JAKARTA, GRESNEWS.COM - Koalisi Masyarakat Sipil Peduli KPK menilai kasus-kasus teror baik kepada penyidik senior Komisi Pemberantasan  Korupsi  Novel  Baswedan maupun penyidik dan pimpinan KPK lainnya sebagai sebuah rangkaian yang sistemik untuk melemahkan KPK. Untuk itu Koalisi menyerukan kepada pemerintah dan aparat hukum untuk serius menanganinya.

Koalisi juga mempertanyakan sikap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sendiri dalam penanganan teror dan penyerangan terhadap Novel Baswedan. "Sebab sampai dengan 10 hari paska penyiraman air keras, koalisi belum melihat upaya luar biasa dari KPK sebagai institusi untuk mendorong pengungkapan kasus ini secara maksimal," tulis mereka dalam pernyataan persnya, Jumat (21/4) lalu.

Menurut Koalisi Masyarakat Sipil Peduli KPK yang terdiri dari ICW, KRHN, KontraS, LBH Jakarta, PSHK, YLBHI, kasus Novel tidak dapat dilepaskan dari kelalaian dan ketidakseriusan pimpinan KPK untuk membangun perlindungan sistemik untuk seluruh unsur di KPK.

Termasuk dalam menindaklanjuti semua percobaan atau tindakan teror sebelumnya yang kerap diterima Novel dan penyidik lainnya, termasuk pimpinan KPK. Sebab sebelumnya ancaman, penyerangan dan kriminalisasi sudah sering terjadi berulang kali.

"Sikap pimpinan KPK tidak antusias untuk mengungkap kasus Novel dan penyidik KPK," ujar Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Miko Susanto Ginting, di Jakarta, Jumat (21/4).

Hingga saat ini Koalisi menilai, KPK masih terlihat gamang dan enggan secara terbuka melakukan penyelidikan terhadap teror, penyerangan, kriminalisasi. Padahal serangan tersebut diduga kuat berkaitan dengan kasus-kasus yang ditangani KPK. Serangan terhadap unsur KPK selama ini justru  diselesaikan secara internal dan tertutup. Hal ini mengakibatkan kasus-kasus  yang ada kerap tidak tuntas diselesaikan, dan serangan tetap berulang dengan eskalasi resiko yang semakin tinggi.

Pimpinan KPK juga terlihat tidak menjadikan situasi kedaruratan itu  sebagai prioritas. Hal ini terlihat dari sikap pimpinan KPK yang hanya menyerahkan penyelidikan kasus Novel kepada pihak Kepolisian. Tanpa KPK sendiri melakukan penyelidikan parallel terhadap dugaan tindak pidana yang berkaitan dengan kasus korupsi, dalam hal ini tindak pidana untuk menghalang-halangi, mempersulit dan menghentikan penyidikan tindak pidana korupsi (Obstruction of Justice) yang memang menjadi kewenangan KPK.

Sejauh ini faktanya pihak kepolisian kerap gagalnya mengungkap peristiwa-peristiwa kekerasan dan teror terhadap sejumlah aktivis anti korupsi di tanah air. Termasuk pengusutan terhadap penyidik KPK selama ini. Hal ini  harusnya cukup memberikan peringatan KPK untuk tidak berpangku tangan dan menyerahkan pengungkapan kasus-kasus itu kepada Kepolisian semata.

Bahkan, menurut Miko, Novel sempat menyatakan rasa was-wasnya kepada Pimpinan KPK, bahwa dirinya akhir-akhir ini merasa diikuti oelh seseorang.
 Saat itu Novel pun meminta pengamanan ekstra. Hanya saja permintaan itu tak dipenuhi Pimpinan KPK.

"Abainya sikap Pimpinan KPK itu membahayakan penyidiknya, terutama Novel," tandas Miko.

Adanya konsisi ini, Koalisi menghawatirkan teror akan terus terjadi dan berulang. Sebab seolah tidak ada upaya pencegahan, mitigasi, perlindungan, penindakan dan dukungan yang serius dari pihak internal KPK sendiri. "Kasus penyiraman air keras terhadap Novel harus menjadi yang terakhir," ungkap Koalisi lagi.

Untuk itu Koalisi mendesak, pimpinan KPK  melakukan penyelidikan sendiri terhadap kasus Novel dengan konstruksi terjadinya upaya obstruction of justice terhadap KPK. Kedua, Pimpinan KPK membuka dan menyelidiki kembali kasus-kasus teror yang terjadi sebelumnya, baik kepada Novel maupun penyidik dan pimpinan KPK lainnya. Serta mendukung Tim Masyarakat Sipil yang juga bekerja untuk memberikan dukungan untuk pengungkapan kasus Novel dan teror terhadap KPK lainnya, sebagai bentuk partisipasi masyarakat sipil dalam pemberantasan korupsi, penegakan hukum dan HAM.


KERJA POLISI BELUM ADA HASIL - Sudah hampir lebih dari satu minggu, pihak kepolisian belum juga mengungkap siapa pelaku dan dalang dibalik peristiwa teror fisik berupa siraman air keras ke wajah penyidik KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), Novel Baswedan.

Juru Bicara KPK Febri Diansyah  mengakui sepuluh hari sejak peristiwa penyiraman air keras terhadap Novel pihaknya belum memperoleh laporan dari pihak kepolisian. Pihaknya mengaku masih menunggu kinerja Polri melalui tim gabungan khususnya, yang sengaja dibentuk untuk menuntaskan kasus tersebut.

"Mengingat ini, bukan hanya harapan KPK, tapi juga harapan dari pihak keluarga dan publik," ujar Febri, Jumat, (21/4).

Kendati hingga saat ini, belum memperoleh titik terang terkait pelaku penyerangan terhadap Novel. Namun ia meyakini Polri akan bisa mengungkap aktor dan dalang dibalik teror tersebut. APalagi Presiden RI, Joko Widodo telah menginstruksikan khusus kepada Kapolri untuk fokus menangani kasus ini.

Seperti diketahui Novel Baswedan mendapatkan serangan teror penyiraman air keras oleh orang tidak dikenal usai solat subuh di Masjid tak jauh dari tempat tinggalnya di Kelapa Gading, Jakarta Utara, pada Selasa, (11/4/2017) lalu. Akibat serangan itu Novel mengalami luka serius di bagian mata dan wajahnya hingga harus dirawat hingga ke Singapura.

BACA JUGA: