JAKARTA, GRESNEWS.COM - Operasi Tangkap Tangan kasus pungutan liar (pungli) di Kementerian Perhubungan (Kemenhub) oleh kepolisian hanyalah pucuk gunung es dari sekian banyak kasus pungli di kementerian itu. Diduga banyak pihak lain termasuk pejabat teras di Kemenhub yang terlibat kasus ini.

Dari pengembangan kasus itu sendiri, sudah terungkap adanya pengakuan dari Kepala Seksi Pendaftaran dan Kebangsaan Kapal Direktorat Perhubungan Laut Kemenhub Meizi Syelfia. Meizi mengakui, "setoran" yang dia terima dari bawahannya saat OTT, dia setorkan hingga ke level atas.

Hanya saja, Meizi belum menyebutkan hingga ke level mana. "(Keterangan Meizi) ya menurut dia ada ke atas, tapi kan harus dibuktikan keterangan tersebut. Siapa tahu cuma mengaitkan dengan yang lain," ujar Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Mochammad Iriawan kepada wartawan di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Rabu (12/10).

Dalam pemeriksaan, Meizi juga menyebut bahwa praktik pungli tersebut sudah diketahui pimpinannya. "Oh iya lah, pasti mengetahuinya. Nanti kita lihat, kan ada catatannya. Kalau ada sampi ke atasnya, pasti yang ini kan teriak juga ´saya setor ke atasan saya´," ungkap Iriawan.

Iriawan memastikan, penyidik akan menelusuri kasus itu hingga ke level paling atas di Direktorat Perhubungan Laut. "Nanti akan kita periksa pimpinannya. Ini kan baru kasi (kepala seksi), nanti kan ketahuan ada catatan, apakah ke kasubdit atau ke direktur," lanjut Iriawan.

Dalam operasi tangkap tangan di lantai 12 di meja kerja Meizi, polisi menemukan catatan tangan berupa angka-angka sejumlah uang yang disetorkan hingga ke atasannya. Catatan tersebut masih didalami oleh penyidik Subdit Tindak Pidana Korupsi Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya.

Selain mendapatkan pengkuan soal "setoran" ke atas, penyidik Polda Metro Jaya juga menemukan aset tak wajar milik Meizi. Dia diketahui memiliki rekening sebesar Rp1 miliar dalam delapan buku tabungan yang diduga merupakan rekening penampungan. "Ini kan kita temukan ada rekening Rp 1 miliar. Kita akan dalami lagi. Kita akan cek ke bank," kata Iriawan.

Dugaan rekening itu merupakan tampungan adalah karena buku tersebut atas nama orang lain, namun ditemukan di meja kerja Meizi. "Namanya orang lain tapi ada di meja saudara Meizi di lantai 12. Tapi namanya bukan dia, melainkan ada namanya Wawan dan orang lain juga," papar Iriawan.

Selain 8 buah buku tabungan, polisi dalam operasi tangkap tangan (OTT), Selasa 11 Oktober kemarin itu juga menyita uang sebesar Rp60 juta dari tersangka Meizi.

Dalam kasus ini, Polda Metro Jaya sudah menetapkan tiga orang tersangka. Ketiganya merupakan Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Direktorat Jenderal Perkapalan dan Kelautan Kementerian Perhubungan. "Tersangka yang kami tahan ada 3 yaitu saudara ES itu PNS yang ditangkap di lantai 1, kemudian saudara MS atau Meizi itu di lantai 12 yang ditemukan uang, kemudian Abdul Rosyid di lantai 6 tadi. Sudah ditetapkan tersangka dan penahanan sudah dilakukan," jelas Iriawan.

ES atau Edi Sudarmono merupakan ahli ukur Direktorat Pengukuran, Pendaftaran dan Kebangsaan Kapal Kemenhub; MS atau Meizi adalah Kasie Pendaftaran dan Kebangsaan Kapal Direktorat Perkapalan dan Kelautan; Abdul Rosyid selaku penjaga di loket pelayanan di lantai 6.

Ketiga tersangka, dijerat dengan Pasal 5 Ayat (1) huruf a dan b, Pasal 5 Ayat (2), dan atau Pasal 11 dan atau Pasal 12 huruf a dan b dan atau pasal 13 UU No 20 Tahun 2001 tentang perubahan UU No 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi dengan ancaman maksimal 20 tahun penjara. "Minimal satu pelakunya akan kami kenakan TPPU, yaitu saudari MS karena dia menyimpan uang disana," tegas Iriawan.

GURITA KORUPSI - Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian sendiri menegaskan akan membongkar kasus ini sampai ke akarnya. "Kita tetapkan tersangka dulu, barang bukti, lalu membuat anatomi kasus sambil pengembangan ke atas," ujar Tito, Rabu (12/10).

Tito mengatakan OTT tersebut telah dipersiapkan dengan matang. OTT dan penggeledahan di Kemenhub merupakan pengembangan dari laporan Menteri Perhubungan Budi Karya. "Penindakan kemarin kita lakukan memang sudah kita rencanakan lebih kurang seminggu, masukan dari internal Kemenhub setelah itu kepada saya dan saya rapatkan dengan Pak Kapolda dan tim," terang Tito.

Tito juga menegaskan OTT dilakukan atas perintah langsung dari Presiden Joko Widodo yang tengah mendengungkan Operasi Pemberantasan Pungli di sektor pelayanan publik. Setelah mendapat amanat tersebut, Tito berkomunikasi dengan Menhub hingga kemudian dibentuklah sebuah tim khusus.

Tito memastikan, OTT ini akan terus dilakukan, tidak hanya pada instansi yang memiliki pelayanan publik tetapi juga di internalnya sendiri.

Kasus pungli dipastikan hanya bagian kecil dari sejumlah kasus korupsi besar yang terjadi di Kemenhub. Pungli semacam itu ditengarai telah menggurita di semua direktorat. Misalnya untuk pengurusan berat kapal, ukuran kapal, sertifikasi dan lainnya.

Pada Juli lalu saja, Inspektorat Jenderal (Irjen) Kemenhub Cris Kuntadi mendatangi Bareskrim Polri untuk bertemu dengan Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Polri Komjen Ari Dono Sukmanto. Kedatangan Cris, untuk berkoordinasi sekaligus membuat laporan polisi terkait dugaan korupsi pengadaan kapal patroli laut kelas 3, 4 dan 5 di Direktorat Jenderal (Dirjen) Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan.

Cris mengatakan dari hasil audit internal di Inspektorat Jenderal terdapat 16 paket proyek pembangunan kapal dengan nilai Rp36,5 miliar yang diduga telah menimbulkan kerugian negara. Pembangunan ini menggunakan anggaran 2013 dan 2014 dimana harusnya sudah selesai akhir 2014.

Adapun dalam proyek ini terdapat lima perusahaan pihak ketiga yang bekerjasama. Kondisinya pembayaran sudah dilakukan Kemenhub 100 persen namun barang belum diterima.

Cris sendiri tidak mau merinci secara detail siapa saja terlapor dalam dugaan korupsi ini."Nanti saja setelah proses di Bareskrim. Tapi yang jelas kuasa pengguna anggaran di Direktorat Jenderal Perhubungan Laut. Ada beberapa KPA-nya, ganti-ganti, mereka level eselon dua dan staf. Lalu perusahaan yang terlibat," katanya.

Presiden Joko Widodo sendiri tampak geram dengan kasus ini. Presiden memberikan peringatan keras kepada seluruh instansi agar tak melakukan pungutan liar (pungli) terutama terkait pelayanan rakyat.

"Saya peringatkan kepada seluruh instansi, mulai sekarang ini stop yang namanya pungli, hentikan yang namanya pungli. Terutama yang berkaitan dengan yang namanya badan pelayanan masyarakat, pelayanan rakyat," kata Jokowi di Kantor Kemenhub, Selasa (11/10).

Jokowi mengatakan, saat ini ada namanya Operasi Pemberantasan Pungli (OPP) yang baru saja dibentuk. Presiden meminta aparatur negara untuk tidak melakukan pungli.

LIBATKAN PIHAK KETIGA - Kasus OTT yang dilakukan kepolisan ini diharapkan bisa menjadi pintu masuk untuk membongkar lebih jauh borok di Kemenhub. Direktur The National Maritime Institute (Namarin) Siswanto Rusdi mengatakan, kasus Pungli di Kemenhub bukan hal baru.

Karena itu, dia berharap proses hukumnya jangan hanya berhenti pada enam orang yang ditangkap dari OTT tersebut. Polisi harus ungkap ke atasannya. "Harus naik ke atas (pimpinannya), ini harus dibongkar," kata Siswanto kepada gresnews.com, Rabu(12/10).

Siswanto mengatakan, kasus pungli dan korupsi di Kemenhub telah menggurita bahan menahun. Borok ini terus hidup meskipun telah berganti rezim. "Tak ada yang berani menyentuhnya," katanya.

Menurut Siswanto, tak hanya pungli berbagai pengurusan izin tapi juga pengurusan sertifikasi kapal. Lain lagi soal membancak uang negara. Banyak pos anggaran yang jadi lahan bancakan oknum Kemenhub, seperti dana PSO (public service obligation) untuk Pelni dan PT Djakarta Llyod.

Untuk menghentikan gurita korupsi da pungli di Kemenhub, Siswanto mengusulkan untuk memisahkan pembuat kebijakan dengan eksekutor di lapangan. Misalnya untuk pengelolaan pembuatan sertifikasi untuk pelaut dan kapal, diserahkan kepada pihak ketiga. "Sehingga ada check and balances atas kebijakan itu," kata Siswanto.

Sebab jika pembuat kebijakan dan eksekutor masih ditangani oleh Kemenhub sangat rentan terjadi penyalahgunaan. Akibatnya akan banyak terjadi pungli. Sebab menurut Siswanto, mentalitas pelaut selalu ingin cepat dan berlayar. Sehingga untuk mempercepat itu, pelaut akan menggunakan banyak cara. "Karena itu pengurusan itu {sertifikasi dan pembuatan buku pelaut) diserahkan ke pihak ketiga," kata Siswanto. (dtc)

BACA JUGA: