JAKARTA, GRESNEWS.COM - Jalan untuk mendamaikan hakim Sarpin Rizaldi dengan Komisi Yudisial seperti buntu. Perseteruan di antara keduanya juga semakin seru ketika Komisioner KY Taufiqurrahman Syahuri melaporkan balik hakim Sarpin ke Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri pada 28 September lalu.

Pelaporan atas Sarpin itu, kata Taufiq, dilakukan sebagai pilihan terakhir setelah upaya KY mencari jalan tengah berdamai dengan Sarpin gagal. Sarpin bergeming dan bersikukuh tidak akan mencabut laporannya atas sangkaan pencemaran nama baik atas dirinya.

Dua Komisioner KY Taufiqurahman Syahuri dan Erman Suparman pun sudah ditetapkan sebagai tersangka. Kasusnya terus bergulir meskipun berkas perkara untuk Taufiq dikembalikan oleh Kejaksaan Agung kepada polisi untuk dilengkapi.

Kasus dugaan pencemaran nama baik yang ditudingkan Sarpin juga tak lepas dari konteks memanasnya hubungan antara Komisi Pemberantasan Korupsi dan Polri. Saat itu Komjen Budi Gunawan yang sudah disetujui DPR untuk diangkat menjadi Kepala Kepolisian Republik Indonesia, ternyata ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.

Sebagai buntut penetapan tersangka itu, Budi Gunawan pun mengajukan gugatan praperadilan ke PN Jakarta Selatan. Persidangan praperadilan Budi Gunawan ini dipimpin oleh Sarpin Rizaldi yang kemudian membuat putusan kontroversial dengan menerima gugatan Budi.

Putusan Sarpin dinilai menyimpangi Pasal 77 KUHAP yang mengatur penetapan tersangka bukan merupakan objek praperadilan. Atas putusan yang dinilai kontroversial inilah, KY kemudian ikut bersuara.

Baik Taufiq maupun Suparman langsung menyampaikan pandangannya atas putusan yang diambil Sarpin tersebut. Intinya KY menilai putusan tersebut di luar kepatutan. Bahkan KY melakukan sidang etik atas Sarpin (meski tak dihadiri Sarpin) dan merekomendasikan MA agar menonpalukan Sarpin.

Sarpin pun berang atas putusan KY itu dan melaporkan dua Komisioner KY ke Bareskrim atas penyataan mereka di media terkait putusan yang dia tetapkan. Laporan itu kemudian dikait-kaitkan dengan panasnya hubungan KPK-Polri lantaran Kabareskrim ketika itu, Budi Waseso--yang diangap dekat dengan Budi Gunawan-- memproses laporan Sarpin dengan cepat.

Sejak itu, hubungan Sarpin-KY memanas dan berbagai upaya mencari jalan tengah agar bisa diakhiri di luar jalur pengadilan gagal. Atas dasar itulah KY kemudian melaporkan balik Sarpin.

Kuasa hukum Taufiq, Dedi J Syamsuddin, mengatakan, maksud melaporkan balik Sarpin adalah untuk menemukan kebenaran dalam proses hukum. Alasannya, apa yang dilakukan kliennya (Taufiq) terkait Sarpin adalah dalam rangka menjalankan tugas dan kewenangannya sebagai Komisioner KY bukan sebagai pribadi.

Menurut Dedi melaporkan Sarpin merupakan langkah terakhir ketika penyelesaian non yudisial telah dilakukan. Apalagi Sarpin kerap emosi ketika disoal kasus yang dilaporkannya.

"Langkah non yudisial telah ditempuh, Menkopolhukan telah berupaya memediasi namun tak digubris," kata Dedi kepada gresnews.com, Kamis (8/10).

Laporan Taufiq ke polisi, kata Dedi, soal perbuatan tidak menyenangkan, penghinaan, dan soal penghinaan kepada pejabat negara. Karena yang dilakukan para Komisioner KY adalah dalam rangka menjalankan tugas negara.

POTENSIAL ANCAM DEMOKRASI - Dedi berharap kasus dugaan pencemaran nama baik yang menyeret kliennya tak berlanjut ke persidangan. Dia juga berharap penyidik Bareskrim dapat menghentikan kasus ini, terutama setelah mendapat keterangan dari saksi yang dihadirkan kliennya.

Pada 5 Oktober 2015 lalu, Taufiq menghadirkan dua ahli meringankan. Mereka adalah pakar hukum acara pidana UII Yogyakarta Ridwan HR dan ahli komunikasi politik Universitas Indonesia Effendi Gazali. Kemudian, Kamis (8/10), Taufiq kembali menghadirkan ahli yakni Zainal Arifin Mochtar dari UGM.

Dalam kesaksiannya, Ridwan mengatakan tidak ada pelanggaran apa pun yang dilakukan komisioner KY. Karena Taufiq saat itu kapasitasnya adalah sebagai pejabat KY.

"Beliau mengomentari proses praperadilan, bukan menyerang pribadi seseorang," ujar Ridwan, di Bareskrim Polri, Senin (5/10).

Hal senada juga disampaikan Effend Gazali. Menurutnya pernyataan yang disampaikan Taufiq bukan penghinaan, sebab, pernyataan yang disampaikan Taufiq ada alasan argumentasi yang juga disampaikan sebagai pejabat negara terkait.

Karena itu perlu dibedakan pernyataan yang mengandung unsur penghinaan dengan kritik. Effendi juga khawatir kasus ini tidak kunjung selesai, akan menyulitkan siapa pun yang membuat pernyataan kritis atas sesuatu permasalahan di media.

Pasalnya, semua pernyataan di acara diskusi baik off air maupun lewat televisi seringkali mengeluarkan kata ´kasar´ dan berpotensi dapat dipidana oleh pihak yang merasa diserang. Hal ini dikhawatirkan menjadi ancaman tersendiri bagi demokrasi dan kebebasan berpendapat.

Pakar hukum UGM Zainal Arifin menyampaikan, apa yang dilakukan Komisioner KY bukanlah termasuk ranah hukum pidana. Alasannya karena tugas KY adalah mengawasi kinerja hakim. Bahkan Zainal tak melihat ada unsur pencemaran nama baik dari berita yang disampaikan sebagai barang bukti.

"Bahaya jika hal ini dikatakan pencemaran nama baik, bahaya untuk demokrasi dan merusak sistem tata negara kita," kata Direktut Pusat Kajian Antikorupsi UGM itu.

PEMBUKTIAN DI PERSIDANGAN - Betapapun upaya yang dilakukan KY menyelesaikan kasus ini di luar pengadilan, namun sepertinya jalan pengadilan bisa jadi merupakan satu-satunya cara untuk menyelesaikan masalah itu. Pasalnya, selain sifat keras Sarpin kepada KY, polisi pun sudah menegaskan tak akan menghentikan penyidikan kasus ini.

Saat ini penyidik masih melengkapi berkas setelah sebelumnya dikembalikan jaksa untuk dilengkapi. Menurut Kasubdit III Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, Kombes Umar S Fana pihaknya akan tetap melimpahkan berkas perkara ini hingga maju ke persidangan.

Penyidik mengabaikan keterangan ahli surat dari Dewan Pers yang menyebutkan kasus KY masuk sengketa pers. "Penyidik tetap jalan, soal statement (keterangan ahli yang meringankan tersangka) itu nanti diuji di pengadilan, bukan di ranah penyidikan," ungkap Umar beberapa waktu lalu.

Umar berpandangan, tak ada aturan penyidik menghentikan satu kasus karena keterangan ahli meringankan. Kewajiban penyidik memeriksa saksi atau ahli yang meringankan bagi tersangka.

Di Pasal 183 dan 184 KUHAP, penyidikan tetap dapat diteruskan jika penyidik punya dua alat bukti.
"Dan kami punya itu (bukti)," tegas Umar.

Sementara di Pasal 65 dan Pasal 116 KUHAP, hanya menegaskan penyidik harus mengakomodir permintaan tersangka untuk memeriksa saksi atau ahli yang meringankan tersangka. "Bukan lantas menghentikan kasusnya," pungkas Umar.

BACA JUGA: