JAKARTA, GRESNEWS.COM - Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menyesalkan terulangnya kembali kasus perkosaan yang diakhiri dengan pembunuhan terhadao anak oleh pelaku berkelompok (gang rape).   Kejadian kali ini merenggut nyawa seorang anak perempuan (KM) berusia 4 tahun di Sorong, Papua Barat, pada Selasa (10/1) lalu. Komnas Perempuan mengutuk tindakan biadab tersebut, dan menyampaikan  rasa dukacita mendalam kepada keluarga korban.

Komnas Perempuan juga menyampaikan apresiasi atas langkah cepat kepolisian menangkap ketiga terduga pelaku perkosaan dan pembunuhan tersebut,

Ketua Komnas Perempuan, Azriana menyatakan berulangnya kasus perkosaan terhadap anak di tengah gencarnya upaya pemerintah memberikan hukuman berat kepada pelaku—termasuk dalam hal ini adalah memberlakukan hukuman kebiri— menunjukkan bahwa penghapusan kekerasan seksual tidak bisa diselesaikan lewat pendekatan hukum semata.

"Untuk mencegah dan mengentaskan kasus-kasus semacam itu perlu dilakukan suatu upaya menyeluruh berupa tindakan-tindakan sistematis, komperehensif, serta terukur, yang melibatkan seluruh komponen masyarakat, lembaga, serta tokoh-tokoh agama dan adat,: ujar Azriana, kepada gresnews.com, Jumat (13/1).

Komnas Perempuan juga tidak menafikan persoalan kekerasan seksual, selain masalah moral, tidak bisa lepas dari persoalan pendidikan. Meningkatnya pelaku kekerasan seksual dengan pembunuhan dari kalangan usia anak, menunjukkan adanya persoalan dengan sistem pendidikan dan melemahnya sistem sosial yang melindungi anak dari kekerasan. "Baik sebagai korban maupun pelaku," kata Azriana.

Sebagai catatan, pada kasus-kasus kekerasan terhadap anak kerap ditemukan bahwa pelaku dalam keadaan mabuk dan diketahui terpapar pornografi. Untuk itu menurut Azriana, tidak hanya cukup dengan aksi identifikasi semata. Menurutnya, lewat kerjasama dan tindakan-tindakan yang sistematis, komprehensif, dan terukur, seluruh pihak harus punya komitmen bersama menjauhkan serta melindungi anak dari miras dan pornografi.

"Dalam hal ini, salah satu upaya yang harus dilakukan adalah memutus jaring pemasok miras ke daerah," tambah Azriana.

Azriana menegaskan, kasus perkosaan dan pembunuhan anak ini harus menjadi pengingat kita, terutama pemerintah, bahwa respons terhadap kekerasan seksual di mana pun harus dilakukan secara serius, terlepas dari ada-tidaknya publikasi intens media massa.

"Kepada Pemerintah RI, melalui Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, serta Kementerian Sosial, kami himbau untuk mengevaluasi program-program yang dikembangkan selama ini," katanya. Azriana menambahkan, termasuk dalam hal penanganan terhadap kasus perkosaan berkelompok dan pembunuhan yang menimpa seorang anak perempuan (YY) di Bengkulu.

Komnas Perempuan juga berharap, lembaga-lembaga masyarakat, termasuk tokoh agama dan adat, mampu seiring sejalan meningkatkan dan memperkuat kesadaran masyarakat menciptakan kehidupan setara antara laki-laki dan perempuan lintas usia dan golongan. "Hal itu bisa dimulai dengan menghentikan segala bentuk perilaku kekerasan dan tradisi-tradisi yang merugikan perempuan," terang Azriana.

Azriana juga meminta DPR RI segera membahas dan mensahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, sebagaimana diusulkan Komnas Perempuan dan Forum Organisasi Masyarakat Pengada Layanan (FPL). "Hal itu penting,  agar menjadi rujukan penanganan  kasus-kasus  kekerasan seksual secara lebih komprehensif dan terukur, sejak dari pencegahan, penghukuman, hingga pemulihan korban," tambahnya.

Senada dengan Azriana dan Komnas Perempuan, Sekretaris Jenderal Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) Dian Kartikasari juga menilai, kasus yang menimpa KM di Sorong, Papua Barat, menunjukkan bahwa memperberat ancaman pidana terhadap pelaku tindak kejahatan seksual tidak membuat pelaku tindakan kejahatan itu berkurang.

"Kejahatan perkosaan berkelompok (gang rape) semakin meningkat, baik dari segi jumlah maupun derajat kekejamannya," kata Dian kepada gresnews.com, Jumat (13/1).

Untuk menanggulanginya, kata dia, perlu dilakukan upaya terpadu yang memperkuat kepedulian masyarakat di sekeliling anak-anak, diiringi program-program pengembangan sistem perlindungan dan pengamanan anak berbasis komunitas.

REKOMENDASI UNTUK PEMERINTAH  - Kabar meninggalnya KM (4 tahun) menjadi pembicaraan netizen di twitter dalam kurun 24 jam terakhir. KM ditemukan tewas di kolam berlumpur pada Selasa (10/1), tak jauh dari tempat tinggalnya, Kompleks Kokoda KM 8, Kota Sorong, Papua Barat.

Sebelum ditemukan, korban sempat dicari ibunya. Namun pencarian itu tidak membuahkan hasil. Hanya, beberapa saat sebelum korban dibuang dan dibenamkan ke kolam berlumpur oleh para pelaku, kakak korban, Grece, sempat melihat adiknya dibawa salah seorang pelaku berinisial D (18 tahun) ke kolam lumpur itu.

Grece kemudian mencari sosok korban bersama keluarga, masyarakat, dan aparat setempat. Keesokan harinya, Rabu (11/1) bersama N (18 tahun), D pun dibekuk Tim Buru Sergap Polres Sorong Kota, dan ditetapkan sebagai tersangka pada Kamis (12/1). Ditetapkannya D dan N sebagai tersangka seiring ditangkapnya pelaku ketiga, yakni L. Penangkapan tersebut dipimpin Kasat Reskrim Polres Sorkot, AKP Fernando Saragi.

Saat korban ditemukan pada Selasa (10/1), keadaannya mengenaskan. Korban tewas dalam keadaan tidak mengenakan celana. Korban kemudian dikeluarkan dari kolam berlumpur dan dibawa ke rumah sakit untuk kepentingan visum medis.

Menyikapi hal itu, Kamis (12/1), Kepolisian Resor Sorong Kota, Papua Barat, mengumumkan bahwa pihaknya telah berhasil menangkap ketiga pelaku pemerkosaan dan pembunuhan. Kapolres Ajun Komisaris Besar Edfrie R Maith mengatakan, kasus pemerkosaan yang berujung kematian itu terjadi setelah ketiga pelaku, yakni D, L, dan N, menenggak minuman keras.

Ketiganya mabuk dan kalap. Berdasar hasil pemeriksaan saksi dan hasil interogasi awal, polisi menyimpulkan bahwa korban terlebih dulu diperkosa secara bergiliran sebelum akhirnya dibunuh dan dibuang ke kolam lumpur.

"Awalnya korban dibawa oleh pelaku D ke ujung run way Bandara DEO Sorong kemudian yang bersangkutan mengajak L dan N untuk memperkosa korban secara bergiliran," kata Edrie, Kamis (12/1).
Edrie menerangkan, saat diperkosa korban sempat melakukan upaya perlawanan dengan cara berteriak minta tolong. Tindakan korban membuat para pelaku ketakutan sehingga mereka kemudian mencekik leher korban hingga tewas.

Demi menutupi aksinya, para pelaku kemudian membenamkan jasad korban ke kolam berlumpur. Namun upaya itu tidak berjalan lancar. Selain tindakan pelaku diketahui kakak korban, jasad korban yang sedianya hendak disembunyikan, justru tangannya menyembul ke permukaan. Inilah petunjuk yang membuat para pencari menemukan jasad korban.

"Ketiga pelaku sudah ditangkap dan saat ini sedang menjalani pemeriksaan tim penyidik. Para pelaku terancam undang-undang perlindungan anak dan pasal pembunuhan KUHP dengan ancaman hukuman sekitar 15 tahun," papar Edrie.

Namun demikian, Edrie mengatakan, para pelaku juga bisa saja terancam menjalani hukuman pidana seumur hidup andai hasil pemeriksaan tim penyidik menemukan fakta, misalnya tindakan pemerkosaan dan pembunuhan itu dilakukan secara sengaja dan direncanakan terlebih dulu. Sebagai catatan, ketiga pelaku sendiri merupakan tetangga korban. (Zulkifli Songyanan)

BACA JUGA: