Muda Intelijen. Anehnya, tiba-tiba perkara PT Brantas Abipraya ditangani Kejati DKI.

Selain itu, ada oknum jaksa yang meminta kepada pihak PT Brantas Abipraya untuk menyiapkan uang sebesar Rp5 miliar agar kasus ini diamankan atau tidak ditingkatkan ke penyidikan. Lalu terbongkarlah skandal suap ini setelah dua jaksa di Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta yaitu Kajati Sudung dan Aspidsus Tomo ditangkap KPK.

Dari penyidikan kasus ini, KPK menyita uang sebesar US$148.835 atau setara Rp1,9 miliar. Uang itu diduga baru sebagai uang muka dari dana Rp5 miliar yang diminta. Tiga orang sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Mereka adalah Direktur Keuangan PT Brantas Abipraya Sudi Wantoko, Senior Manager PT Brantas Abupraya Dandung Pamularno dan seorang perantara suap dari pihak swasta Marudut.

DITUNTUT MUNDUR - Sementara itu, dengan terungkapnya kasus suap ini, pihak Kejaksaan Agung pun dihujani kritik, khususnya Jaksa Agung M Prasetyo. Operasi tangkap tangan terhadap oknum jaksa oleh KPK dua pekan berturut-turut dinilai membuktikan penyakit kronis korps Adhyaksa masih ada. Dalam kaitan ini, tak hanya Sudung yang dituntut mundur tapi juga Jaksa Agung Prasetyo.

Ketua Setara Institute Hendardi mengungkapkan, kasus penangkapan jaksa di Kejati DKI, Kejati Jabar, dan pemeriksaan jaksa Kejati Jateng, sudah cukup membuktikan kinerja Jaksa Agung HM. Prasetyo gagal dalam mereformasi institusi Kejaksaan. Kejaksaan adalah salah satu institusi hukum yang paling lambat direformasi oleh pemerintah.

Jangankan untuk mengawal pencegahan korupsi program pembangunan seperti yang pernah dijanjikan, membereskan praktik korupsi di institusinya saja tidak mampu. "Para pejabat kejaksaan masih konservatif, anti transparansi dan cenderung protektif pada korpsnya. Kejaksaan juga tidak memiliki mekanisme akuntabilitas dalam penanganan perkara, sehingga banyak perkara yang justru diperdagangkan," kata Hendardi dalam keterangannya, Kamis (14/4).

Selain kasus korupsi, Jaksa Agung juga menjadi salah satu aktor yang meneguhkan impunitas pelanggaran HAM berat karena tidak pernah menindaklanjuti berbagai temuan penyelidikan Komnas HAM. Atas dasar itu, Hendardi meminta Jokowi tidak perlu ragu untuk mencopot HM Prasetyo dalam paket reshuffle kabinet jilid II. Sosok Jaksa Agung ini lebih gemar berpolitik dibandingkan dengan menjadi pejabat profesional.

Terkait kasus ini, Sudung dan Tomo hari ini menjalani pemeriksaan di KPK. Sudung mengaku siap menjalani pemeriksaan itu. "Siap, siap, siap," kata Sudung, di KPK, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Kamis (14/4).

Saat ditanya apakah dia kenal dengan perantara suap yaitu Marudut, Sudung hanya diam saja. Pun saat ditanya tentang penyadapan yang dilakukan KPK, Sudung hanya berlalu.

Tomo Sitepu, juga hadir di KPK bersamaan dengan Sudung. Kedua jaksa itu diperiksa terkait kasus suap pengamanan kasus PT Brantas Abipraya (PT BA) di Kejati DKI. (dtc)

BACA JUGA: