JAKARTA, GRESNEWS.COM - Rencana Kejaksaan Agung membentuk Tim Pengawal dan Pengaman Pemerintahan dan Pembangunan (P4) sebagai respons atas imbauan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dikritik sejumlah pihak. Pembentukan tim ini dinilai reaksional.

Sebelumnya pada sambutan peringatan Hari Bhakti Adyaksa ke-55 Presiden Jokowi sempat meminta Kejaksaan Agung untuk berbenah. Kejaksaan diminta melakukan reformasi birokrasi dari hulu ke hilir, sehingga diharapkan penegakan hukum dilakukan secara tepat dan efektif dalam mendukung program-program pembangunan nasional.

Jokowi dalam kesempatan itu meminta Kejaksaan membantu birokrat-birokrat untuk mengembangkan inovasi dalam pembangunan. Jangan sampai terjadi penegakan hukum yang membuat pejabat pemerintahan menjadi takut berinovasi dalam pembangunan.

"Kejaksaan harus mendampingi pejabat aparatur pemerintahan untuk memperbaiki birokrasi bagi percepatan dan akselerasi program pembangunan nasional," kata Jokowi saat peringatan Hari Bhakti Adyaksa ke-55 di Kejaksaan Agung, beberapa waktu lalu.

Atas permintaan itu Jaksa Agung HM Prasetyo pun meresponsnya dengan membentuk Tim P4. Namun rencana pembentukan tim tersebut justru dinilai kontraproduktif oleh Ketua Komisi Kejaksaan Halius Hosen. Dia menilai pembentukan Tim P4 itu merupakan bentuk kepanikan Jaksa Agung menjawab perintah sekaligus kritik presiden.

Jaksa Agung, kata Halius, seharusnya bisa mengerti apa yang dimaksud presiden yang meminta reformasi dari hulu ke hilir korps Adhyaksa. Termasuk permintaan pengawalan proses pelaksanaan pembangunan. Pembentukan tim ini, menurut Halius, bukanlah solusi tepat dan hanya kepanikan Jaksa Agung atas kritik Presiden

Menurutnya, hal yang justru perlu dilakukan Jaksa Agung adalah perombakan internal secara total dengan menempatkan the right man on the right place, inventarisir permasalahan dan kekurangan kejaksaan selama ini. Lakukan restrukturisasi organisasi dan terapkan pengawasan melekat yang harus jelas implementasinya. "Yang utama adalah benahi mental dan integritas para jaksa terlebih dahulu,"  kata Halius di Kantor Komisi Kejaksaan, Senin (27/6).

Ia menambahkan, Jaksa Agung harusnya bisa memberikan tindakan nyata dari apa yang diinginkan presiden. "Pembentukan P4 itu sama saja seperti membeli kaos bayi, tapi bayinya belum diketahui perempuan atau laki-laki," jelas Halius.

POTENSIAL TUMPANG TINDIH - Koalisi Pemantau Jaksa (KPJ) juga menilai pembentukan Tim P4 berpotensi tumpang tindih dengan tugas dan fungsi bidang internal Kejaksaan Agung yang ada. Seperti kewenangan memberikan legal opinion kepada lembaga negara yang merupakan kewenangan  Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun). Selama ini fungsi tersebut telah berjalan dengan baik.

"Sudah ada Jamdatun, jadi buat apa dibentuk. Mending mengefektifkan kerja Jamdatun," kata anggota KPJ Ichsan Zikry kepada gresnews.com, Senin (27/7).

Untuk itu, Ichsan menyarankan,  jika Jaksa Agung ingin membentuk tim yang ikut mengawal pembangunan harus diperjelas tujuannya. Jangan sampai program tersebut hanya bentuk reaksioner atas kritik presiden. Apalagi, dalam operasionalnya tim ini akan butuh anggaran. Sehingga terkesan memboroskan anggaran negara,  sementara kerjanya tidak jelas. "Jadi terkesan reaksioner daripada terencana," tegas Ichsan.

Apalagi dari hasil pemantauan KPJ, kinerja jaksa di sejumlah kota besar di Indonesia belumlah profesional. Banyak proses hukum beracara saat prapersidangan dan persidangan melanggar ketentuan. Seperti tidak memberikan dakwaan kepada terdakwa juga akses bantuan hukum.

Ada 392 kasus pelanggaran oleh jaksa yang ditemukan KPJ pada tahap prapersidangan. Dan 42 kasus pada tahap persidangan. "Jadi banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan Kejaksaan dibanding sibuk membentuk tim tak jelas," kata Ichsan.

BOROS ANGGARAN - Pembentukan P4 juga dikritik Direktur Centre of Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi. Menurutnya, gagasan Jaksa Agung untuk membentuk P4 termasuk bagian dari buang-buang anggaran. Bahkan Satgassus yang baru terbentuk saat ini masih kekurangan dana,  sehingga mereka merayu DPR untuk menambah anggaran.

"Ini malah bentuk tim baru. Apa bukan buang-buang anggaran namanya. Sewa artis top pas HBA saja belum dijelaskan anggarannya dari mana. Boros sekali," kata Uchok kepada gresnews.com.

Ia berpandangan, P4 yang bertugas mengawal dan mengamankan pelaksanaan pembangunan, adalah wewenang kejaksaan yang offside sebagai lembaga yudikatif. "Ini kembali lagi ke orde baru. Dulu TNI Polri yang mengawal, sekarang kejaksaan ingin menerapkan hal yang sama. Ingat, kejaksaan adalah yudikatif, bukan legislatif," tegasnya mengingatkan.

Tak hanya itu, menurutnya, kehadiran P4 ini justru akan membuka peluang ´permainan´ oknum jaksa untuk mencari tambahan penghasilan. "Dengan ada fasilitas legal opinion, P4 akan menjadi tameng bagi kepala daerah yang nakal untuk menggunakan rekomendasi kejaksaan sebagai perlindungan ketika melakukan korupsi. KPK pun tidak bisa menyidik kepala daerah atau pejabat tersebut," tuturnya.

Jaksa Agung seharusnya cukup dengan mengadakan workshop atau seminar yang pesertanya seluruh kepala daerah untuk memberikan informasi tentang apa saja yang harus dihindari saat melaksanakan proyek. Jaksa menjelaskan celah tindak pidana korupsi yang dapat berujung penindakan hukum oleh kejaksaan. "Sudahlah, jangan buang-buang anggaran lagi. Tingkatkan kinerja dan pembenahan internal dulu," tandas Uchok.

TUJUAN PEMBENTUKAN P4 - Jaksa Agung sendiri berdalih tujuan dari pembentukan P4 untuk  mengawal penyerapan anggaran pembangunan secara tepat. Menurut Jaksa Agung, selama ini kerap terdengar pejabat yang takut berurusan dengan hukum dalam menyerap anggaran.

Maka dengan terbentuknya tim ini, pejabat daerah tak perlu khawatir menyerap anggaran untuk pembangunan di daerahnya. Menurut Prasetyo kejaksaan akan menawarkan diri untuk mengawal pelaksanaan pembangunan melalui penyuluhan kepada para pejabat.

Tim P4 akan memberikan penyuluhan atau pendampingan baik di tingkatan pusat ataupun daerah. "Kalau selama ini pejabat selalu dikatakan takut, kami akan kawal dan amankan mereka. Para pejabat bisa memanfaatkan itu dan bisa bertanya kepada kami," ujarnya di Kejagung, Jumat (24/7).

Kejaksaan, tambah Prasetyo, juga dapat memberikan semacam legal opinion bila diperlukan. Dengan langkah ini diharapkannya pembangunan Indonesia dapat berjalan lancar sesuai program Presiden Joko Widodo. "Nanti titik beratnya lebih ke pencegahan atau  preventif," kata mantan Jampidum ini.

Namun ia juga mengingatkan jika dalam perjalanan pembangunan di dapati bukti-bukti penyimpangan atau penyelewengan, kejaksaan tak akan segan-segan melakukan penindakan.

Mulia tujuannya tapi implementasinya kerap jauh dari harapan. Seperti banyak pembentukan satgas-satgas Kejaksaan selama ini.

BACA JUGA: