JAKARTA, GRESNEWS.COM - Sidang gugatan reklamasi Pulau F, I dan K Teluk Jakarta di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta mengungkap adanya surat keberatan dari sejumlah instansi atas pemberian izin proyek tersebut. Dalam sidang dengan agenda pembuktian, pihak penggugat mengajukan dua bukti surat kepada majelis hakim, yakni surat PT PLN dan surat rekomendasi hasil rapat komite reklamasi bersama Menteri Perhubungan, KLHK dan KKP.

Kuasa hukum penggugat Marthin Hadiwinata mengatakan surat yang diajukan adalah surat dari PT PLN (Persero) kepada Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP). Dalam surat itu PT PLN menyatakan keberatan terhadap proyek reklamasi di Pantai Teluk Jakarta.

"Dalam surat tersebut, PT PLN mengaku khawatir proyek reklamasi akan berpengaruh terhadap kinerja keempat pembangkit listrik yang terletak di Muara Karang dan Kepulauan seribu yang memiliki kapasitas daya 5730 MW," kata Marthin kepada gresnews.com melalui pesan tertulisnya, Kamis (21/7).

Pembangkit itu juga merupakan pemasok listrik bagi wilayah DKI Jakarta. Bahkan beberapa instansi vital dipasok melalui PLN tersebut. Surat tersebut juga menjelaskan alasan kekhawatiran PT PLN terhadap proyek reklamasi di teluk Jakarta yang akan berpengaruh bagi kinerja keempat pembangkit PLN.

PLN beranggapan proyek reklamasi akan berdampak pada kenaikan suhu air laut yang diperlukan sebagai pendingin untuk kompresor. Sehingga akan  berdampak pada gangguan kerja kompresor pembangkit.

"Dampak lain selain gangguan kompresor, adalah gangguan operasional pembangkit karena sendimentasi, terbatasnya mobilitas transportasi energi primer," ungkap aktivis Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) itu.

Melalui kedua surat yang diajukan itu, pihak penggugat berharap majelis hakim bisa mempertimbangkannya sebagai bukti. Dengan begitu, majelis hakim bisa mengabulkan tuntutan penggugat yakni membatalkan proyek reklamasi Pulau F, I dan K yang telah disahkan oleh Gubernur DKI Jakarta.

"Hakim dapat mempertimbangkan dampak reklamasi dan membatalkan surat pelaksanaan reklamasi  pulau F, I, K," terang Marthin.

AMDAL REKLAMASI BASA BASI - Sementara itu, pengamat lingkungan dari Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jakarta, Moestaqiem Dahlan mengatakan bahwa apa yang dipersoalkan saat ini sudah pernah disampaikan dalam sidang kasus Amdal kepada pemerintah agar tidak melanjutkan pembangunan Pulau reklamasi. Sayangnya pemerintah tak mengindahkan saran masyarakat yang terdampak ini.

Bahkan soal kemungkinan akan terganggunya PLN juga sudah pernah dijelaskan. Sayangnya, keberatan masyarakat hanya diletakkan sebagai rekomendasi. "Dari awal proyek reklamasi sudah jelas melanggar karena ada pipa gas PLTU dan PLTG di sana. Itu juga rekomendasi Menko Maritim menghentian Pulau G," ujar pria yang akrab disapa Alan saat dihubungi gresnews.com, Sabtu (23/7).

Menurutnya, tidak ada urgensinya membangun pulau reklamasi karena sudah jelas menimbulkan dampak kerusakan lingkungan. Selain itu, dasar hukumnya juga tidak jelas sehingga menimbulkan polemik yang merugikan nelayan yang menggantung hidupnya dari Teluk Jakarta.

"Kerusakannya sudah jelas. Secara hukum melanggar, merusak ekologis dan sampai sekarang belum ada Peraturan daerah tentang zonasinya," ujarnya.

Dia menegaskan, sebaiknya publik tidak hanya didengar paparannya saja, tetapi ikut menentukan apakah proyek itu patut dilanjutkan atau tidak. Namun selama ini partisipasi publik cenderung dimanipulasi untuk pengesahan saja.

"Amdal itu terkesan akal-akalan saja. Tidak ada pertisipasi masyarakat di sana. Seharusnya masyarakat ikut menentukan," tegasnya.

Atas dasar itu, pemerintah seharusnya sudah bisa menyimpulkan bahwa rekomendasi Menko Kemaritiman untuk menghentikan reklamasi Pulau G merupakan sample bahwa pulau reklamasi tidak layak dilanjutkan. "Pulau G sudah jelas jadi sample bagi pulau reklamasi pulau lain," tukas Alan.

BACA JUGA: