JAKARTA, GRESNEWS.COM - Mantan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK) Abraham Samad dan Bambang Widjojanto serta penyidik seniornya Novel Baswedan masih tersandera dengan kasusnya masing-masing. Kasus Samad dan Bambang masih di tangan kejaksaan. Apakah dilanjutkan atau dihentikan belum ada kepastian sementara untuk kasus Novel, jaksa memilih melimpahkannya ke pengadilan.

Kasus yang menjerat Samad, Bambang dan Novel sejak awal telah berpolemik. Kejaksaan dalam posisi sulit untuk menentukan sikap karena bisa memunculkan ketegangan hubungan KPK, Polri dan Kejaksaan Agung. Tak heran jika kasus Samad dan Bambang tak kunjung usai untuk dilimpahkan ke pengadilan.

Dalam kasus mereka, KPK sendiri berharap tak berlanjut. Meskipun dalam kasus Novel sudah pupus karena telah dilimpahkan ke pengadilan. Banyak pihak yang bereaksi terutama penggiat antikorupsi sehingga istana merespon.

Presiden Jokowi dalam waktu dekat akan mendengar penjelasan kasus Samad, Bambang, dan Novel dari Jaksa Agung Mohammad Prasetyo. Menurut juru bicara presiden, Johan Budi S.P., Jokowi akan mengambil tindakan akan masalah itu setelah mendapat laporan dari mantan politisi Nasdem ini.

Kata Johan, Jokowi akan bersikap hati-hati. Karena langkah yang diambil bisa memicu gesekan antara Kejaksaan Agung, KPK, dan juga Mabes Polri.

Menilik langkah terakhir bisa jadi gesekan itu telah ada. Pasalnya, Kejaksaan telah melimpahkan kasus Novel ke Pengadilan Negeri Bengkulu Jumat (29/1) lalu.

Pihak Kejaksaan seakan cuci tangan. Jaksa Agung M Prasetyo menegaskan tidak ada alasan kuat bagi jaksa menghentikan kasus Novel.

Prasetyo menegaskan, jika Novel memang tidak bersalah maka sebaiknya menangkis dakwaan di pengadilan. "Buktikan saja nanti di persidangan, kalau tidak bersalah pasti bebas," sambungnya.

Mantan anggota DPR dari Partai NasDem itu justru mempertanyakan alasan tentang pentingnya perkara yang menimpa Novel Baswedan dihentikan atau dideponering. Menurutnya, dasar deponering adalah ada kepentingan umum.

"Alasannya apa saya tanya? Apa kepentingan umumnya?" jelasnya.

Padahal sebelum Pimpinan KPK baru berharap kasua Novel tak disidang. Pasal 114 ayat (1) KUHAP memungkinkan jaksa membatalkan penuntutan.

Seperti diketahui, Novel merupakan tersangka kasus penganiayaan berat terhadap pencuri sarang burung walet di Bengkulu, tahun 2004. Kala itu Novel masih bertugas di Polresta Bengkulu.

Kasus itu sempat mencuat ketika KPK menangani korupsi di Korlantas Polri yang menyeret Irjen (Pol) Djoko Susilo pada pertengahan 2012. Namun, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kala itu meminta Polri menghentikan kasus Novel. Kasus ini menyeruak kembali zaman Kabareskrin Komjen Budi Waseso setelah KPK tetapkan Komjen Budi Gunawan tersangka.

BUKTIKAN DI PERSIDANGAN - Pakar hukum pidana Universitas Padjajaran Bandung Agustinus Pohan menyarankan Novel bertarung di pengadilan. Karena sesuai KUHAP, proses hukum telah di pengadilan dan tidak bisa dihentikan.

Saatnya Novel membuktikan jika dirinya tak bersalah. Dengan begitu dia akan lepas masalah yang beberapa tahun menyanderanya. "Jika memang tak bersalah, Novel harus bebas dan itu akan untungkan Novel karena lepas dari sandera kasus," kata Agustinus kepada gresnews.com, Selasa (3/2).

Malah, jika kasus ini tak disidang, Novel akan terus tersandera. Pengadilan yang akan membuktikan Novel bersalah atau tidak. "Karenanya masyarakat dan media harus awasi hakim sehingga putusannya benar-benar adil dan objektif," kata Agustinus.

Bagaimana dengan kasus Bambang dan Samad? Kasusnya kini dibuat tak jelas. Berkas perkaranya yang telah dinyatakan lengkap, namun jaksa tak kunjung dilimpahkan ke pengadilan.

Muncul desakan Kejaksaan Agung menghentikan kasus ini Bambang dan Samad ini. Sebab penetapan tersangkanya dipaksakan. Namun Kejaksaan Agung masih mempertimbangkan kasus ini.

"Saya sudah katakan kita masih pelajari lagi," kata Jaksa Agung Mohamad Prasetyo, Jumat (22/1). Padahal telah lima bulan berkas perkaranya diteliti jaksa penuntut umum.

Jaksa Agung mengatakan ada tiga opsi atas kasus Bambang dan Samad. Pertama, melanjutkan ke persidangan, kedua, meneliti kembali berkasnya untuk dihentikan, atau ketiga dikesampingkan demi hukum (depoonering).

"Ya kita akan lihat mana yang paling tepat," kata Prasetyo.

Sementara Komisioner Komisi Kejaksaan Indro Sugianto mengatakan, kasus Bambang sejak awal tidak murni hukum. Ada instrumen kepentingan tertentu yang masuk. Karenanya penyelesaiannya harus di luar hukum.

Kalaupun kasus dihentikan oleh Kejaksaan, Indro menilai bukan intervensi hukum. Tetapi itu untuk mengembalikan proses hukum yang benar. "Karena ada proses yang membelokkan, maka harus dipotong," kata Indro.

Ada dua mekanisme yang bisa dilakukan Kejaksaan Agung. Pertama, menerbitkan Surat Keterangan Perintah Penghentian Penuntutan (SKP3). Itu telah diatur pada Pasal 140 ayat 1 KUHAP. SKPP dilakukan karena tidak cukup bukti, bukan pidana dan demi kepentingan hukum. Kedua, melakukan depoonering dengan alasan untuk kepentingan masyarakat.

BACA JUGA: